Mohon tunggu...
Windy Maharani
Windy Maharani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Psikologi

Learn and grow

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Belajar dan Bermain untuk Mendapatkan Reward

31 Desember 2021   23:38 Diperbarui: 31 Desember 2021   23:45 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Ai Royin Kudsiyah, Windy Maharani, dan Laila Meiliyandrie Indah Wardani

Fakultas Psikologi, Universitas Mercu Buana

"Berikan kepada saya sepuluh orang anak, maka saya akan jadikan kesepuluh anak itu sesuai dengan kehendak saya."-John B. Watson

Menanam Kebiasaan pada Anak

Quote dalam paragraf diatas merupakan kutipan langsung dari John B. Watson. Tokoh yang mengembangkan behaviorism learning theory pada tahun 1913 tersebut, menjelaskan pemahaman dalam behaviorism yang memandang individu dari segi fisik dan mengabaikan aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui kecerdasan, bakat, minat, dan perasaan individu dalam suatu penelitian. Namun usaha melatih refleks dari pemberian stimulus sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai oleh individu. Watson mengemukakan teori mengenai perbedaan individu dalam hasil yang diperoleh dikarenakan stimuli pengalaman belajar yang berlainan (Muhajirah, 2020). Kutipan tersebut dapat diartikan bahwa prinsip dari Watson dengan gagasan orangtua mampu mengkondisikan anaknya dalam pembelajaran berulang. Semua perilaku yang dihasilkan anak membutuhkan stimuli baik positif atau negatif, yang akan mengubah perilaku mereka. Dengan dasar teori behaviorisme, anak dianggap pasif dan perilaku dibentuk melalui penguatan positif dan negatif. Ini berarti bahwa perilaku anak dapat diubah dan dimodifikasi melalui penguatan, tetapi jenis penguatan apa yang terbaik? Positif atau negatif?

Dalam pembelajaran individu, orangtua berperan sebagai sumber pengetahuan pertama yang ditiru dan diamati oleh seorang anak. Dan stimuli yang diberikan oleh orangtua akan berperan signifikan bagi kemampuan seorang anak. Menurut pakar tokoh behaviorism theory, termasuk diantaranya Pavlov, Thorndike, Watson, dan Skinner, telah menginformasikan disiplin ilmu tentang metode mempengaruhi perilaku, termasuk memberikan wawasan berharga untuk pengajaran, pelatihan, dan pembelajaran dalam pendidikan. Teori-teori tersebut menjelaskan bagaimana perilaku individu dapat dikondisikan melalui berbagai teknik yang terbentuk di lingkungan individu tersebut. Salah satu contoh pengkondisian yang klasik adalah sebuah treatment percobaan dimana stimulus diberikan untuk merangsang respon tertentu. Pengkondisian disini didefinisikan sebagai kondisi dimana reward dan consequences dilatih untuk mempertajam refleks perilaku. Teori tentang pengkondisian lewat behaviorism learning ini memberikan penawaran bagus tentang bagaimana merancang instruksi untuk mendukung pembelajaran dan penting dalam pelatihan seorang anak (Kaplan, 2018; Laeli, 2020).


Secara mendasar pembelajaran secara teori menurut behaviorisme adalah hasil dari tingkah laku yang berubah karena adanya sebuah hubungan timbal balik antara stimuli dan respons. Jadi dengan begitu, belajar terjadi karena adanya interaksi antara stimuli dan tanggapan, sehingga terjadinya proses perubahan-perubahan yang ditanamkan kepada anak agar kemampuan untuk bertindak menghasilkan tanggapan baru. Pembelajaran untuk memperoleh perubahan sikap yang konsisten melalui penerapan metode behaviorisme secara berulang-ulang sangat cocok untuk anak di usia dini. Anak ditanamkan untuk terbiasa menerima stimulus dari orangtua yang bertujuan pada hasil akhir perubahan keterampilan atau reaksi anak tersebut. Pada behaviorisme yang dapat diukur adalah hasil dari stimulus yang diberikan. Guna peningkatan prestasi akademik anak orangtua harus mempertimbangkan adanya pemberian reward/hadiah atas tercapainya sebuah goals tertentu, begitu pun sebaliknya orangtua harus bertindak dalam mengurangi hasil/perilaku yang tidak sesuai/tidak diharapkan, dan memberikan punishment negatif (Nahar, 2016). 

 

Pemberian Reward-Consequence yang Tepat

Sebagai orangtua, kita dapat melatih dan mendorong perilaku anak dengan memberikan pujian yang tepat. Contoh yang sering kali diucapkan biasanya adalah pujian "aduh pintarnya anak Ayah Bunda" saat anak berperilaku sesuai dengan yang orangtua inginkan. Hal ini dapat meningkatkan motivasi anak, namun tidak memberi mereka gambaran yang jelas mengenai apa yang diperlukan untuk mendapat afirmasi positif dari orangtua untuk anak tersebut. Anak juga tidak mengerti secara spesifik perilaku apa yang menyebabkan orang dewasa memujinya, sehingga menyebabkan ketidakpedulian. Ungkapan umum "pintarnya anak Ayah Bunda" menjadi tidak penting dan tidak mendorong perilaku positif yang berkelanjutan.

Jadi ketika memberikan pujian, ubahlah kalimat "pintarnya anak Ayah Bunda" itu menjadi "Bunda senang sama cara Adek jelasin jawaban dari pertanyaan Bunda," sehingga pujian tersebut berfokus pada pertumbuhan, pembelajaran, dan perkembangan. Perilaku anak juga diapresiasi secara positif. Hal ini memberikan kesempatan pada orangtua untuk berpikir tentang apa yang sebenarnya membuat mereka bersemangat tentang perilaku anak, sehingga hal ini menjadi win-win solution bagi pihak orangtua dan juga anak. Anak merasa didukung dan termotivasi dengan afirmasi positif, dan orangtua dapat mengidentifikasi perilaku yang sesuai untuk mendorong anak-anak.

Kemudian dengan memberikan pujian yang spesifik dan terdefinisi dengan baik, orangtua dapat menjadi contoh perilaku positif yang bisa dijadikan model bagi anak. Komunikasi sangat penting untuk mewujudkan harapan yang realistis. Orangtua tidak bisa menginginkan anak mereka yang berusia dua tahun langsung dapat duduk saat makan begitu saja dengan mudah. Namun, ketika perilaku tersebut dicontohkan langsung dan keinginan orangtua disampaikan secara jelas kepada anak, perilaku yang diharapkan lebih mungkin untuk terealisasi. Sehinga, alih-alih orangtua menjadi frustrasi ketika perilaku anak yang tidak sesuai dengan ekspektasi, orangtua dapat membimbing anak dan menawarkan bantuan jika perlu.

Konsekuensi yang konsisten dan realistis sangat penting untuk perilaku anak. Hal ini bisa menjadi persoalan yang kompleks dan situasinya dapat dimanipulasi oleh anak. Feedback atau konsekuensi sangat penting dalam behaviorisme. Informasi baru diperoleh setelah perilaku yang diharapkan mendapatkan feedback. Memilih imbalan yang sesuai itu penting agar dapat diberikan orangtua secara konsisten. Ketika anak tidak mendapatkan penghargaan seperti yang diharapkan setelah bekerja keras melakukan sesuatu yang positif, anak akan merasa kecil dan kehilangan kepercayaan diri sehingga ia tidak akan termotivasi untuk melanjutkan perilaku tersebut. Ketika dia berperilaku negatif, dibanding memberikan hukuman, hal yang lebih tepat adalah dengan mengambil kembali reward yang diberikan pada anak. Hadiah tersebut bisa diputuskan bersama. Sehingga anak mampu mengerti bahwa konsekuensi dari perilakunya juga berdasar dari keputusannya sendiri. Parenting dengan behaviorism learning theory pada kesimpulannya adalah cara mengasuh dengan mengarahkan respons menuju perilaku positif demi terbentuknya perkembangan anak yang sehat dan bahagia.

Referensi

Kaplan, D. E. (2018). Behaviorism in Online Teacher Training. Psychology, 9(1), 570-577. https://doi.org/10.4236/psych.2018.94035

Laeli, AF. (2020). Behaviorism; Psychological Theory of Learning. English Language, Literature, and Teaching, 5(2), 87-93. https:doi.org/ 10.32528/ellite.v5i2.3265

Muhajirah. (2020). Basic of Learning Theory (Behaviorism, Cognitivism Constructivism, and Humanism. International Journal of Asian Education. 1(1), 37-42.

Nahar, N.I. (2016). Penerapan Teori Belajar Behavioristik Dalam Proses Pembelajaran. Nusantara (Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial). 1 (1), 64-74.

Pratama, A. Yoga. 2019. Relevansi Teori Belajar Behaviorisme Terhadap Pendidikan Agama Islam. Jurnal Pendidikan Agama Islam Al-Thariqah Vol. 4.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun