Mohon tunggu...
Winbert Hutahaean
Winbert Hutahaean Mohon Tunggu... Diplomat - Diplomat Indonesia di New Caledonia

Diplomat Indonesia yang sejak 2016 tinggal di New Caledonia. Sebelumnya dari 2009 - 2013 bertugas di Toronto, Canada, dan 2002 - 2006 bertugas di Fiji. Lulusan Sekolah Diplomatik Deplu, angkatan 24 (1998). Meraih gelar Master of Arts (MA) untuk jurusan International Relations dari University of Wollongong, Australia. Lulusan Hubungan Internasional, FISIP dari Universitas Parahyangan, angkatan '89. Masuk Sastra Perancis, Universitas Padjadjaran, angkatan '90. Besar di Bandung, mengikuti pendidikan di SMPN 5, Jl Jawa dan SMAN 5, Jl Belitung Bandung.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Kualitas Suara Analog Vs Digital (PH Vs CD), Siapa yang Menang?

4 Maret 2019   07:49 Diperbarui: 4 Maret 2019   17:22 506
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perdebatan analog vs. digital bisa dibahas dr berbagai sisi dan di manapun itu diperbincangkan, biasanya akan menimbulkan perdebatan hangat dan panjang, baik itu di dunia maya ataupun offline, persis seperti debat Pilpres. Namun tidak disangkal perdebatan ini sesungguhnya lebih didasari kepada investasi (baca: uang yang telah dikeluarkan) sehingga setiap pendukungnya akan bersiteguh bahwa analog (di sisi lain, digital) lebih baik dari lawannya, tanpa melihat dari mana sumber asli suara tersebut direkam. 

Penggemar analog (dalam hal ini Piringan Hitam/PH) bersikeras bahwa PH lebih warmth dan depth, sambil berkata bahwa digital itu kering dan tajam. Sementara pengusung suara digital (dalam hal ini CD) mengatakan bahwa CD itu memiliki suara jernih dan mudah perawatan, dan PH itu penuh dengan suara "jagung bakar" (suara gemericik akibat sentuhan jarum dengan kotoran di piringan).  

Saya adalah kolektor PH dan sekitar 80% koleksi musik saya dalam versi analog, bahkan untuk film  pun saya masih menyimpan versi analog dalam format super 8mm dan 16mm, bukan hanya Betamax atau VHS. Tetapi dalam melihat perdebatan tersebut selayaknya kita objektif saja.

Dalam hal diskusi analog vs. digital, saya mencoba jujur. Saat kita membeli album atau band baru keluaran tahun ini, pertanyaannya adalah apakah pengerjaan di studio masih dilakukan secara analog?

Mungkin satu-dua studio masih ada yang menggunakan teknologi analog dari hulu sampai ke hilir, tapi mayoritas saat ini tidak lagi, karena teknologi digital sudah merambah ke semua sudut. 

Dengan kondisi demikian, maka menjadi tidak lagi relevan menyatakan adanya suara yang warmth dan depth pada analog, karena sumber asli suara tersebut sudah digital. Kita harus terima bahwa digital adalah digital mau dipindahkan ke format apapun.

Sederhananya, apakah ketika sebuah CD dipindah-rekamkan ke kaset maka otomatis menjadi suara berkualitas analog, hanya karena kaset adalah format analog? Tentu tidak!

Dengan demikian kesimpulannya. ketika kita membeli sebuah album baru, tidak salah membeli dalam format PH, namun harus jujur mengatakan itu bukan karena masalah kualitas suara analog, tetapi karena fisik PH yang memiliki covernya besar atau pengalaman unik ketika memutarnya.

 

sound-check.net
sound-check.net
Lalu bagaimana dengan album-album lama yg telah remastered? 

Hal tersebut sama saja dengan situasi di atas, karena proses remastering saat ini pun mayoritas telah dilakukan secara digital.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun