Sudah menjadi hal yang biasa apabila sering kali mekanisme penanganan kasus pelecehan seksual di kampus tidak menyelamatkan korban, melainkan mempertahankan nama baik kampus. Dosen "ganas" tersebut menolak memberi komentar dengan alasan kasus Dias terjadi pada tahun 2016.
Kasus lain misalnya, Agni, Mahasiswa UGM yang memakan waktu satu tahun untuk kasusnya dapat terbuka dalam publik. Singkatnya, dunia pendidikan dianggap menjadi tameng yang melindungi pelaku terutama yang berasal dari kalangan dosen.Â
Pertimbangan akan nama baik kampus membuat akademisi mengunci pintu dan menutup telinga akan kasus-kasus kekerasan seksual yang memakan korban di tempat mereka bekerja.Â
Namun, pada tahun 2020 ini, walaupun terlambat, UGM akhirnya membuat regulasi khusus mengenai pencegahan dan penindakan dugaan kasus kekerasan seksual oleh masyarakat UGM, yaitu dalam Peraturan Rektor Nomor 1 tahun 2020.
Lembeknya penegakan hukum pada kasus pelecehan seksual di kampus memberi celah pada korban untuk bertindak yang justru semakin merugikan dirinya. Mengetahui bahwa kasus yang dialaminya tidak akan melirik mata para akademisi kampus, korban justru akan menutup mulut dan enggan melaporkan kejadiannya yang tentu akan menyerang psikis dan psikologisnya sendiri.
Plt Dirjen Dikti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyebut akan membentuk tim perumus aturan mengenai kekerasan seksual di sector pendidikan, bersamaan dengan regulasi penanggulangan radikalisme dan perundungan di kampus. Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, menegaskan, "tidak ada ruang abu-abu" bagi pelaku kekerasan seksual, seraya menambahkan pelaku yang bersalah melakukan kekerasan seksual di kampus, harus segera dikeluarkan.
"Bagaimana pemerintah pusat bisa memberikan payung hukum untuk melindungi anak-anak ini, itu suatu hal yang kami kaji," ujar Nadiem Makarim.
Begitulah tanggapan dari Menteri pendidikan, Nadiem Makarim terkait tindak kejahatan seksual yang ada di lingkar pendidikan di lingkungan kampus.Â
Hal ini merupakan sebuah angin segar bagi para mahasiswa sendiri, dimana adanya wadah atau payung hukum yang akan memberikan perlindungan bagi para korban dan juga bagi para mahasiswa. Â
Berbagai macam bentuk tanggapan atau kecaman yang memang menyayangkan tindakan para pelaku yang sebagian besar berasal dari tenaga pendidik.
Dari beberapa laporan yang sudah disuarakan para korban kekerasan diatas, mungkin hanya sebagian kecil yang memberanikan speak up ke publik terkait pelecehan yang di terimanya.Â