Mohon tunggu...
Winras Yohannes Sinurat
Winras Yohannes Sinurat Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

main basket, nonton anime, baca buku

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Nyatanya Pancasila "Tidak Penting"

11 Maret 2023   21:58 Diperbarui: 11 Maret 2023   22:06 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

            Sila Kelima

Sila kelima adalah "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia". Masalah yang sering terjadi adalah Indonesia yang dimaksud adalah orang-orang yang memiliki pamor di muka hukum dan di muka kekuasaan. Masih terngiang masalah 'pencurian' tiga buah kokoa oleh nenek Minah yang sedang melintasi hektaran ladang kokoa, dan dihukum 1 bulan 15 hari dengan masa percobaan 3 bulan. Secara jelas menggunakan akal sehat dengan pertimbangan moral manusiawi nenek ini tidak bersalah, padahal banyak masalah di bagian pemerintahan Indonesia terutama Korupsi yang merupakan warisan masa PPKI tetap semangat untuk dijiwai.

            Tantangan-tantangan ini sering terjadi, bahkan mewarnai asosiasi ingatan negatif masyarakat jika mengingat sila-sila dari Pancasila. Padahal Pancasila sebagi dasar Ideologi negara yang setiap upacara saat sekolah dan di mana kita berpijak di Indonesia ini, bermaksud agar pembatinan it uterus terjadi. Namun akhirnya ideologi adalah seperangkat aturan yang khusus diketahui dan dimaknai hanya untuk dilanggar.

Kritik Pendidikan Pancasila sebagai kajian studi

Selama duabelas tahun masa pendidikan wajib di Indonesia, pendidikan pancasila (dan kewarganegaraan) senantiasa menempati les dalam mata pelajaran. Dengan masalah-masalah yang sering terjadi dalam pelanggaran ideologi Pancasila, menyatakan bahwa pelajaran ini kurang menempati fungsi atau makna yang penting untuk dikaji. Ketimpangan yang tergambar jelas adalah nilai yang didapatkan (dalam konteks akademik) tidak sesuai secara garis besar bagaimana Pancasila itu dimaknai.

Dalam penelitian oleh dosen UNPAR, Sylvester Kanisius Laku SS., M.Pd. dan Andreas Doweng Bolo, SS., M.Hum., menulis dalam makalah penelitiannya yang berjudul, Pandangan atau Tanggapan Akhir Peserta Mata Kuliah Pendidikan Pancasila Terhadap Pendidikan Pancasila Di Unpar, bahwa mayoritas mahasiswa menganggap dan memandang mata kuliah Pendidikan Pancasila sebagai Ideologi bangasa hanya berguna untuk melayani kehendak pemimpin yang berkuasa; sebuah kesan negatif. Pancasila dinilai tidak lebih dari sekadar upaya manupulatif dalam kerangka tafsir kelompok yang berkuasa. Sungguh jelas hal ini bukanlah tujuan pembelajaran Pendidikan Pancasila diadakan. Kayanya makna Pacasila niscaya tersampaikan dengan lumrah.

Apa sebenarnya menjadi masalah dalam hal ini? Kembali lagi bahwa Pancasila adalah dasar yang kokoh sebagai ideologi bangsa, sangat maju dari zamannya (konteks perang dunia II). Langkah penerapan dan pembatinan Pancasila harus selalu diguankan dalam pembelajaran selama 12 tahun serta tambahan dalam program studi di jenjang kemahasiswaan. 

Namun yang menjadi titik hilangnya fokus faktual adalah kurangnya konkritisasi dari makna Pancasila. Sederhananya, pernahkah sekolah atau dalam hal ini adalah pemerintah dengan sangat keras mengatakan bahwa seluruh permasalahan yang dialami oleh siswa sungguh mencerminkan krisis identitas sebagai entitas pancasilais? Sekurang-kurangnya penulis sebagai mahasiswa tak pernah mendengarnya dan mengalaminya. 

Oleh karena itu tetap saja Pancasila hanya sekadar objek kajian studi yang percuma kalau tanpa ejahwantahan dari seluruh aspek yang mengisi setiap pribadi. Atau adakah undang-undang yang sungguh mensandingkan, menekankan pelanggaran Pancaslia ini di muka hukum, sebagai perlakuan penghiantan berbangsa dan negara secara tidak langsung? Ini jelas sebagai masalah yang harus kita hadapi.

Pancasila sebagai Ideologi yang seharusnya  

Pancasila sebagai Ideologi harus dipraktikkan. Jatuh dalam kejenuhan tentang ideologi-ideologi dalam objek kajian studi semata hanya membuat Pancasila menjadi seperangkat aturan biasa yang bisa dan biasa dilanggar. Pancasila harus menjadi subjek diskresi publik Indonesia, menjadi refleksi atau cerminan identitas serta menjadi aktivasi keberbedaan dan kekeluargaan. Pancasila harus dipraktikkan kalau tidak hanya bersifat sebagai buah bibir indah dan tak lebih dari sekadar literasi pajangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun