Mohon tunggu...
Winda Hendrianingsih
Winda Hendrianingsih Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswi

bermain tertawa tumbuh

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Potensi dari Media Sosial

5 Mei 2021   11:09 Diperbarui: 5 Mei 2021   11:25 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hallo saya Winda Hendrianingsih
Mahasiswa Ilmu koumikasi
Universitas Ahmad Dahlan

Saya disini akan mejelaskan potensi dari penggunaan media sosial.

Media sosial menjadi wadah untuk menyebar infomasi melalui konten menarik yang memiliki jangkauan luas. Di tengah pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) kini, masyarakat menjadi intensif memantau media sosial dan banyak yang memanfaatkan sebagai ladang berkarya dengan mengisi berbagai konten.

Media sosial memiliki potensi luar biasa, seperti halnya yang tengah viral yaitu odading. Berkat media sosial tersebut, odading dapat diketahui hingga ke Jawa Timur, Sumatera bahkan Kalimantan dan di beberapa daerah lainnya. Media sosial dapat digunakan untuk personal branding, campaign, marketing, dan brand images. Selain itu, media sosial juga bisa kita gunakan untuk menghasilkan uang, membantu mendapat perhatian dari khalayak, dan kita menjadi memiliki kemampuan untuk mempromosikan secara mandiri.

Berbeda dengan media konvensional yang sudah bertahun-tahun lalu sering digunakan untuk promosi pariwisata, promosi dengan menggunakan media sosial masih tergolong baru dan tampaknya mulai mempunyai daya tarik tersendiri bagi pelaku-pelaku industri pariwisata untuk promosi melalui media sosial. Hal tersebut dapat dilihat dengan munculnya daerah pariwisata yang mulai memiliki akun-akun media sosial untuk pariwisatanya masing-masing. Hal tersebut tampaknya sejalan dengan potensi yang dimiliki media sosial dalam mempromosikan pariwisata. Tercatat sebanyak 129,2 juta pengguna media sosial di Indonesia (APJII, 2016), dengan pengguna melebihi setengah jumlah penduduk Indonesia itu potensi media sosial sebagai media promosi pariwisata sangat besar.

Dengan pengguna media sosial yang sebesar itu tentu menjadi hal yang menjanjikan dalam mempromosikan pariwisata, Akan tetapi yang menjadi permasalahan adalah bagaimana agar media sosial tersebut dapat dikenal dan memiliki banyak pengikut agar konten yang dipublikasikan dapat dilihat dan diterima orang banyak. Biasanya media sosial dalam suatu promosi pariwisata juga diintegrasikan dengan media konvensional seperti televisi, radio dan surat kabar. Bagaimana jika suatu daerah tidak memiliki dana besar untuk mengintegrasikannya dengan media konvesional? Hal tersebut dapat diatasi dengan partisipasi masyarakat.
 

Partisipasi masyarakat di sini bisa dilakukan dengan dua cara, yang pertama dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat di daerah tersebut untuk ikut dalam mempromosikan pariwisata melalui media sosialnya masing-masing. Sebagai langkah awal hal tersebut dinilai lebih efektif daripada membuat media sosial dari awal. Pemerintah daerah dapat memfasilitasi untuk membuat sebuah komunitas untuk menjaring pengguna media sosial di daerahnya, sehingga pemerintah daerah dapat dengan mudah mengontrol dan mengelola pengguna-pengguna media sosial tersebut dalam mempromosikan pariwisata di daerahnya masing-masing. Sedangkan cara kedua adalah jika dalam daerah tersebut masyarakatnya masih awam dengan media sosial maka dilakukan dengan cara memberikan penyuluhan dan pelatihan mengenai potensi media sosial untuk mempromosikan daerah wisatanya masing-masing.

Berdasarkan hal tersebut permasalahannya adalah bagaimana potensi media sosial sebagai sarana media promosi pariwisata berbasis partisipasi masyarakat? Melihat konten dari media sosial yang menonjolkan foto ataupun video dan ditunjang dengan akses yang mudah tentunya akan lebih mudah menarik perhatian calon wisatawan. Media sosial adalah perkembangan mutakhir dari teknologi-teknologi web baru berbasis internet yang memudahkan semua orang untuk berkomunikasi, berpartisipasi, saling berbagi, dan membentuk suatu jaringan online, sehingga dapat menyebarluaskan konten mereka sendiri (Zarella: 2010). 

Media sosial yang bisa disebut juga jejaring sosial adalah suatu layanan berbasis web yang memungkinkan setiap individu untuk membangun hubungan sosial melalui dunia maya seperti membangun profil tentang dirinya sendiri, menunjukkan koneksi seseorang dan memperlihatkan hubungan apa saja yang ada antara satu pemilik dengan pemilik akun lainnya dalam sistem yang disediakan, dimana masing-masing jejaring sosial memiliki ciri khas dan sistem yang berbeda-beda (Boyd dan Ellison:2007). Contohnya seperti facebook, instagram, youtube, dan lain-lain.

Facebook adalah sebuah situs jejaring sosial yang dapat dijadikan sebagai tempat untuk menjalin hubungan pertemanan dengan semua orang yang ada di belahan dunia untuk dapat berkomunikasi satu dengan yang lainnya, facebook merupakan situs pertemanan yang dapat digunakan oleh manusia untuk bertukar informasi, berbagi foto, video dan lainnya (Madcoms: 2010). 

Sedangkan instagram merupakan salah satu fitur yang dimiliki oleh telepon pintar. Instagram ini sendiri merupakan aplikasi handphone yang berbasis android, selain itu Instagram juga merupakan aplikasi yang digunakan untuk mengambil foto, mengelola foto, mengedit foto, memberi efek filter pada foto dan membagikan foto tersebut kepada semua orang. Sekarang Instagram tak hanya dapat membagikan foto saja, aplikasi ini juga dapat digunakan untuk mengunggah video selama 15 detik. 

Awalnya aplikasi ini lebih dominan digunakan bagi yang mempunyai kesenangan dalam mengambil foto dari telepon pintarnya kemudian membagikan hasil jepretannya ke Instagram. Foto-foto yang diunggah ini bisa saja berupa foto pemandangan, foto keluarga sanak saudara, foto koleksi buku, dan sebagainya (Agustina: 2016).

Di Indonesia kurang lebih 45 juta penduduk menggunakan instagram secara aktif. Dari data tersebut Indonesia merupakan komunitas instagram terbesar di Asia Pasifik, serta menjadi salah satu pasar terbesar di dunia (www.bisnis.tempo.co., 26 Juli 2017). Selain facebook, perkembangan pengguna instagram sangat besar. Jika menelusuri pada pencarian di instagram dengan mengetik nama suatu kota atau daerah, bahkan negara, feeds yang ditampilkan adalah pariwisata-pariwisata tempat tersebut. Akun-akun tersebut dikelola baik secara perseorangan, kelompok maupun institusi. Hal demikian membuat para calon wisatawan dapat memperoleh informasi dengan mudah.

Dalam komunikasi pemasaran sendiri media sosial termasuk dalam interractive markerting, karena media sosial memungkinkan terjadinya arus informasi timbal balik yang memungkinkan pengguna dapat berpartisipasi dan memodifikasi bentuk dan isi informasi pada saat itu juga (real time). Sedangkan partisipasi adalah berasal dari bahasa Inggris participate yang artinya mengikutsertakan, ikut mengambil bagian (Willie Wijaya:2004). Fasli Djalal dan Dedi Supriadi (2001) juga mengemukakan partisipasi dapat juga berarti bahwa pembuat keputusan menyarankan kelompok atau masyarakat ikut terlibat dalam bentuk penyampaian saran dan pendapat, barang, keterampilan, bahan dan jasa. Partisipasi juga berarti bahwa kelompok mengenal masalah mereka sendiri, mengkaji pilihan mereka, membuat keputusan, dan memecahkan masalahnya.

Potensi media sosial sebagai sarana promosi pariwisata berbasis partisipasi masyarakat sangat besar, walaupun masih dibiarkan berjalan tanpa ada yang mengelola partisipasi masyarakat tersebut masih tetap menunjukkan bahwa dampaknya pada berkembangnya objek wisata sangat besar. Bagaimana jadinya jika objek-objek pariwisata yang lain yang ada di Indonesia bisa memanfaatkan potensi media sosial berbasis partisipasi masyarakat ini, bukan tidak mungkin nantinya pariwisata Indonesia berkembang seperti Bali pada saat ini.

internet di segala dunia berkisar 200 juta, 67 juta antara lain terletak di Amerika Serikat, internet di Indonesia berlipat 2 kali tiap 100 hari"( Rhenald, 2000). Dari rujukan tersebut pemakaian internet buat aplikasi strategi bisnis di Indonesia peluangnya lumayan besar, tetapi banyak orang tidak menyadari, sebab pemain bisnis di Indonesia masih banyak golongan tua. 

Bagi Rhenald" Pasar internet merupakan pasar orang muda, bukan orang tua." Dugaan Rhenald bersumber pada amatan saja" Pengguna internet di Indonesia dekat 70% berumur 20- an, dekat 25% umur 30- 42an, sisanya umur di atas itu. Sebaliknya pemain- pemain utama bisnis berumur 45- an ke atas. Mereka merupakan generasi yang terlambat bersentuhan dengan internet, apalagi dengan komputerpun mereka terlambat"( Rhenald: 1999: 23). Buat menguatkan amatan Rhenald bisa dilihat pada Foto 1, 91% pengguna internet berpendidikan SLA ke atas dengan persentase pengguna SLA yang paling banyak, ialah: 46%.

Tempat pengakses internet di Indonesia mayoritas dari kantor( 52%), warnet( 26%), sekolah/ kampus( 19%), serta persentase yang lain bisa dilihat pada Foto 2. Internet di Indonesia lebih banyak dipakai buat sarana e- mail, ialah sebanyak: 42%, persentase kegiatan di internet yang lain bisa dilihat pada Foto 3. Pemakaian internet di Indonesia digunakan buat keperluan bisnis sebesar: 43%, sebaliknya keperluan individu sebanyak: 32%( Nielsen, 1999).

Media sosial hendak membentuk pola komunikasi yang menjanjikan terdapatnya interaksi yang lebih intensif. Dalam Media sosial, publik follower ataupun fans leluasa mengekspresikan apa saja yang mau diungkapkan. Ruang media sosial seluruhnya bisa dikendalikan oleh para follower ataupun fans, seperti itu sebabnya kenapa keakraban( engagement) bisa terwujud, karena keakraban telah tidak lagi berjarak dengan terdapatnya interaksi timbal balik buat penuhi kebutuhan follower.

Bisa dikatakan kalau terdapat proses seeding( menyemai) supaya embrio pesan dari apa yang sudah disebarluaskan industri dalam media sosial, sehingga pada kesimpulannya bisa berkembang serta tumbuh. Pada tataran berikutnya, hendak dialami dampak domino oleh segala pengakses media sosial. Pola komunikasi pada media sosial ini sebetulnya ialah proses transfer dari pola pengembangan kelompok, komunitas maupun kerumunan yang terdapat pada dunia nyata yang dialihkan ke dunia maya. Metode yang diadopsi oleh media sosial tersebut, apalagi bisa memegang bermacam lini warga yang berfungsi selaku follower. Sehingga dalam konteks ini, semangat yang dinaikan merupakan pembuatan kerja sama dari para pengguna media sosial.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun