Mohon tunggu...
Winny Lukman
Winny Lukman Mohon Tunggu... Freelancer - a Storyteller

a Storyteller

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

The Power of Receh

4 September 2015   06:39 Diperbarui: 4 September 2015   08:25 3619
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Menghitung uang receh - otomotif.kompas.com

Mungkin anda pernah dengar quote ini: "Tanpa Rp 100 satu juta takkan pernah menjadi satu juta. Ia akan menjadi Rp 999,900”? Coba anda periksa laci-laci di meja kantor atau rumah, biasanya tanpa disadari terselip beberapa keping uang koin alias uang receh. Atau adakah uang koin yang terselip dalam sela-sela tas atau saku celana panjang anda? Pastinya! Seringkali setelah mendapat kembalian uang koin, serta merta kita masukan atau letakan secara sembarangan. Yup, uang koin tampak tak berarti buat kebanyakan orang. Mau itu pecahan Rp 100, 200, 500, maupun 1,000 uang koin dianggap tak seberharga uang kertas.

Suatu hari saya melihat seorang anak di tempat fotocopy membayar ongkos fotocopy Rp 1,000 dengan 10 buah uang koin Rp 100, si ibu pemilik fotocopy dengan entengnya melemparkan uang koin tersebut ke meja di depannya seraya berkata: "Uangnya ga laku!". Waw!

Pernah juga diberitakan seorang customer sebuah bank BUMN mengunggah kekesalan dalam kalimat di akun jejaring sosial Facebook miliknya terkait sikap teller bank tersebut yang menolak transaksi karena tiga keping uang logam yang diikutkan dalam setoran sejumlah Rp 510,642. Untuk setoran tersebut, customer menyetorkan sejumlah uang, termasuk satu keping uang koin pecahan Rp 500 dan dua keping pecahan Rp 100. Namun, teller menolak menerima uang koin itu dengan alasan bahwa mereka tidak menerima setoran dalam bentuk uang koin dikarenakan nantinya tidak ada customer lain yang mau menerima uang koin. Akhirnya karena ditolak, si customer menggantinya dengan pecahan uang kertas Rp 1,000, yang mengesalkan teller tersebut tidak mengembalikan selisih dari yang harus customer terima yakni sebesar Rp 300. Untuk kasus tersebut, pihak bank akhirnya meminta maaf dan berjanji akan memastikan kejadian seperti ini tak terulang kembali.

Semua bank memang diwajibkan Bank Indonesia (BI) untuk menerima setoran uang koin, namun kenyataannya walaupun si teller tak menolak, di sebuah bank saya pernah menyaksikan perubahan raut wajah seorang teller dari senyum ramah menjadi senyum kecut, ketika ada customer yang menyetor uang koin satu tas kresek plastik ke counternya.

Tidak hanya customer yang punya perasaan tak enak jika harus menyetor uang koin, anggapan ketidakberhargaan uang koin juga menyebabkan seorang kasir di minimarket merasa sungkan jika memberi kembalian uang koin dalam jumlah yang banyak ke pembeli, sehingga keluarlah kalimat “Maaf kembaliannya receh” atau kalimat pertanyaan,”Kembaliannya receh tidak apa-apa?” Seolah penggunaan uang koin dalam traksaksi merupakan suatu kesalahan.

Bank Indonesia pernah melontarkan wacana untuk merilis uang koin dengan nominal Rp 5,000 namun wacana tersebut tertunda, salah satu alasan penundaannya menurut Deputi Gubernur Bank Indonesia Ronald Waas yang dikutip Detik Finance tanggal 14/7/2014 adalah karena masyarakat Indonesia tidak terlalu senang memegang uang koin. Untuk menyikapi prilaku masyarakat ini Bank Indonesia tahun 2015 mulai menerima penukaran dari uang koin ke kertas. Mobil penukaran uang milik Bank Indonesia yang tersebar di 81 titik di berbagai daerah, tidak hanya menerima uang kertas saja, tetapi turut menerima uang koin untuk ditukar ke uang kertas. "Baru tahun ini menerima dari uang koin ke uang kertas. Ke depan diharapkan, bank lain menerima penukaran juga," ujar Ronald Waas dikutip oleh Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono saat mengunjungi lokasi penukaran uang di kawasan Monas, Jakarta, Senin (6/7/2015). Adapun uang koin yang boleh ditukarkan di mobil penukaran Bank Indonesia, mulai dari pecahan Rp 50 sampai Rp 1.000.

Lalu bagaimana dengan wacana redenominasi rupiah yang juga sempat terlontar? Adanya redenominasi akan mengakibatkan bertambahnya peredaran uang koin. Redenominasi adalah penyederhanaan nilai mata uang menjadi lebih kecil tanpa mengubah nilai tukarnya, misalnya uang kertas Rp 10,000 menjadi uang koin Rp 10. Akankah redenominasi mengubah paradigma masyarakat Indonesia tentang uang koin menjadi seperti masyarakat di negara lain? Di Indonesia uang koin mungkin hanya jadi pelengkap saja, tapi tidak di negara tetangga kita seperti Malaysia atau Singapura misalnya. Uang koin bisa digunakan untuk membayar tiket MRT lewat mesin, demikian pula di kasir-kasir supermarket, uang koin diperlakukan sama seperti halnya uang kertas, sama-sama alat pembayaran yang bernilai.

Walaupun saya pendukung Gerakan Nasional Non Tunai, saya adalah pengumpul uang koin sejati, tiap keping uang koin tak pernah tersia-siakan. Di dalam tas saya selalu ada dua dompet, dompet untuk uang kertas serta kartu-kartu dan dompet khusus uang koin. Itu sebabnya saya tidak pernah mengalami kejadian diberikan kembalian oleh kasir dengan permen, saya selalu siap sedia membayar dengan uang koin untuk menghindari kembalian.

Anak-anak saya yang SMA maupun SD masing-masing saya berikan celengan uang koin, maksudnya untuk mendidik mereka untuk memahami bahwa tiap keping uang itu berarti. Saya ajarkan pada mereka, tidak ada uang yang datang dengan sendirinya, harus selalu melalui kerja keras dan energi. Pernah dari hasil tabungan uang koin, anak-anak saya bisa membeli hewan kurban sendiri.

Biasanya ketika uang koin yang mereka kumpulkan memenuhi satu celengan besar, untuk menghindari gerutuan kasir atau teller, sebelum mereka menyetorkan hasil tabungan mereka ke bank, saya tukar uang koin mereka dengan uang kertas, lalu saya pisahkan uang koin hasil tukaran tersebut berdasarkan pecahan. Setiap hari saya ambil secukupnya untuk disimpan di dompet ataupun di mobil. Setelah dihitung lumayan juga jumlahnya, cukup untuk memenuhi kebutuhan kami akan uang koin selama berbulan-bulan.

Selain untuk belanja dan membayar uang parkir, uang koin juga sangat berguna untuk membayar ongkos naik angkot. Membayar angkot dengan uang pas sangat efektif untuk menghindari supir angkot langsung tancap gas tanpa memberikan uang kembalian yang semestinya. Biasanya untuk menghindari lemparan uang koin sang supir ke dashboard angkotnya, saya mengkombinasikan uang koin pecahan 100 dengan 500 dan 1,000, sesekali dikombinasikan dengan uang kertas seribuan (yang sekarang mulai langka) atau dua ribuan. Dengan cara ini dijamin aman dari omelan sang supir.

Jadi, jangan buang uang koin anda ya. Dengan menjadikan uang koin sebagai bagian dari isi dompet anda, anda akan merasakan the power of receh, yakni sebagai penyelamat pemakaian uang kertas anda. Dijamin uang kertas terasa akan lebih awet :) dan yang paling penting tanamkan pada diri sendiri dan orang-orang terdekat kita bahwa setiap keping uang itu berharga, tidak ada uang yang datang dengan sendirinya. Mari kita cintai rupiah kita sepenuh hati dengan cara menghargai rupiah kita dalam setiap lembar maupun kepingnya.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun