Mohon tunggu...
Wingwing Thalasa
Wingwing Thalasa Mohon Tunggu... -

Elderly Woman Behind the Counter in a Small Town ~[PJ]

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cinta di Ganesha

5 Agustus 2013   20:48 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:35 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Baru beberapa meter meninggalkan area Masjid, Moza merasakan sesuatu yang tak lazim. Dari sekian banyak orang yang hilir mudik ditambah jumlah kendaraan yang tak terhitung, matanya dengan jelas menangkap sosok yang baru saja diperhatikannya. Ia berbalik di antara kerumunan, berjalan menuju ke arahnya. Ada perasaan aneh yang hinggap dalam dirinya. Perpaduan takut dan malu yang menghasilkan kecemasan tak beralasan. Bagaimanapun ia tak pernah mengenal orang itu, namun perasaan itu semakin menjadi hanya karena gestur yang diperlihatkannya.

“Ahh, kenapa aku jadi seperti ini?” ia menyadari kejanggalan perasaannya. Ia berusaha berpaling, berpura-pura singgah di lapak CD emperan, sekedar menghindar dari orang asing yang baru dilihatnya.

“Konyol!” pikirnya, “kenapa aku harus menghindar!”

Berkali-kali ia mencoba mengelak dari perasaan tersebut, namun perasaan itu semakin kuat seiring dengan jarak orang itu yang semakin mendekat.

“Ahh, baru sekarang aku merasa seperti ini. Apakah ini jawaban atas doaku selama ini?” batinnya.

Namun, kejanggalan yang dirasakannya semakin berkecamuk, begitupun dugaan pemikiran tentang kepasrahan dalam doanya. Secepat itukah doanya terjawab? Kecemasan kian menjadi, ternyata membuat gerak tubuhnya menjadi kikuk. Hingga ia tak sadar telah memegang 3 map kumpulan CD sekaligus. Tindakan yang tak lazim dilakukan oleh pengunjung atau pelanggan yang memang berniat memilih CD. Hanya beberapa langkah, lelaki itu akan sampai pada posisinya. Ia kembali dikejutkan oleh dering dan getar HP di tas kecilnya.

Saved by the bell!” begitu pikirnya. Sepertinya, mengangkat panggilan adalah cara terbaik untuk mengembalikan kejanggalan sikapnya. Namun, apa yang dipikirkan, ternyata meleset. Ia kembali medapat kejutan saat melihat nama yg menelfonnya.

“Ya allah! Apakah ini cobaan untukku?”

***


Beberapa menit setelah panggilan itu, Moza kembali memasuki taman Ganesha. Duduk terdiam di depan kolam, memangku kaki kanan yang dijadikan tumpuan lengan yang kini menopang dagunya. Sesekali ia menengadah, memerhatikan burung-burung yang hinggap di pepohonan.

“Hei, lama menunggu ya? Maaf!” seorang lelaki menyapanya dari belakang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun