ayat (2)Â
Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkup peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.Â
Pasal 25Â
-
Untuk menegakan kehormatan dan menjaga keluhuran martabat dan perilaku hakim dilakukan oleh Komisi Yudisial.
Dapat dilihat dalam rancangan amandemen konstitusi di atas, bahwa original intent pembahasan bab kekuasaan kehakiman menyertakan Mahkamah Konstitusi dalam Pasal 24 ayat (2) sebagai pemegang kekuasaan kehakiman. Selanjutnya untuk menegakan kehormatan dan menjaga keluhuran martabat perilaku hakim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2), pasal 25 menyebutkan peran Komisi Yudisial.Â
Menurut Agun Gunanjar selaku aktor perumusan amandemen konstitusi, hakim yang dimaksudkan di dalam pasal 24B ayat (1) UUD 1945 mencakup seluruh hakim yang berada dalam kekuasaan kehakiman. Hal ini sebenarnya sudah tidak perlu untuk diperdebatkan kembali, mulai dari hakim tingkat pertama, hakim tingkat banding, hakim tingkat kasasi, hingga hakim konstitusi perilakunya menjadi objek pengawasan Komisi Yudisial.Â
Pertimbangan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan hakim konstitusi tidak termasuk ke dalam objek pengawasan Komisi Yudisial ini telah menunjukan ketidakkonsistenan. Hal ini karena UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi.Â
Kemudian keberadaan Komisi Yudisial dimaksudkan untuk menjaga kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim. Hakim yang dimaksud tentu hakim dalam lingkup kekuasaan kehakiman. Dengan demikian menjadi terang bahwa penafsiran dalam putusan MK No. 005/PUU-IV/2006 yang menyatakan hakim konstitusi tidak termasuk ke dalam objek pengawasan Komisi Yudisial adalah penafsiran yang keliru.Â
Kedua, dalam pertimbangan hukumnya mahkamah menyatakan bahwa hakim konstitusi bukan objek pengawasan Komisi Yudisial karena hakim konstitusi pada dasarnya bukanlah hakim sebagai profesi tetap, melainkan hakim karena jabatannya yang hanya diangkat untuk jabatan 5 tahun. Â
Jika merujuk pada sifat hukum yang dinamis, alasan tersebut sudah tidak relevan digunakan. Hukum bersifat dinamis artinya hukum akan menyesuaikan dengan kebutuhan serta perkembangan masyarakatnya. Aturan mengenai masa jabatan hakim konstitusi saat ini telah berubah. Undang-Undang Mahkamah Konstitusi sudah tidak mengenal periodisasi jabatan.Â
Masa jabatan hakim konstitusi saat ini di desain tetap dengan batas usia 70 tahun atau keseluruhan masa tugas tidak melebihi 15 tahun. Dengan demikian seharusnya alasan kedua yang digunakan untuk membatalkan kewenangan Komisi Yudisial sudah tidak relevan dan tidak dapat digunakan.