Mohon tunggu...
Windi Teguh
Windi Teguh Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Penting Gak penting semua ditulis, karena menulis itu Melegakan

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Bijak Mengelola Keuangan Demi Impian Masa Depan

1 Oktober 2014   00:48 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:53 1225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dulunya saya sempat memisahkan antara investasi dan asuransi. Saya membeli produk asuransi sendiri dan investasi sendiri. Pertimbangan saya tentu saja, saya ingin hasil yang tinggi untuk investasi dengan tidak mencampurnya bersama asuransi, jadi dana yang saya investasikan murni dikembangkan untuk investasi. Sedangkan pilihan saya memilih asuransi murni, karena alasan ekonomis, agar premi yang saya bayarkan rendah. Karena saat itu saya masih single, maka saya hanya membeli asuransi kesehatan, pikir saya saat itu, saya hanya perlu perlindungan untuk diri saya pribadi bukan orang yang saya tinggalkan.

Karena masih single, saya merasa pilihan saya saat itu adalah pilihan terbaik, sesuai dengan profil keuangan dan sesuai dengan kebutuhan saya. Apalagi saya memiliki cukup waktu untuk memantau dana yang saya investasikan. Alhamdulillah semua berjalan lancar-lancar saja.

Begitu saya berkeluarga, saya belum juga merasakan perbedaan berarti. Jelas, karena saya memiliki penghasilan sendiri, jadi dana yang selama ini saya alokasikan untuk investasi dan asuransi tetap bisa saya gunakan tanpa diganggu gugat oleh suami. Semua berjalan lancar-lancar aja, tanpa ada perubahan signifikan pada perencanaan keuangan saya. Apalagi seperti yang saya ceritakan di awal, rumah, kendaraan dan fasilitas lain sudah tersedia. Makin goyang-goyang kakilah saya. Mau makan apa saja hayuk, bosan tidur di rumah tinggal pindah ke hotel. Aiiih enaknyo.

Selama berumah tangga, saya banyak berinteraksi dengan keluarga lain, teman-teman kantor suami. Kebanyakan seperti yang saya tulis di awal, merasa semuanya oke sampai tidak memikirkan rencana-rencana keuangan ke depan. Sampai saya sering bertemu dengan para pensiunan perkebunan. Suami saya type orang yang sangat suka bersilaturahim, jadi saban hari libur, jika luang ia sering mengajak saya sowan ke rumah mantan-mantan atasannya yang sudah pensiun. Kebiasaan unik yang sangat baik sekali. Menurut saya apa yang dilakukan suami saya itu adalah investasi. Yup, investasi dalam pergaulan dan hubungan baik.

Nah, dari kunjungan-kunjungan itu saya melihat langsung bagaimana perubahan kehidupan mereka. Dari yang dulu serba ada dan memiliki gaya hidup di atas rata-rata, kini seperti tercabut semuanya. Bukan berarti langsung jatuh miskin sih, hanya saja sangat berubah. Bisa dikatakan mengalami penurunan gaya hidup secara drastis. Apalagi yang saat usia produktif tidak sempat memikirkan membeli rumah, wah uang pensiun yang ada malah digunakan untuk membeli rumah. Padahal seharusnya bisa digunakan untuk tambahan modal usaha, atau malah untuk liburan.

Hal paling positif dari bersilahturahim itu disamping mempererat rasa kasih sayang adalah mendapat wejangan gratis dari orang-orang berpengalaman. Rata-rata pesannya memiliki nada yang seirama.

" Dari muda pikirkan untuk berinvestasi, biar ntar pas pensiun ngga ngos-ngosan"

" Jangan terlena dengan fasilitas yang ada sekarang, alokasikan dana untuk pensiun"

Tring... tring.... begitu pulang dari sowan, saya dan suami merenung di mobil. Memikirkan apa yang mereka katakan.

" Gila ya mas, si bapak itu dulu hidupnya mewah banget gitu, sekarang kok kayaknya serba susah, tuh tadi ade lihat, lampu rumahnya aja banyak yang mati " ( xixixi ini pengamatan iseng ngga penting)

" Iya dek, tapi bukan itu yang mas pikirkan, mas cuma ngga mau aja ntar pas kita pensiun, kayak mereka, masih harus mencari kerja lagi supaya bisa hidup seperti sekarang. Aduuuh masa udah pensiun , saatnya tenang menikmati masa tua, tetap harus cari duit sih" keluh suami.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun