Awalnya aplikasi ini lebih dominan digunakan bagi yang mempunyai kesenangan dalam mengambil foto dari telepon pintarnya kemudian membagikan hasil jepretannya ke Instagram. Foto-foto yang diunggah ini bisa saja berupa foto pemandangan, foto keluarga sanak saudara, foto koleksi buku, dan sebagainya (Agustina: 2016).
Di Indonesia kurang lebih 45 juta penduduk menggunakan instagram secara aktif. Dari data tersebut Indonesia merupakan komunitas instagram terbesar di Asia Pasifik, serta menjadi salah satu pasar terbesar di dunia (www.bisnis.tempo.co., 26 Juli 2017). Selain facebook, perkembangan pengguna instagram sangat besar. Jika menelusuri pada pencarian di instagram dengan mengetik nama suatu kota atau daerah, bahkan negara, feeds yang ditampilkan adalah pariwisata-pariwisata tempat tersebut. Akun-akun tersebut dikelola baik secara perseorangan, kelompok maupun institusi. Hal demikian membuat para calon wisatawan dapat memperoleh informasi dengan mudah.
Dalam komunikasi pemasaran sendiri media sosial termasuk dalam interractive markerting, karena media sosial memungkinkan terjadinya arus informasi timbal balik yang memungkinkan pengguna dapat berpartisipasi dan memodifikasi bentuk dan isi informasi pada saat itu juga (real time). Sedangkan partisipasi adalah berasal dari bahasa Inggris participate yang artinya mengikutsertakan, ikut mengambil bagian (Willie Wijaya:2004). Fasli Djalal dan Dedi Supriadi (2001) juga mengemukakan partisipasi dapat juga berarti bahwa pembuat keputusan menyarankan kelompok atau masyarakat ikut terlibat dalam bentuk penyampaian saran dan pendapat, barang, keterampilan, bahan dan jasa. Partisipasi juga berarti bahwa kelompok mengenal masalah mereka sendiri, mengkaji pilihan mereka, membuat keputusan, dan memecahkan masalahnya.
Potensi media sosial sebagai sarana promosi pariwisata berbasis partisipasi masyarakat sangat besar, walaupun masih dibiarkan berjalan tanpa ada yang mengelola partisipasi masyarakat tersebut masih tetap menunjukkan bahwa dampaknya pada berkembangnya objek wisata sangat besar. Bagaimana jadinya jika objek-objek pariwisata yang lain yang ada di Indonesia bisa memanfaatkan potensi media sosial berbasis partisipasi masyarakat ini, bukan tidak mungkin nantinya pariwisata Indonesia berkembang seperti Bali pada saat ini.
internet di segala dunia berkisar 200 juta, 67 juta antara lain terletak di Amerika Serikat, internet di Indonesia berlipat 2 kali tiap 100 hari"( Rhenald, 2000). Dari rujukan tersebut pemakaian internet buat aplikasi strategi bisnis di Indonesia peluangnya lumayan besar, tetapi banyak orang tidak menyadari, sebab pemain bisnis di Indonesia masih banyak golongan tua.Â
Bagi Rhenald" Pasar internet merupakan pasar orang muda, bukan orang tua." Dugaan Rhenald bersumber pada amatan saja" Pengguna internet di Indonesia dekat 70% berumur 20- an, dekat 25% umur 30- 42an, sisanya umur di atas itu. Sebaliknya pemain- pemain utama bisnis berumur 45- an ke atas. Mereka merupakan generasi yang terlambat bersentuhan dengan internet, apalagi dengan komputerpun mereka terlambat"( Rhenald: 1999: 23). Buat menguatkan amatan Rhenald bisa dilihat pada Foto 1, 91% pengguna internet berpendidikan SLA ke atas dengan persentase pengguna SLA yang paling banyak, ialah: 46%.
Tempat pengakses internet di Indonesia mayoritas dari kantor( 52%), warnet( 26%), sekolah/ kampus( 19%), serta persentase yang lain bisa dilihat pada Foto 2. Internet di Indonesia lebih banyak dipakai buat sarana e- mail, ialah sebanyak: 42%, persentase kegiatan di internet yang lain bisa dilihat pada Foto 3. Pemakaian internet di Indonesia digunakan buat keperluan bisnis sebesar: 43%, sebaliknya keperluan individu sebanyak: 32%( Nielsen, 1999).
Media sosial hendak membentuk pola komunikasi yang menjanjikan terdapatnya interaksi yang lebih intensif. Dalam Media sosial, publik follower ataupun fans leluasa mengekspresikan apa saja yang mau diungkapkan. Ruang media sosial seluruhnya bisa dikendalikan oleh para follower ataupun fans, seperti itu sebabnya kenapa keakraban( engagement) bisa terwujud, karena keakraban telah tidak lagi berjarak dengan terdapatnya interaksi timbal balik buat penuhi kebutuhan follower.
Bisa dikatakan kalau terdapat proses seeding( menyemai) supaya embrio pesan dari apa yang sudah disebarluaskan industri dalam media sosial, sehingga pada kesimpulannya bisa berkembang serta tumbuh. Pada tataran berikutnya, hendak dialami dampak domino oleh segala pengakses media sosial. Pola komunikasi pada media sosial ini sebetulnya ialah proses transfer dari pola pengembangan kelompok, komunitas maupun kerumunan yang terdapat pada dunia nyata yang dialihkan ke dunia maya. Metode yang diadopsi oleh media sosial tersebut, apalagi bisa memegang bermacam lini warga yang berfungsi selaku follower. Sehingga dalam konteks ini, semangat yang dinaikan merupakan pembuatan kerja sama dari para pengguna media sosial.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H