Mohon tunggu...
Wingwing Thalasa
Wingwing Thalasa Mohon Tunggu... -

Elderly Woman Behind the Counter in a Small Town ~[PJ]

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cinta di Ganesha

5 Agustus 2013   20:48 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:35 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Rasa sepi semakin menyesak dalam diri Moza, setelah 32 tahun hidup tanpa merasakan jatuh cinta yang sesungguhnya. Sebuah kewajaran tatkala ia merasa iri saat melihat pasangan yang jauh di bawahnya. Seperti saat itu saat ia sengaja menyusuri taman Ganesha. Matanya seolah tak sanggup lagi menatap beberapa pasangan yang duduk berduaan di bangku taman yang dilewatinya.

“Ya Allah, di manakah insan yang berhak atas diriku sebagai pelengkap tulang rusuknya?” keluhnya dalam hati.

Ia sama sekali tak sadar jika langkahnya semakin cepat. Keluar dari taman, ia bergegas menuju Masjid Salman. Mendekatkan diri pada Pencipta, adalah satu-satunya cara yang biasa dilakukan untuk mendapat ketenangan. Selain memanjatkan doa dan pinta agar pintu jodohnya segera terbuka.

Entah ratusan, atau ribuan kali ia memanjatkan doa yang sama, memohon petunjuk tentang jodoh. Tak lupa memohon ampun atas ketakaburan yang kini membuatnya jatuh dalam penyesalan. Tentang komitmen untuk tak berpacaran sebelum ia mencapai kesuksesan dalam karirnya.

Perihal karir, Tuhan memang telah mengabulkan doanya. Namun karir yang diperoleh telah membuatnya terlena. Beberapa kali ia menolak lelaki yang mendekatinya, dengan alasan belum mencapai kemapanan dalam karir. Namun, saat ini ia sadar, bahwa manusia tak akan pernah puas pada pencapaiannya. Bagaimanapun, tak pernah ada target yang pasti untuk sebuah kesuksesan.

“Ya, Allah, saat ini aku benar-benar pasrah dan mengembalikan segala sesuatuya padaMu. Siapapun lelaki yang sanggup menyentuh hatiku dan berani meminangku, maka dialah jodoh yang Kau tunjukkan.” doanya saat itu, menunjukkan jika ia benar-benar berada di ujung kepasrahan.

***

Di teras Masjid, seketika ia terkejut oleh gerak-gerik lelaki yang sangat ia kenal. Lelaki yang berjalan dengan langkah tenang namun pasti. Posisi kepalanya yang khas saat berjalan, selalu fokus ke depan. Meski jarang sekali menoleh, namun Moza tahu, jika matanya selalu memindai apa saja yang tertangkap di hadapannya. Dari semua gesture yang diperlihatkan lelaki itu, Moza teringat Ardian.

Teman sekantor yang ia tahu menyukainya dan selalu memerhatikan secara diam-diam. Namun seketika ia sadar jika lelaki yang kini diperhatikannya bukanlah Ardian. Tinggi dan besaran tubuhnya, bukanlah ciri fisik dari Ardian, lelaki yang ia kenal. Begitupun dengan gaya berpakaiannya yang terlalu rapi. Dia bukan Ardian.

“Kenapa tiba-tiba aku menyamakannya dengan Ardian?”  bisiknya lirih dalam hati.

Mengabaikan apa yang baru saja dialaminya, Moza melangkah keluar masjid. Outlet-outlet sepanjang Dago adalah tujuannya. Bukan untuk memenuhi hasrat konsumtifnya, melainkan sebagai aktualisasi diri dan ide. Melihat produk-produk baru adalah sesuatu yang menunjang karirnya sebagai desainer. Selain itu, mengunjungi outlet dengan berjalan kaki, adalah kesengajaan untuk mengganti waktu olah raga yang jarang sekali dilakukan karena kesibukannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun