Mohon tunggu...
Windarsih
Windarsih Mohon Tunggu... Freelancer - Penikmat Bumi Manusia

Mahasiswi kelahiran Wonogiri yang tengah merantau di Kota Semarang

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Hambatan Pemberantasan Korupsi di Indonesia (Sebuah Ungkapan Cinta Untuk KPK)

6 Mei 2019   18:05 Diperbarui: 6 Mei 2019   18:41 1459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menurut Komisi Pemberantasan Korupsi pada artikel yang terbit di situs resminya www.kpk.go.id tanggal 2 Mei 2019, selama ini untuk mengevaluasi tingkat korupsi di Indonesia, pemerintah mengacu pada hasil Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang dilansir Transparency International. Namun, kita sendiri tidak pernah tahu, siapa-siapa saja pihak yang melakukan survei tersebut, siapa saja respondennya dan apa saja topik yang ditanyakan dalam survei tersebut.

Menurut saya pribadi Indeks Pemberantasan Korupsi (IPK) tidak dapat dijadikan sebagai satu-satunya acuan dalam upaya pemberantasan korupsi. Terkadang meskipun angka IPK cenderung mengalami peningkatan belum tentu tingkat korupsi di Indonesia juga turun. Baik dari jumlah kerugian maupun jumlah pelakunya. 

Karena ibarat gunung es yang tidak kita ketahui, apa yang ada di permukaan atas masih ada kemungkinan terdapat permukaan bawah yang lebih luas atau tersembunyi. Artinya kita jangan terlalu membanggakan angka IPK kita yang tahun ini diklaim naik 1 poin daripada tahun lalu yaitu 38 poin, peringkat 89 dari 180 negara.

Mengapa saya mengatakan demikian? Karena pada kenyatannya kasus tindak pidana korupsi masih terjadi di Indonesia. Sebut saja saat beberapa hari yang lalu KPK menlakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Balikpapan, Kalimantan Timur yang menjerat hakim Pengadilan Negeri (PN) Balikpapan.

Seperti yang dilansir detiknews.com, mereka yang terkena OTT adalah hakim pada PN Balikpapan atas nama Kayat, panitera Fachrul Azami, dan petugas keamanan (satpam) PN Balikpapan Supriyanto, serta Jhonson Siburian dan Daniel Manurung dan staf Rosa Isabela. Satu lagi adalah warga atas nama Sudaman yang ditangkap di rumahnya atas dugaan keterlibatan kasus yang sama. Mereka diduga terlibat kasus penipuan dokumen tanah yang sidangnya tengah digelar di PN Balikpapan. Hakim disuap untuk membebaskan terdakwa.

Kita dapat melihat dari kasus ini saja, betapa lemahnya moralitas aparat penegak hukum di Indonesia. Memang tidak semua aparat memiliki kebusukan seperti ini tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa realitanya banyak aparat yang melakukannya. Selain aparat, ternyata anggota masyarakat juga memiliki gejala yang sama, yaitu gejala yang menunjukkan keberpihakan pada hal-hal yang menguntungkan diri sendiri padahal bertentangan dengan hukum dan moralitas.

KPK merupakan institusi yang menjadi harapan bagi rakyat Indonesia. Ketika para pemegang kekuasaan begitu buruk dalam menunggangi wewenangnya dengan kepentigan-kepentingan yang bukan untuk menyukseskan pembangunan negara baik bidang ekonomi, hukum, maupun pemerintahan itu sendiri. Lalu di mana letak kepastian hukum yang seharusnya didapatkan? Ketika kerja keras KPK tidak diimbangi dengan dukungan aparat penegak hukum lainnya (misalnya POLRI, hakim, jaksa) maka keadilan hanyalah angan-angan semata.

Mari kita telusur kembali ke belakang. Kita semua tentu masih ingat tentang kasus penyiraman air keras pada salah satu penyidik KPK, Novel Baswedan pada 11 April 2017 yang sampai saat ini belum menemui titik terang.

Novel Baswedan menyebutkan ketika diwawancarai oleh Najwa Shihab pada 28 Februari 2018 bahwa makin lama penyidikan dilakukan maka akan semakin sulit untuk diungkap jadi sekarang mestinya menjadi lebih sulit untuk bisa terungkap jadi mestinya beliau tetap seperti dulu pandangannya yaitu beliau ragu bahwa POLRI dapat mengungkap kasus peyeranagn yang menimpa dirinya. 

Walaupun beliau melihat memang penyidik saat ini yang menangani sementara adalah penyidik pengganti bukan penyidik yang dari awal menangani. Artinya mereka memang ada kesulitan ketika tidak menangani dari awal.

Ketidakadilan yang didapatkan oleh Novel Baswedan saat ini tentunya juga berdampak pada keadilan yang seharusnya didapatkan oleh masyarakat. Karena seperti yang kita ketahui, saat terjadi penyerangan berupa penyiraman air keras pada saat itu Novel tengah menyelidiki salah satu kasus dugaan korupsi.

Kekhawatiran yang saya rasakan sebagai satu dari sekian juta masyarakat Indonesia adalah bagaimana kita bisa memberantas korupsi kalau KPK yang menjadi mata pisau rakyat justru dianiaya oleh oknum yang ingin menghambat upaya antikorupsi di Indonesia. Belum lagi POLRI yang dalam hal ini berperan sebagai aparat penegak hukum justru terkesan setengah hati dalam mengungkap kebenaran kasus ini. 

Seperti yang dikatakan oleh Novel Baswedan dalam Sarasehan Budaya sekaligus Peringatan Dua Tahun Kasus Penyerangan Novel Baswedan  yang digelar di Lobby Gedung Merah Putih KPK pada Kamis, 11 April 2019, bahwa tidak akan pernah ada suatu negara yang akan bisa maju apabila penegakan hukumnya bermasalah, apabila teror terjadi dibiarkan, dan apabila pemberantasan korupsinya bermasalah.

POLRI harus segera mengusut tuntas kasus ini atau semua orang akan terlanjur lupa dan lagi-lagi aparat menutup mata. Isu-isu pemberantasan korupsi tidak sepantasnya begitu saja lenyap dan tenggelam di antara hingar-bingar perpolitikan Indonesia yang saat ini tengah mengalami titik panasnya. 

Ketika rakyat sudah berusaha melakukan apa yang bisa dilakukan seperti dengan melakukan berbagai aksi sebagai dukungan kepada KPK untuk terus mengobarkan semangat antikorupsi maka sudah menjadi kewajiban aparat penegak hukum untuk tidak bermain-main dengan hukum.

Najwa Shihab yang  juga hadir pada acara Sarasehan Budaya tersebut menyebutkan bahwa dia khawatir pada efek buruk yang akan terus terjadi kalau kasus ini tidak diselesaikan. Bahkan efek tersebut sudah terjadi sekarang karena ketika tidak diselesaikan maka pelaku lapangan akan bisa melakukannya lagi. 

Bahkan sampai saat ini masih terjadi teror terhadap Novel Baswedan karena pelaku lapangan tidak ditangkap, dalangnya masih bebas merancang, dan calon pelaku berikutnya masih tenang bisa melakukan apapun. Kemudian semangat antikorupsi pasti terkena imbasnya, meskipun teman-teman pegiat antikorupsi selalu berkata bahwa nyalinya tidak akan tereduksi. Akan tetapi pasti ada efeknya.

Novel Baswedan sebenarnya dapat menceritakan soal hal tersebut dan lagi-lagi yang rugi adalah publik. Ada banyak permasalahan urusan penting dan genting di negeri ini, namun bagaimana kita harus memasukkan isu ini masuk sebagai skala prioritas.

Institusi KPK sangat mudah dicintai dibandingankan institusi lain, KPK adalah institusi paling mudah dicintai. Buktinya adalah survei persepsi publik yang menunjukkan KPK selalu nomor satu atau peringkat teratas dengan memakai ukuran teman-teman wartawan. Publik cinta karena KPK memang mudah dicintai. Akan tetapi cinta harus dirawat, perlu rasa manja juga. Publik butuh tahu bahwa kita dibutuhkan oleh KPK dan itu rasanya yg saat ini kurang. 

"Kita mau tahu apa yang terjadi dan pimpinan KPK harus menjadi orang terdepan yang menunjukkan keberpihakan dan pembelaan. Karena dengan cara itu dan hanya dengan cara itu cinta kepada akan terus berlanjut. Bagaimana kita bisa mengekspresikan cinta kalau yang dicintai menutup diri dan tak mau menunjukkan kelemahannya. Mudah-mudahan cinta kita tidak bertepuk sebelah tangan, berumur panjang, dan semangat yang tidak putus untuk  berdiri dengan Novel dan kawan-kawan. Karena negeri ini terlalu indah untuk tidak dicintai dan dibela.", ujar Najwa Shibab.

Indonesia memang belum bersih dari korupsi hingga saat ini. Banyak sendi kehidupan negara yang digerogoti oleh para tikus berdasi. KPK terus mengungkapnya namun banyak  juga yang menurut keyakinan saya belum terungkap bahkan belum terendus. Apakah selamanya akan seperti ini? Hal ini merupakan permasalahan yang hanya bisa diatasi dengan adanya kesadaran bersama dari semua pihak.

Rakyat Indonesia selalu siap berdiri di samping KPK. Memastikan bahwa KPK akan tetap dicintai dan didukung meskipun terus dilemahkan dan dianiaya. Ketika semangat antikorupsi telah ada di dalam jiwa-jiwa yang mengharapkan keadilan hari ini maka sebenarnya beruntunglah bangsa ini karena kita semua akan tetap ada untuk menjaganya.

Sedangkan mereka yang dengan sembunyi-sembunyi maupun kemudian secara terang-terangan mengkhianati bangsa ini dengan korupsi dan ketidakseriusan dalam menegakkan hukum maka merekalah yang akan menjadi musuh seluruh rakyat Indonesia. Perjuangan bangsa ini untuk mencapai Indonesia Emas tak akan mampu tercapai di tahun 2045 dan mungkin masih ada jalan panjang yang harus ditempuh. Apabila upaya pemberantasan korupsi masih dihalang-halangi dan para elite politik masih terus menggerogoti anggaran negara.

Saya, Anda, dan semua orang yang membaca tulisan ini hendaknya jangan pernah lelah menyuarakan kebenaran dan tuntutan keadilan. Hanya ini yang dapat saya lakukan sebagai seorang manusia Indonesia. Hanya ini yang dapat saya lakukan sebagai upaya perwujudan cinta saya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi dan Indonesia. 

SAYA SIAP BERSAMA KPK !

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun