Mohon tunggu...
Windy Garini
Windy Garini Mohon Tunggu... Guru - Pembelajar Sejati Sepanjang Hayat

Selalu berproses untuk bertumbuh menjadi pribadi yang selalu semangat belajar dan berbagi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Penerapan Zentangle Art Sebagai Solusi Praktis Menjaga Kewarasan Guru

30 Juni 2021   20:00 Diperbarui: 30 Juni 2021   21:35 1037
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Memasuki Tahun Ajaran Baru 2021 ini wabah Covid 19 semakin menyebar massif dan angka penularannya semakin parah. Hampir semua daerah di Indonesia megalami peningkatan secara signifikan angka penderita baik yang kormobid maupun yang Orang Tanpa Gejala (OTG). Korban penderita tidak lagi hanya menimpa orang dewasa tetapi sudah mulai menjalar ke usia anak-anak bahkan balita. Yang sebelumnya jalur penularan hanya menimpa pada klaster perkantoran, perdagangan, sekarang sudah mulai merambah ke klaster sekolah dan keluarga.  Fenomena ini tentu saja membuat status daerah di setiap provinsi yang ada di Indonesia nyaris mendekati kategori zona merah dan hitam.

Data terupdate yang setiap hari ditampilkan baik itu di media cetak, media online maupun di media sosial semuanya menunjukkan bahwa pemerintah juga masyarakat harus semakin waspada dan tetap harus menjaga Pesan Ibu yaitu selalu menjalankan Protokol Kesehatan 3 M (Mencuci Tangan, Memakai Masker dan Menjaga Jarak) dalam setiap aktivitas kita di manapun, kapanpun dan dalam situasi apapun.

Dalam kondisi yang serba mengkhawatirkan ini pula, tak terasa dunia pendidikan sudah memasuki Semester Ganjil Tahun Ajaran 2021/2022. Sebelum Semester Genap  berakhir telah terbit SKB 4 Menteri yang saah satunya adalah  Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia tertanggal 20 November Tahun 2020, Nadiem Makarim, yang menginformasikan bahwa setiap sekolah baik di jenjang pendidikan dasar, menengah hingga perguruan tinggi sudah diperbolehkan untuk pembelajaran tatap muka kembali. (Kemdikbud.go.id) Adapun kewenangan untuk membuka sekolah kembali dan belajar secara tatap muka tetap harus mengikuti tahapan perizinan, prosedur yang diprasyaratkan untuk dipenuhi  hingga pelaksanaan protokol kesehatan yang ketat, sudah diserahkan ke pemerintah daerah masing-masing. Dan kebijakan ini tentunya tak lepas dari koordinasi dengan Satgas Gugus Covid daerah setempat.

Namun angin segar dari Surat Edaran tersebut kembali surut, setelah fenomena yang muncul saat memasuki Tahun Baru 2021 justru angka Covid semakin tinggi dan seolah tak terkendali. Hal ini yang akhirnya kembali Kemdikbud melalui siaran pers tertanggal 3 Januari Tahun 2021 mengumumkan Penundaan Kembali Pembelajaran Tatap Muka di semua jenjang pendidikan. (Kemdikbud.go.id) Berita ini tentu saja membuat semua yang terlibat dalam dunia pendidikan terutama guru dan siswa harus kembali mempersiapkan diri Pembelajaran Jarak Jauh Daring maupun Luring. Tentu saja fenomena ini tidak mudah dilakukan semudah kita mendengar berita yang diumumkan.

Untuk profesi Guru sendiri, tentu saja fenomena ini tidak mudah dijalankan. Apalagi pada semester sebelumnya, masih banyak kendala dan keluhan yang dihadapi Guru dalam menjalani pembelajaran secara daring. Dari masalah teknis pembelajaran yang mau tak mau Guru harus mengalihkan metode dan media pembelajaran menjadi secara digital dan berbasis IT, dan ini membuat kerumitan tersendiri terutama sebagian besar Guru yang berasal dari generasi digital immigrant. Namun dari kendala kompetensi profesional yang sering dikemukakan, sebenarnya ada kendala yang menurut penulis sangat vital dan akhirnya mempengaruhi mindset dan kesiapan mental untuk menjalani PJJ daring.

Kendala tersebut adalah kendala Kompetensi Pribadi dan Kompetensi Sosial. Masalah yang terkait dengan kompetensi ini seolah tak pernah muncul dipermukaan. Dan yang selalu dibahas dalam setiap pertemuan dari tingkat sekolah hingga Dinas Pendidikan adalah gimana mempersiapkan Kompetensi Pedagogik dan Profesional Guru, tak pernah sekalipun dibahas bagaimana mempersiapkan kompetensi sosial dan pribadi Guru selama PJJ daring.

Dan akhirnya dalam masa pandemi ini, model kegiatan pengembangan diri Guru baik dalam bentuk webinar, workshop ataupun pelatihan virtual selalu yang berkutat hanya pada tema kompetensi profesional dan pedagogik. Seolah kompetensi sosial dan pribadi menjadi nomor sekian untuk seorang Guru baik sebagai seorang pengajar juga pendidik. Tak heran akhirnya ini berdampak pada pola pengajaran dan pendidikan Guru saat pembelajaran jarak jauh. Banyak Guru yang mengalami kebingungan, kegelisahan, stress dan depresi. Guru juga sudah mengalami kebosanan yang akut atau burn out.

Banyak Guru yang tidak merasa nyaman apalagi menjadi Guru yang kreatif dan produktif saat PJJ daring.

Yang menjadi korbannya adalah siswa sebagai peserta didik. Pembelajaran jarak jauh yang terjadi justru semakin membebani siswa dengan adanya tugas yang diberikan Guru semakin banyak.

Metode dan media yang digunakan cenderung monoton dan menguras kuota internet, kendati pembelajaran yang dilaksanakan sudah berbasis IT dan digital. Kreativitas dan Pemahaman Pedagogik Guru seolah terhambat untuk berkembang. Belum lagi dampak yang ditimbulkan dalam lingkungan kerja, dimana Guru harus tetap berinteraksi dengan teman sejawat juga manajemen sekolah sebagai support system Guru di sekolah.

Tiadanya perhatian akan kompetensi pribadi dan sosial Guru kemungkinan akan mengakibatkan , sosok pribadi Guru jadi semakin sensitif dan labil secara emosional. Bahkan bukan tidak  mungkin tingkat kedisiplinan, komitmen dan integritas dalam memberikan pelayanan di sekolah juga tidak maksimal. Belum lagi Guru yang juga memiliki keluarga di rumah, dampak yang akan sangat terasa saat menjalankan peran sebagai orangtua yang harus juga mendampingi anaknya untuk PJJ daring yang mungkin kesulitan  yang dialaminya  sama seperti orangtua pada umumnya di masa pandemi ini. Guru harus menggantikan sosok Guru anaknya yang ada di sekolah.  

Permasalahan yang terkait dengan kompetensi sosial dan pribadi sebenarnya sangat melekat sejauh mana kewarasan atau kesehatan mental Guru tetap terjaga.

Dan apakah Guru juga menyadari dirinya masih dalam batas normal kesehatan psikologisnya selama masa pandemi ini. Mungkin yang bisa menjawab dan merasakan pribadi guru tersebut tentunya. Menurut Muhammad Surya (2014: 154), Kesehatan Mental merupakan fungsi keseluruhan kepribadian secara keseluruhan kepribadian secara penuh dan harmonis. Dalam kondisi mental yang sehat, potensi-potensi baik yang bersifat pembawaan maupun yang diperoleh, terekpresikan secara penuh, harmonis, dan terarah kepada satu tujuan. Mereka yang potensinya secara penuh, dan bebas, ia tidak merasa ragu-ragu atau terkekang. Ada beberapa upaya yang bisa dilakukan Guru untuk mengatasi  permasalahan kesehatan mental atau kewarasan jiwa.  

Di antaranya yang pertama adalah, Guru dapat memanfaatkan Aplikasi Sejiwa yang dapat diunduh di Google Playstore. Aplikasi ini telah diluncurkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika di masa pandemi Covid-19. Aplikasi yang merupakan kolaborasi antara Kominfo dan Kantor Staf Presiden (KSP) diberi nama Layanan Sehat Jiwa (Sejiwa). Aplikasi ini disebut bakal melindungi data pribadi pengguna sekaligus melindungi kejiwaan masyarakat yang terdampak akibat kesulitan Covid-19 atau kebijakan isolasi menetap di rumah. Termasuk dalam hal ini Guru tentunya . (https://cyberthreat.id/). Dalam aplikasi tersebut Guru bisa mengetes secara mandiri dengan cara menjawab pertanyaaan yang ada dalam aplikasi. Setelah itu Guru  akan langsung memperoleh skor apakah dirinya  membutuhkan pertolongan ahli baik psikolog maupun psikiater.

Pada tahap awal Guru bisa mendapatkan layanan konsultasi via online. Selanjutnya Guru bisa membuat kesepakatan untuk pertemuan tatap muka. Dan layanan ini bisa didapatkan secara gratis jika kita memiliki fasilitas kartu BPJS. Dengan fasilitas ini Guru bisa lebih awal mengetahui sejauhmana kesehatan mentalnya masih terjaga. Karena Guru yang memiliki kesehatan mental yang baik akan memiliki keyakinan pada dirinya, optimis, memiliki tanggung jawab yang tinggi dan memiliki pola pikir yang terbuka akan perubahan juga memiliki kematangan emosional yang baik, memiliki kepribadian yang menyenangkan dan diharapkan mampu bekerjasama dengan orang lain.

Upaya lainnya yang bisa dicoba adalah pemanfaatan Zentangle Art.

Dilansir Zentangle.com, zentangle art adalah suatu teknik menggambar abstrak berulang-ulang hingga menjadi pola terstruktur yang disebut tangles.

Gambar seperti ini biasanya dibuat menggunakan tinta hitam di atas selembar kertas putih atau hitam yang disebut tile. 

Tujuannya adalah meditasi untuk mencapai kejernihan pikiran, sesuatu yang sering dikaitkan banyak orang dengan zen. Sementara zen sendiri sebenarnya adalah kondisi mental di mana benak manusia bebas dari 'penjara pikiran', sehingga terbuka untuk menerima segala hal.

Pada kebudayaan Indonesia, mungkin jenis kesenian yang paling mirip dengan zentangle art adalah batik. Batik juga menggunakan pola-pola abstrak yang digambar berulang-ulang, namun dengan bantuan alat dan media yang berbeda. Selain itu, tiap goresan pada motif batik memiliki makna tersendiri. Sementara seluruh pola zentangle dibuat murni mengikuti kemauan si pembuatnya saja. 

Biasanya pengerjaan Zentangle Art membebaskan pembuatnya untuk memadukan berbagai motif dalam satu media gambar. Dengan Zentangle Art , seseorang berlatih kesabaran, ketelitian, ketekunan dan membantu lebih banyak mengekspresikan emosinya melalui sebuah gambar. Emosi dan energi negatif yang sebelumnya lebih dominan dimiliki dalam suatu waktu, dengan melatihnya melalui Zentangle Art akan mengurangi emosi dan energi negatif menjadi tindakan yang destruktif atau meledak-ledak secara emosional. 

Untuk beberapa orang, pengerjaan Zentagle Art bisa dibantu sambil mendengarkan iringan musik yang disukainya. Tentunya hal ini akan semakin membawa seseorang menjadi lebih fokus dan konsentrasi sekaligus menikmati proses pengerjaan Zentangle Art. Imajinasi dan ketenangan jiwa menjadi satu kesatuan yang membuat seseorang merasa lebih nyaman secara psikologis. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun