Dari pengalaman berinteraksi dengan petani dan kopi, bang Zaini menilai banyak petani kopi yang tidak menguasai ilmu bertani kopi.
Kebanyakan petani kopi berilmu ikut ikutan, keturunan dan tradisional. Artinya, kebun kopi belum bisa mensejahterakan petani.
Padahal potensi kopi berbuah sangat banyak dan mampu mensejahterakan. Namun para petani belum bertani menggunakan "Perasaan". Baru menggunakan akal saja.
Bertani menggunakan akal saja, berarti mengekploitasi kopi untuk hasilkan buah tok. Dengan mengambil resiko keberlangsungan hidup kopi yang terancam.Salah satu cirinya adalah menggunakan herbisida membunuh gulma atau rumput kopi.
Ini berpotensi merusak tanah dengan efek racun herbisida. Selain merusak tanah, juga zat kimia herbisida, residunya menjadi racun pada biji kopi.
Kopi diekploitaai besar besaran tanpa memikirkan bagaimana kopi bisa bertahan menghadapi perubahan iklim.
Buah kopi diambil,tapi hasil panen semuanya untuk kebutuhan petani. Tidak ada yang dikembalikan untuk pupuk, perawatan dan zakat atau sedekah.
Dari banyak diskusi dan penyuluhan kopi Gayo dengan masyarakat, bang Zain banyak melihat petani terbiasa menggunakan herbisida.
"Jika sudah ada sedikit gulma, langsung disemprot herbisida. Herbisida sudah menjadi kebiasaan yang salah", tegas bang Zaini.
Hal ini membuatnya sangat kuatir terhadap kelestarian kopi akibat penggunaan kimia yang berlebihan pada tanah dan kopi.
Hingga pada suatu ketika, saat berada di tengah kebun kopi. Bang Zaini seperti dibisiki kopi.