Mohon tunggu...
Winda Efanur FS
Winda Efanur FS Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

seorang pembelajar, pecinta buku

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Mendesak Pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

23 Januari 2019   01:19 Diperbarui: 23 Januari 2019   01:52 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Data yang penulis rangkum di atas merujuk data dari tahun 2001-2012, memang tidak up to date tapi setidaknya bisa menjadi penanda penting kasus kekerasan seksual harus bisa kita tanggulangi. Tidak menutup kemugkinan data terbaru 2018, kasus ini meningkat drastis. Tidak berlebihan kita menyebut, bangsa Indonesia ini darurat kekerasan seksual. Sangat perlu penanganan kasus itu, untuk mengurangi jatuhnya korban lebih banyak lagi.

Dan itu merupakan data yang tercatat, belum lagi ratusan kasus di luar sana yang tidak tercatat. Mengingat tabu dan stigma moralitas kesucian inilah, korban lebih memilih mengubur kasus daripada melaporkannya ke pihak terkait.


Urgensi Pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual
Perempuan rawan menjadi sasaran kekerasan seksual. Bentuk kekerasan seksual ini paling banyak tindakan perkosaan dan pencabulan. Dua tindakan ini aslinya masuk dalam ranah KUHP. Penulis mengutip data dari Komnas Perempuan beberapa regulasi yang menaungi kekerasan seksual, di antaranya:


Lingkup nasional


Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 285, 286, 287, 290, 291
Undang-undang N0. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) Pasal 8 ayat B, 47 dan 48
Undang-undang No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 1 ayat 15, 17 ayat 2, 59, dan 66 ayat 1 dan 2, 69, 78 dan 88


Lingkup Internasional


Statuta Roma Pasal 7 ayat 2G, Pasal 29 ayat 1 dan 2, Pasal 68
Regulasi Pengesahan PBB 1820 tentang Kekerasan Seksual Dalam Konflik Bersenjata
Deklarasi Penghapusan Tindak Kekerasan terhadap Perempuan (ICPD) pada bulan Desember 1993
Deklarasi Wina 1993


Selintas dengan melihat regulasi nasional dan internasional, menggambarkan persoalan kekerasan seksual telah mendapat jaminannya. Namun apa demikian? Regulasi di Indonesia sangat membutuhkan regulasi khusus penanggulangan Kekerasan Seksual, pasalnya regulasi yang ada seperti KUHP masih lemah secara subtansi. 

KUHP belum tepat sasaran, pembahasannya belum mendetail. Aspek-aspek krusial perlindungan korban pun belum tersentuh secara holistik. Selain itu bentuk-bentuk kekerasan seksual lebih digeneralisasikan ke tindakan perkosaan dan pencabulan. Pandangan KUHP ini berseberangan dengan ruang lingkup kekerasan seksual yang berjumlah 15 bentuk.

Selain itu, KUHP belum mengakomodasi hak dan perlindungan korban secara menyeluruh. Sebagai contoh kasus Agni, ganti denda tindak kekerasan seksual belum sepantasnya. Sementara pada kasus Nuril, justru Nuril menjadi revictim dari kasusnya sendiri. Jelas kan? Indonesia butuh regulasi yang otentik utuh dan tuntas menanggulangi kekerasan Seksual. 

Baik dari penaganan kasus, pendampingan psikologis korban, pemenuhan hak dan keadilan korban. Dengan disahkannya RUU PKS, perempuan Indonesia mempunyai legalitas naungan yang melindungi harkat, hak dan eksistensinya. Sehingga mampu mengurangi angka kekerasan seksual. Saat ini RUU PKS tengah mandeg di DPR, mari bersama-sama kita kawal dan goalkan misi kebangsaan ini. Ayo!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun