Liem Su King pun segera bertindak. Ia menghubungi Asisten Residen Keuchenius yang bertugas menangani urusan kepolisian pada saat itu, agar bergerak untuk menggeledah rumah Oey Tamba Sia. Disana, mereka menemukan bubuk misterius itu yang merupakan racun untuk membunuh korban. Tak sampai disitu, Liem Su King pun mulai mengumpulkan bukti lain untuk mengungkap kejahatan Oey Tamba Sia. Ia membujuk Gunjing untuk menjadi saksi atas kasus menghilangnya Sutejo. Gunjing pun mencurigai Piun, karena ia mengenakan batik tulis yang dibuatnya dan dihadiahkan kepada kakaknya di rumah.
Anak buah Oey Tamba Sia tersebut mulai diinterogasi hingga ia mengakui perbuatannya. Dua kasus yang didalangi oleh Oey Tamba Sia ini, nampaknya menjadi "batu" atas perbuatannya yang tak berperikemanusiaan itu. Berbagai upaya dilakukan oleh keluarga besarnya agar Oey Tamba Sia dapat terbebas dari jerat hukum. Ia berupaya untuk naik banding dan meminta grasi kepada gubernur jenderal. Akan tetapi, usahanya sia-sia. Permintaannya ditolak dan ia dijatuhi hukuman gantung. Pria terjerat harta dan wanita ini terpaksa harus mengakhiri petualangannya pada tahun 1856 di tiang gantung yang dihadiri oleh ratusan penduduk Batavia di lapangan Stadir (balai kota) yang kini menjadi Taman Fatahillah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H