Apa yang harus kami lakukan? Sedang menjalin keakraban antar anggota KKN saja sulit. Tapi, bukan KKN namanya jika tidak melewati semua masa canggung dan kurang bersahabat ini.Â
Secara kebetulan, desa tempat kami KKN adalah desa yang padat jadwal. Setiap minggu selalu ada kegiatan rutin yang diinisiasi oleh para pamong desa untuk menghidupkan tradisi.
"Kalau dilihat dari jadwal mereka, kayaknya kita ngga perlu bikin proker lagi deh" celetuk Mbak Lin yang kaget melihat padatnya kegiatan desa.Â
"Malam minggu rapat warga sekaligus perkenalan mahasiswa KKN, malam selasa kenduri di rumah Pak RT 03, malem kamis sholawatan di rumah Pak Rt 05, malam jum'at yasinan bersama di masjid kampung, malem sabtu simaan. Ini untuk satu minggu ke depan, minggu berikutnya berubah lagi jadwalnya" ujar Moris sambil membaca jadwal kegiatan kami selama satu pekan ke depan.
Jelas kami harus menyesuaikan semua jadwal ini, karena kami adalah mahasiswa KKN. Tapi, padatnya jadwal ini membuatku agak kagum dengan kekompakan di desa ini. Untuk wilayah yang jalannya curam dan banyak hutan, kegiatan padat seperti ini pun bisa terlaksana. Â
"Ini belum apa-apa, tunggu pertengahan bulan nanti, entah kita punya waktu istirahat apa nggak" tegas ketua posko yang sejak tadi pagi berkunjung ke rumah Pak Lurah. Kami tidak mencari tau lebih jauh tentang jadwal yang dikatakan Pak Ketua, karena rasanya pecuma juga kalau dibahas sekarang.
Nah, satu hal menarik dari desa ini adalah setiap kali ada acara, kegiatan desa, kumpul warga, rapat atau semacamnya, pasti selalu ada teh dan kopi hangat, kacang rebus dan roti-rotian yang siap tersaji untuk para tamu. Setiap kali kami berkunjung ke rumah warga, dimanapun lokasinya, pasti ada teh hangat dan cemilan-cemilannya.
Dan hebatnya lagi, jika ada pengajian, syukuran, khataman, tirakatan dan doa bersama saat ada yang meninggal selalu ada satu berkat nasi yang lengkap lauk pauknya. Satu berkat nasi cukup untuk dimakan orang 3.Â
Pernah dua minggu menjelang 17 an, ada jadwal padat sekali. Selama dua minggu full, dari pagi hingga malam, kami tak sempat masak untuk diri sendiri. Selama dua minggu itu, kami menyantap makanan dari satu acara ke acara lain. Tanpa henti.Â
"Aneh kalo ada yang bilang orang desa ngga mampu. Mereka tiap sedekahan aja nggak pernah tanggung-tanggung" kata Mbak Lin yang sangat salut dengan budaya, kekompakkan dan tradisi di desa ini.Â
Memang sangat tidak terduga. Apalagi kalau cuman dilihat sekilas mata.Â