Mohon tunggu...
winner wibisono
winner wibisono Mohon Tunggu... Lainnya - urban tramp

menggelandang sambil merayakan hidup

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menangkal Radikalisme (?)

13 Agustus 2018   00:19 Diperbarui: 13 Agustus 2018   00:35 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Radikalisme. Kata ini sering kali muncul di berbagai media akhir-akhir ini. Visualisasi yang ditampilkan biasanya segerombolan orang dengan muka marah, berteriak sampai urat lehernya nampak, membuat huru-hara dan kekacauan.

Kata ini juga sering kali di asosiasikan dengan kata fundamentalis, ekstrimis, garis keras, dan rangkaian angka-angka.

Sebenarnya banyak sisi dari keseluruhan hal ini yang membuat saya sangat gatal untuk membahasnya, akan tetapi di sini saya akan membahas poin radikalismenya saja.

Kata radikalisme atau radikal sering kali dikonotasikan negatif. Bahkan banyak seruan ajakan untuk menangkal radikalisme.

Slogan-slogan pluralisme dan keterbukaan digunakan dalam ajakan menangkal radikalisme tersebut.

Akibatnya ada semacam polarisasi di masyarakat antara kaum radikal dengan kaum plural, antara fundamentalis dengan nasionalis.

Tapi apa sebenarnya radikal itu? Dalam KBBI radikal artinya; secara mendasar (sampai kepada hal yang prinsip) ; maju dalam berpikir atau bertindak. Dari 2 pengertian tersebut saya menyimpulkan bahwa seorang yang radikal berarti akan berfikir dan bertindak secara mendasar dan prinsipil. Lalu seperti apa berfikir dan bertindak secara mendasar dan prinsipil?

Paulo freire membedakan 3 jenis kesadaran; kesadaran magis, kesadaran naif, dan kesadaran kritis.

Kesadaran magis melihat faktor di luar manusia (natural dan supranatural) sebagai penyebab.

Kemudian kesadaran naif, melihat aspek manusia sebagai penyebab permasalahan.

Lalu kesadaran kritis, melihat aspek struktur dan sistem sebagai akar permasalahan.

Maka saya menyimpulkan radikal berarti pemikiran dan tindakan yang dibangun atas dasar kesadaran kritis.

Lalu bagaimana seseorang menjadi radikal? Bagaimana seseorang dapat berfikir dan bertindak atas dasar kesadaran kritis?

Melalui dialog kritis, sebuah diskursus dengan refleksi dan aksi sehingga kita memiliki kesatuan realitas antara pengetahuan dengan kondisi yang sebenarnya. Tanpa melalui sebuah dialog dan hanya indoktrinasi sepihak akan menghasilkan realitas yang terpisah, antara pengetahuan yang diberi dengan kondisi yang dilihat.

Sebab setiap orang memiliki reaksi dan pemaknaan yang berbeda atas dunia, setiap manusia juga hidup dalam lingkungan dan kondisi sosial budaya yang berbeda juga sehingga dibutuhkan sebuah dialog agar kita dapat memahami realitas secara utuh.

Jadi, aneh sekali jika radikalisme diartikan sebagai pandangan yang sempit dan menolak keberagaman dan bahkan radikalisme dilawankan dengan pluralisme.

Gerakan sektarian berbasis agama diartikan sebagai radikal dan kemudian ditandingkan dengan gerakan sektarian lain dengan membawa atribut nasionalis dan plural. Polarisasi ini bukan hanya tidak melahirkan ruang diskursus, tetapi juga melahirkan ruang debat kusir berbasis identitas.

Saya rasa kita butuh untuk berhenti sejenak dari pertikaian-pertikaian publik dan mengartikan kembali apa yang dimaksud radikal. Setelah itu kita buka ruang-ruang dialog kritis antar kutub-kutub tersebut, barulah klaim diri sebagai radikal. Itu radikalisme.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun