"Kopi itu adalah dunia hitam. Mereka yang berada di hilir akan sangat takut bila semua petani mengolah kopinya. Roastery di kota besar akan kehilangan pekerjaannya", tegas Armiyadi.
"Kita yang tanam kopi. Orang lain yang kaya",tambah Armiyadi. Untuk itu petani harus sadar dan didorong mengolah kopinya.
Selain itu,.para petani Gayo harus cerdas. Kopi Gayo yang sudah punya nama, diikutkan dalam berbagai kompetisi kopi dunia. Agar mendapat nilai jual tinggi.
Dengan skor tinggi , kopi Gayo dibeli dengan harga Rp. 600 ribu - 3 juta perkilonya. Seperti pernah dialaminya karena menang di festival kopi.
Selama ini skor kopi Gayo masih berada dibawah geisha Panama dengan skor 9.6. Sementara kopi Gayo dengan skor 9.
"Skor kopi Gayo bisa mencapai 10. Karena ada potensinya. Tergantung kejelian petani dan cara mengolahnya", para Armiyadi.
Diterangkan saat ini produksi kopi dunia turun 60.persen karena faktor iklim. Itulah sebabnya kopi Gayo saat ini dijual lebih mahal. Rp.115 ribu hingga 165 ribu perkilo.
Menutup diskusi Launching Belpa Hutan Kopi, Adi Armiyadi menilai Pemda Aceh Tengah belum berpihak pada  petani kopi.
Tapi lebih suka membangun proyek fisik yang jelas fee 10 persennya. Padahal kopi Gayo sudah ratusan tahun tumbuh di Gayo.
(Win Ruhdi Bathin)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H