Faktor ekonomi lainnya antara lain minimnya anggaran operasional sehingga minimnya produksi berita, pelatihan jurnalis baru dan terbatasnya SDM jurnalis industri, serta perilaku spontanitas dan pragmatis beberapa penggiat media online.Â
Persaingan  yang antar media membuat para jurnalis media online menyisipkan opini pribadinya dalam pemberitaannya secara berlebihan atau sensasional dan tidak mendasarkan pada fakta sebagaimana adanya.Â
Hal ini bertentangan dengan etika jurnalistik, wartawan harus memiliki sikap objektif, terkait objektivitas informasi dan makna atau pentingnya informasi tersebut bagi masyarakat. Berita yang berimbang, adil, dan tidak memihak menjadi tuntutan bagi media online bagaimana publik menerima informasi yang berkualitas. Namun lagi-lagi demi keuntungan dan rating kode etik tidak lagi menjadi pedoman.
Di tengah kebebasan pers yang begitu besar, pers belum secara optimal meningkatkan sumber dayanya sendiri. Situasi seperti itu harus diperbaiki secara sistematis dan terus menerus. Jika pengetahuan, pemahaman dan penataan kode etik jurnalistik tidak segera diberikan, maka pers bisa menjadi liar dan tidak terkontrol.Â
Semakin independen pers, semakin penting untuk menerapkan dan merancang kode etik jurnalistik. Jika media online terus melakukan pelanggaran, tidak menutup kemungkinan suatu saat publik akan mempertanyakan konten media apa yang akurat dan terpercaya. Media meyakini kebebasan pers, namun sebagai media mereka harus berpegang pada kode etik jurnalistik dalam pemberitaannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H