Mohon tunggu...
Winka Nafi
Winka Nafi Mohon Tunggu... Guru - Hanya seorang guru yang masih berstatus murid

Hanya suka membaca suasana dan menuliskan pikiran

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menimbang Fenomena "Waliyullah" Masa Kini

21 Desember 2024   15:18 Diperbarui: 21 Desember 2024   15:25 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Santer dalam beberapa hari ini kabar tentang seorang manusia yang mengaku dan diaku-aku oleh pengikutnya sebagai waliyullah. Perilaku dan perkataannya yang di luar kebiasaan manusia umum, seperti pengakuannya dapat berbicara dengan hewan-hewan, malaikat, dan jin, rupanya dapat menggemparkan kaum Muslimin di Indonesia. Sebagian menyatakan bahwa itu aneh, namun tak sedikit pula yang menyatakan bahwa itu adalah tanda-tanda kewalian. Lantas, muncul di benak kita bersama, apa definisi yang tepat tentang waliyullah itu? Apakah waliyullah adalah orang yang bisa berjalan di atas air? Apakah waliyullah adalah orang yang bisa berbahasa semut? Atau, apakah waliyullah itu yang bisa merubah air biasa menjadi air zam-zam? Itulah yang akan kita bahas dalam tulisan yang singkat ini.

Definisi waliyullah itu sebenarnya sudah ada di dalam firman Allah yang termaktub dalam surat Yunus ayat 62 dan 63 yang artinya:

"Ketahuilah bahwa wali-wali Allah itu tidak pernah ada rasa khawatir dan duka cita dalam diri mereka. Ialah mereka itu orang-orang yang beriman dan senantiasa bertakwa."

Dalam mendefinisikan kata "wali", Imam Fakhruddin Ar-Razi rahimahullah dalam Tafsir Mafatih Al-Ghaib mengambil definisi dari para Mutakallimin bahwa waliyullah adalah orang yang datang dengan akidah yang sahih berlandaskan pada dalil dan ia juga datang dengan amal-amal saleh yang sesuai dengan syariat.

Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah dalam tafsirnya menjelaskan bahwa perkataan ( ) berarti mereka tidak memiliki rasa khawatir akan kehidupan akhirat. Adapun makna ( ) berarti mereka tidak memiliki rasa sedih atau duka cita bila kehilangan kehidupan dunia.

Keadaan para wali yang tidak memiliki rasa khawatir akan nasibnya di akhirat kelak, tidak memiliki rasa sedih atau duka cita bila ditinggalkan oleh kehidupan dunia, memiliki keimanan yang teguh serta ketakwaan yang tinggi, itu tidaklah didapatkan kecuali karena mereka benar-benar hidup dalam kedekatakan kepada Allah Ta'ala. Kedekatan atau taqarrub yang mereka dapatkan itu tidak lain karena keteguhan dan istikamah mereka dalam menjalankan syariat Allah. Tentunya syariat itu ialah yang termaktub dalam kitabullah dan sunnah Rasulullah .

Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah dalam fatwanya berkata, yang artinya:

"Maka, wali-wali Allah itu adalah ahli iman dan takwa yang mentauhidkan Allah, istikamah di atas agama-Nya, menunaikan kewajiban-kewajiban dari-Nya, meninggalkan larangan-laranggan dari-Nya. Mereka itulah wali-wali Allah yang ahli iman dan mereka pula adalah ahli takwa."

Fatwa dari Mufti Kerajaan Arab Saudi terdahulu ini selaras dengan ungkapan Imam Abu Al-Qasim Abdul Karim Hawazin Al-Qusyairi rahimahullah dalam kitab Ar-Risalah Al-Qusyairiyah yang artinya:

"Sehingga seorang wali itu benar-benar dikatakan sebagai wali yang senang melaksanakan hak-hak Allah dengan benar dan selalu menjaga perintah-perintah Nya, baik dalam keadaan senang maupun susah."

Setelah kita mengetahui bahwa waliyullah itu adalah orang yang benar-benar memiliki hubungan yang special dengan Allah akibat keistiqomahan mereka menjalankan syariat, perlu kita ketahui pula bahwa efek dari hubungan special ini adalah karamah. Syaikh Abdullah bin Abdul Hamid Al-Atsari hafidzahullah dalam kitabnya Al-Wajiz fi Aqidati As-Salaf Ash-Shalih menyatakan bahwa karamah adalah kejadian luar biasa yang datangnya dari Allah karena ketaatan dan ia dikhususkan bagi orang-orang yang selalu istiqamah.

Karamah ini biasanya berupa kejadian-kejadian di luar nalar yang terjadi pada seorang manusia. Karamah inilah yang dijadikan barometer seseorang itu dikatakan sebagai waliyullah. Misalnya saja karamah yang dimiliki oleh Umar bin Khattab radhiyallahu anhu. Suatu saat, sungai Nil di Mesir mengalami kekeringan yang luar biasa. Lantas masyarakat Mesir saat itu melakukan ritual jahiliyah berupa persembahan seorang gadis yang masih perawan. Melihat hal itu, gubernur Mesir saat itu Amr bin Al-Ash menganggap ini kelewatan dan tidak sesuai dengan syariat Islam. Ia akhirnya mengirimkan laporan kepada khalifah Umar bin Khattab radhiyallahu anhu. Setelah menerima laporan, maka Umar bin Khattab radhiyallahu anhu menuliskan sepucuk surat dan meminta Amr bin Al-Ash untuk melemparkan surat tersebut ke sungai Nil. Qudratullah, sungai Nil memancarkan airnya dengan deras seketika. Mengapa bisa demikian? Karena dalam surat itu, Umar bin Khattab radhiyallahu anhu menuliskan demikian:

"Dengan nama Allah, dari hamba Allah, Amirul Mukminin Umar bin Al-Khattab kepada sungai Nil di Mesir, amma ba'du: Bila engkau mengalir karena keinginanmu sendiri, maka janganlah engkau mengalir. Namun bila engkau mengalir karena perintah dan kuasa Allah, maka aku meminta kepada Allah untuk mengalirkan engkau."

Mempercayai adanya karamah para wali ini adalah akidah yang harus dipegang oleh Ahlussunnah wal Jamaah, baik dari kalangan salaf maupun khalaf. Karena ini adalah hal yang disepakati. Sebagaimana disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibn Taimiyah rahimahullah dalam kitab Majmu' Al-Fatawa:

"Dari dasar-dasar akidah Ahlussunnah wal Jamaah adalah membenarkan akan karamah-karamah para wali, dan apa yang diberikan Allah kepadanya dari hal-hal yang di luar kebiasaan atau akal, dan dari beberapa ilmu dan kasyaf, dan dari beberapa kemampuan dan pengaruh atau bukti."

Namun, perlu dipertegas di sini bahwa karamah para wali ini tidaklah didapat kecuali dengan keistiqomahan mereka berjalan di atas syariat Allah. Mereka hidup tidak keluar dari ketentuan Qur'an dan Sunnah. Akibat keistiqomahan ini, maka Allah memberikan karamah kepada mereka.

Maka sungguh salah kaprah bahkan sesat bila ada orang mengaku-aku memiliki karomah, namun ia tidak istiqomah berjalan di atas syariat Allah. Sungguh aneh bila ada orang diaku-aku sebagai waliyullah, namun ia tidak mau melaksanakan shalat dan puasa. Bahkan ada orang yang diaku-aku dan mengaku wali, namun ia menolak perintah shalat dan puasa. Ia berpikir bahwa orang yang sudah makrifatullah, maka tidak wajib untuknya shalat. Justru orang yang sudah mencapai derajat makrifatullah, maka ia akan lebih istiqomah melaksanakan shalat wajib dengan berjamaah pula.

Ingatlah akan perkataan Syaikh Muhammad Hasyim Asy'ari rahimahullah dalam kitab Ad-Durar Al-Muntatsirah ketika ditanya tentang seorang wali yang tidak melaksanakan shalat lima waktu, maka beliau menjawab:

"Endi-endi wong kang nulayani syara', maka iku wong kang dijelumprungake hawa nafsune lan wong kang dibujuk syaithan!"

Artinya:

"Siapa saja orang yang melanggar syariat, maka orang itu telah terperosok dalam hawa nafsunya dan ia adalah orang yang dibujuk oleh setan!" 

Al-Ustadz Prof. Yunahar Ilyas rahimahullah, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah bidang Tarjid, Tajdid, dan Tabligh terdahulu, menjelaskan bahwa karamah itu diberikan kepada para wali atas izin Allah dan ia bersifat alamiah serta tidak untuk pencitraan. Artinya, karamah itu memang ada, namun ia tidak untuk dipamerkan apalagi diaku-aku.

Dari penjelasan singkat tentang wali dan karamah di atas, dapat disimpulkan bahwa waliyullah itu adalah orang yang istiqomah dan selalu berpegang teguh kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah. Mereka adalah manusia pilihan yang memiliki rasa cinta mendalam kepada Allah. Sehingga, Allah memberikan keistimewaan kepada mereka berupa karamah yang nyata. Akan tetapi, karamah ini tidak untuk dibangga-banggakan, apalagi dipamerkan.

Semoga kita terhindar dari tipu daya wali-wali palsu abad ini. Kepada mereka yang tertipu dengan wali palsu itu, kita doakan untuk segera disadarkan oleh Allah Ta'ala. Marilah kita lebih selektif dalam melihat fenomena yang ada dengan terus meng-upgrade ilmu yang kita miliki. Semoga Allah melindungi kita semua. Aaamiiin..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun