Mohon tunggu...
Winda Erlina
Winda Erlina Mohon Tunggu... Human Resources - May All Beings Be Happy

May all beings be happy

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Omnibus Law: Regulasi Ideal untuk Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia

1 April 2020   17:07 Diperbarui: 2 April 2020   13:40 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Barangkali banyak diantara kita banyak yang belum familiar dengan istilah RUU omnibus law. Istilah ini di sampaikan Pak Presiden Jokowi dalam pidato pelantikannya tanggal 20 Oktober 2019. Omnibus Law sendiri berasal dari kata "Omnis" yang artinya menyeluruh. Omnibus law juga disebut sebagai "undang-undang sapu jagad" karena satu regulasi baru mampu menggantikan lebih dari satu regulasi lain yang sudah berlaku. Omnibus law memungkinkan pergantian beberapa pasal di suatu regulasi ataupun mencabut seluruh regulasi lainnya.

Hadirnya konsep Omnibus law adalah untuk mengatasi tumpang tindih regulasi yang saat ini dinilai berbelit-belit. Omnibus law juga dipercaya mampu mendukung peningkatan perekonomian negara melalui sektor investasi. Saat ini draft omnibus law sudah sampai ke ranah DPR sejak 12 Februari 2020 lalu dan sedang memasuki tahap finalisasi. Proses pengesahannya sendiri masih menunggu stabilnya kondisi di dalam negeri, karena saat ini pemerintah masih berfokus pada penanganan kasus Covid 19. Yang pasti pemerintah berharap Omnibus law bisa segera di sahkan secepatnya.

Ada beberapa poin utama dalam draft omnibus law yaitu RUU Cipta Kerja, RUU Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), dan RUU Perpajakan. Pada dasarnya omnibus law diharapkan dapat memberikan manfaat bagi warga negara Indonesia. Mulai dari kemudahan akses investasi yang dapat menarik para investor untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara dan menciptakan peluang lapangan kerja.

Akan tetapi mengapa Omnibus law masih menuai pro kontra di masyarakat? Rupanya ada beberapa pasal yang dianggap dapat merugikan bagi beberapa pihak. Khususnya pasal mengenai RUU cipta kerja. Hal ini pula lah yang memicu para buruh yang tergabung dalam "Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI)" untuk melakukan aksi demo pada tanggal 30 januari 2020 lalu. Para buruh beranggapan bahwa omnibus law hanya berpihak pada kaum investor dan akan mereduksi hak-hak buruh.

Apababila di telaah lebih lanjut, pengesahan Omnibus Law dapat memberikan regulasi baru yang berdampak positif bagi perekonomian di Indonesia, berikut adalah poin yang ditentang para buruh dan perspektif positifnya.

Penghapusan Upah Minimum

Poin ini merupakan salah satu poin yang dianggap memberatkan bagi para buruh. Pada kenyataannya, Upah mimimum tidak sepenuhnya dihapuskan, bagi karyawan yang memiliki masa kerja di bawah satu tahun tetap akan mendapatkan upah minimum. Setalah memasuki masa bekerja 2 tahun atau lebih, Apindo (Asosiasi Pengusaha Indonesia) harus membentuk struktur skala upah, sehingga karyawan yang sudah bekerja diatas 2 tahun harus mendapatkan kenaikan upah.

Hal ini didasarkan pada bertambahnya kompetensi kerja bagi para pekerja yang sudah bekerja diatas 2 tahun. Hal ini dikemukakan oleh staff khusus Kementrian Ketenagakerjaan Dita Indah Sari (Staff Khusus Menteri Ketenagakerjaan) melalui acara Sapa Indonesia Malam di Kompas TV. Lebih lanjut, Ida Fuziah selaku Menteri Ketenagakerjaan menjelaskan bahwa terkait peraturan yang tidak masuk dalam RUU akan tetap mengikuti peraturan yang ada di UU 13/2003 (sumber : CNBC Indonesia : Omnibus Law Ciptaker, Menaker: Upah Minimum Tidak Dihapus)

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

Poin kedua yang menjadi kekhawatiran bagi para buruh adalah mengenai pemutusan hubungan kerja (PHK). Berdasarkan pasal 156 RUU Omnibus Law Cipta kerja disebutkan bahwa "Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha wajib membayar uang pesangon dan / uang penghargaan masa kerja". Jumlah uang pesangon yang diberikan akan disesuaikan dengan lamanya masa bekerja dengan maksimal 9 bulan upah bagi karyawan yang telah bekerja 8 tahun atau lebih. Hal ini tidak memiliki perbedaan dengan peraturan undang-undang nomor 13 tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan.

Selain itu, pemerintah berencana untuk memberikan "Jaminan Kehilangan Pekerjaan" (JKP). Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, maka para pekerja akan mendapatkan manfaat tanggungan dari pemerintah (unemployment benefit). Dengan adanya kebijakan ini tentunya akan memberikan perlindungan lebih bagi para pekerja yang mendapatkan pemutusan hubungan kerja / PHK.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun