Mohon tunggu...
Wibi Lungidradityo
Wibi Lungidradityo Mohon Tunggu... Lainnya - Mendalami Fokus dalam Studi Politik Militer dan Pertahanan

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pembubaran HTI dan Idealiesme Negara Islam: Saatnya Memikirkan Ulang Gagasan Sekulerisme

11 Mei 2017   10:50 Diperbarui: 11 Mei 2017   11:44 440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Those who say religion has nothing to do with politics,

do not know what religion is."  -Mahatma Gandhi

Percaya atau tidak, perdebatan mengenai agama sebagai landasan negara bukanlah hal yang baru di Indonesia. HTI dan PKS adalah beberapa manifestasi yang cukup terkenal pada era pasca reformasi yang turut memperjuangkan ide Islam sebagai panutan dalam bernegara. Namun perdebatan ini memiliki komplikasi yang bisa anda lacak hingga periode awal kemerdekaan.

Anda mungkin ingat bagaimana Piagam Jakarta memicu reaksi dari para founding fathers dan implikasinya terhadap perumusan Pancasila, serta bagaimana tokoh tokoh bangsa dari Indonesia Timur menolak gagasan tersebut. Contoh lain adalah bagaimana Masyumi bertempur dalam ranah ideologis dengan PNI dan PKI dan partai kecil bergagasan nasionalistik lainnya. Natsir tidak ragu untuk mengkritik Soekarno dan PNI yang diklaim olehnya sebagai : "Partai yang rendah secara spiritual". Dan argumennya yang hingga saat ini masih kekal dan diamini oleh para politisi Islam : "Bahwa Pancasila dan Sekulerisme adalah gagasan manusia. Sementara manusia adalah insan yang terbatas secara logika dan spiritual, dan tidak ada tandingannya dengan kuasa Tuhan dan firman-Nya". Tentu argumen ini juga dibalas dengan kritis oleh Soekarno tentang bagaimana relevansi Pancasila yang mendukung kebhinekaan, dan bukan tirani mayoritas berdasar agama. Candaan yang cukup unik untuk dikutip adalah bagaimana Dr Sutomo mengatakan : "lebih baik dikirim ke Digul daripada harus naik Haji ke Mekkah"

Gagasan Sekulerisme

Definisi paling sederhana dari konsep tersebut adalah : "Pemisahan urusan bernegara dari campur tangan agama". Dalam tulisan ini saya tidak ingin berposisi normatif, namun sebaliknya. Saya ingin mempromote dan mendukung gagasan sekulerisme dan relevansinya dengan Pancasila.

Seringkali, definisi mengenai ideologi tidak tersampaikan secara utuh kepada masyarakat sehingga kelak hanya akan melahirkan dogma-dogma dengan sudut pandang yang sangat sempit. Istilah sekulerisme yang sering saya dengar dari publik adalah "anti agama, duniawi dan anti Islam". Namun poin penting yang saya harapkan dari sekulerisme adalah kelak seluruh publik Indonesia berhak meyakini agama atau kepercayaan apapun yang diyakininya. Dan pembelaan saya terletak pada lembaran sejarah Indonesia.

Tionghoa dan Yahudi

Tionghoa terkenal sebagai penguasa bisnis Indonesia. Dan dikotomi antara "Tionghoa" dengan pribumi seolah menjadi propaganda untuk menjustifikasi kebencian terhadap kesenjangan ekonomi. Namun nyatanya tidak semua chinese seperti itu. Saya kenal seorang "cici" yang berjualan di warung. Dan ketika SD saya sering disuruh oleh pak Surat (pegawai kantin) untuk membeli es batu dari beliau. Dan dulu harganya masih "gopek" (Rp 500) per kantung es. Dan setiap natal, beliau selalu memberi saya kado dan sebaliknya, ketika lebaran saya selalu memberi beliau parsel.

Dalam lembaran kisah sejarah perjuangan bangsa, etnis Tionghoa juga memiliki kontribusi terhadap bangsa dan negara. John Lie dan Siauw Giok Tjhan adalah beberapa contoh dari  sekian banyak pejuang etnis Tionghoa lain yang tidak tercatat oleh sejarah. John Lie adalah seorang Laksamana yang seringkali memimpin operasi untuk menembus blokade angkatan laut Belanda. Dan tujuan dari operasi tersebut adalah menukarkan komoditas dagang dengan senjata yang kelak dipergunakan untuk melawan Belanda. Sementara Siauw Giok Tjhan adalah politisi muda bangsa yang tergabung dalam PTI (Partai Tionghoa Indonesia). Gagasan beliau adalah pemikiran tentang "Tionghoa Nusantara", yang dimana menjadi sebuah mercusuar yang diikuti oleh pemuda Tionghoa lainnya, Sebuah gerakan politik untuk menyatukan etnis Tionghoa di Hindia Belanda untuk menerima "Indonesia" sebagai rumah asli mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun