Mohon tunggu...
Windi Meilita
Windi Meilita Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance Content Writer

Introvert muda yang senang menghabiskan waktu di kamar sambil scroll layar.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ibu Penjual Gado-gado

7 Februari 2024   12:38 Diperbarui: 7 Februari 2024   13:11 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ngga papa bu."

Ibu penjual gado-gado itu diam sejenak seperti mengamati aku. Aku sadar tapi nggak peduli, toh beliau ngga berbahaya. 

"Kalo kata ibu mah, di usia neng ini lakuin aja semua yang neng suka, nggak perlu mikirin orang lain, nggak perlu mikirin tanggapan orang lain. Asalkan neng punya tujuan yang jelas, biarin aja orang-orang. Toh mereka cuman ketemu neng sekali-kali aja. Jangan karena mereka neng jadi ngurung diri di kamar terus, ngga punya tujuan apalagi sampe ngga pengin ngapa-ngapain. Itu jangan banget. Umur neng ini umur emas. Cobain semua kesalahan buat nemuin kesempatan."

Kali ini aku benar-benar tidak bisa menjawab. Nasehatnya seperti tidak asing. 

"Maaf neng, ibu bukannya mau sok tau tapi rasanya neng ini kayak jarang ketemu orang. Sering sendirian. Anak ibu yang nomor tiga persis kaya neng. Kalo kata dia, dia mau hidup apa adanya aja, nggak perlu palsu-palsu. Lebih nyaman juga buat dia. Apa katanya itu ya, nggak capek, atau apa gitu. Ibu lupa. Tapi ya Ibu dukung aja, mungkin dia lagi nemuin sesuatu yang baru tapi jiwanya belum bisa ngarahin."

Aku semakin tidak bisa berkata-kata. Untungnya gado-gadoku sudah habis, jadi aku bisa mendengarkan Ibu penjual gado-gado ini sambil minum es teh.

"Kalo menurut ibu ya, ngga papa menerapkan apapun yang neng tau itu sambil nyoba-nyoba hal lain yang ada manfaatnya buat neng. Namanya belajar pastikan nggak gampang tapi setidaknya belajar sambil jalan bisa bikin neng lebih tau, mana yang cocok buat neng. Nggak perlu dengerin apa kata orang, apa kata buku. Neng punya hidup sendiri."

Aku sangat ingin menanggapi nasehat ini, entah beliau mengerti atau nggak, rasanya seperti menemukan seseorang yang mampu memahamiku hanya dalam sekali lihat. Bersedia memberi sedikit saran dan masukan tanpa memberikan tendensi khusus untuk dituruti. Aku ingin menanggapinya karena cuman beliau yang bersedia ngobrol panjang denganku meskipun aku nggak menanggapi. Aku juga ingin menanggapi semua nasehatnya karena rasanya hanya ini kesempatan yang aku punya. 

Banyak hal yang berputar di pikiranku, tentang cuitan dualitas itu, tentang aku yang menjadi penyendiri, tentang orang-orang yang berkomentar seenaknya, tentang kehidupanku yang ngga baik-baik aja, tentang sulitnya cari kerja, tentang nggak punya teman, keluarga atau orany yang bisa dipercaya untuk mendengarkan ceritaku.

Aku ingin mengutarakan semuanya. Tapi sial, semuanya hanya menyangkut di tenggorokan. Aku butuh waku, mungkin 5 menit lebih lama tapi sepertinya tidak akan cukup. Dan ternyata benar. Ada dua pembeli lain yang memesan gado-gado 10 porsi untuk di bawa ke kantor.  Ibu penjual gado-gado langsung sibuk di depan medan tempurnya. Ia mengabaikanku seolah kami ngga saling kenal. Tapi yang lebih penting dari itu,  aku justru merasa diberi waktu untuk menelaah, menyaring dan menyimpan semua nasehatnya.

Anehnya aku ngga merasa tersinggung sama sekali. Mungkin karena usia dan ucapannya tadi, 'namanya orang tua cuman bisa kasih nasehat.'  Mungkin juga karena ucapannya memang nggak menyinggung. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun