Mohon tunggu...
Win Ruhdi Bathin
Win Ruhdi Bathin Mohon Tunggu... Wiraswasta - Petani kopi

saya seorang penulis, belajar menulis.....suka memoto, bukan fotografer...tinggal di pedalaman Aceh sana. orang gunung (Gayo). Kini coba "bergelut" dengan kopi arabika gayo olahan

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Pilihan

Arslan Abdul Wahab, Perjuangan Menyelamatkan Daerah Berujung Penjara

21 November 2024   21:33 Diperbarui: 21 November 2024   21:44 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada Senin, 19 November 2024, ruang sidang Pengadilan Negeri Takengon penuh sesak dengan suasana haru. Arslan Abdul Wahab, mantan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKK) Aceh Tengah, bersama bendaharanya, Nafisah Elviana, divonis tiga bulan penjara. 

Vonis tersebut menjadi penutup kisah panjang perjuangan Arslan menyelamatkan keuangan daerah, yang oleh banyak pihak justru dianggap sebagai bentuk pengabdian, bukan pelanggaran.

Hakim Ketua Rahma Novatiana SH yang memutuskan penjara tiga bulan kepada Arslan Abdul Wahab. Foto dari website PN Takengon
Hakim Ketua Rahma Novatiana SH yang memutuskan penjara tiga bulan kepada Arslan Abdul Wahab. Foto dari website PN Takengon
Langkah Darurat di Tengah Krisis

Tahun 2022, Kabupaten Aceh Tengah menghadapi defisit anggaran sebesar Rp 65 miliar. Situasi ini membuat pembayaran tagihan penting, seperti tunjangan profesi guru (TPG) dan Dana Alokasi Khusus (DAK), berada di ujung tanduk. Pemerintah pusat mengancam pemotongan anggaran tahun berikutnya jika kewajiban ini tidak segera diselesaikan.

Arslan, sebagai pejabat yang bertanggung jawab atas keuangan daerah, mengambil langkah berani. Ia memutuskan menggunakan dana zakat, infak, dan sedekah (ZIS) yang masih mengendap di rekening kas umum daerah (RKUD) untuk sementara waktu. 

Dana tersebut, yang sejatinya belum teralokasikan untuk program tertentu, dipindahbukuan guna memenuhi kewajiban mendesak pemerintah daerah. Tak lama setelah itu, dana ZIS tersebut dikembalikan sepenuhnya.

"Ini hanya pemindahbukuan, bukan pengalihan dana," tegas Arslan dalam pledoinya. Ia menambahkan bahwa tindakannya dilakukan dengan niat tulus menyelamatkan daerah dari sanksi finansial yang lebih besar.

Integritas yang Tak Terbantahkan

Bagi yang mengenal Arslan, vonis tersebut terasa tidak adil. Ia dikenal sebagai sosok sederhana, jujur, dan disiplin. Bahkan di lingkup keluarga, Arslan menolak menggunakan fasilitas dinas untuk kepentingan pribadi. Ketika salah seorang kerabat meminta izin meminjam mobil dinasnya, ia dengan tegas menolak, menyebut bahwa aset negara hanya boleh digunakan untuk tugas resmi.

Di lingkungan kerja, Arslan adalah pemimpin yang teliti dan peduli pada bawahannya. Tak heran, saat vonis dibacakan, puluhan kolega dan sahabat hadir memberikan dukungan moral. Tangis haru pecah di ruang sidang, melambangkan solidaritas dan penghormatan kepada perjuangan Arslan.

Payung Hukum yang Dikesampingkan

Dalam pembelaannya, Arslan merujuk pada Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) yang mengatur bahwa zakat adalah salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dana tersebut, menurutnya, dikelola di bawah kewenangan bagian keuangan daerah, bukan sepenuhnya otonom di bawah Baitul Mal.

Selain itu, Arslan menggunakan prinsip diskresi sebagaimana diatur dalam UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Diskresi, yang memungkinkan pejabat mengambil langkah luar biasa dalam situasi darurat, menjadi landasan hukumnya dalam mengambil keputusan. Sayangnya, argumen ini tidak cukup kuat untuk membebaskannya dari dakwaan.

Suara Hati yang Tersisa

Kini, pasca vonis, rumah Arslan di Paya Tumpi 1 ramai dikunjungi oleh sahabat dan kolega yang memberikan dukungan. Hasanudin, mantan direktur BUMD Tanoh Gayo, menyebut Arslan sebagai sosok yang jujur dan tidak banyak bicara.

 "Arslan adalah pejabat yang memiliki kinerja dan loyalitas yang tinggi", kata Hasan.

Pendapat serupa diungkap Abshar SH  Kabag Hukum Setdakab Aceh Tengah. Menurutnya Arslan seharusnya mendapat penghargaan bukan sebaliknya, dihukum.


Meski begitu, Arslan tetap terlihat tegar. Dengan mata berkaca-kaca, ia menyampaikan bahwa langkahnya semata-mata demi menyelamatkan keuangan daerah dengan sanksi hilangnya kucuran dana tahun berikutnya.

Pun begitu dia hanya bisa pasrah meski berbagai upaya yang dilakukannya berhadiah penjara.

Arslan , nomor tiga dari kiri didampingi para sahabat dan keluarga di PN Takengon. Foto koleksi pribadi.
Arslan , nomor tiga dari kiri didampingi para sahabat dan keluarga di PN Takengon. Foto koleksi pribadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun