Mereka yang Membuat Ikon Kopi Gayo
puluhan anggota DPRK dan bupati Aceh Tengah sudah berganti ayun. Tentu saja mereka orang hebat. Katanya sih orang pilihan. Katanya lho.
Orator ulung (bukan ulung lipah) , konseptor. Janjitor ( pandai berjanji. Tak harus ditepati). Belum tentu suka makan ketor (Luttawar food).
Dan tor tor lainya. Semuanya diatas kertas. Kertas putih lagi. Karena kalau kertas hitam, ngak terbaca.
Namun, hingga kini jajal ( hurup aslinya G, maksudnya gagal). Belum mampu membuat satu ikon kopi pun.
Kenapa harus ikon kopi?. Kasi tau ngak ya?. Begini. Kopi adalah napas ekonomi penduduk pegunungan ini.
Beli mobil, buat rumah, nikah hingga naik haji, menyempurnakan Islamnya. Bahkan hasil  kopi beli kebun kopi lagi.
Kopi sumber utama uang untuk bertransaksi dan menyambung napas.
Bagi pemerintah daerah, yang berjanji dan bersumpah atas nama petani kopi , lebih hebat lagi.
Pemda, mengambil uang resmi dari kopi rakyat. Caranya, biar sah, eh legal, diberi nama retribusi.
Retribusi diambil dari kopi kopi yang dijual atau dikirim ke luar daerah. Perkilonya sekitar Rp 300 rupiah ( angka ini harus di cek  ulang oleh pembaca).
Pertahunnya, Pemda mendapat milyaran rupiah. Dan kopi, masih di tangga teratas penyuplai uang bagi kas daerah (PAD).
Sementara itu, setiap tahun , nilai perdagangan kopi Gayo untuk Aceh Tengah saja, mencapai rp.2 trilyun lebih.
Angka ini , angka lama. Ada yang bilang mencapai Rp .5-9 trilyun. Wow...
Setengahnya terpakai untuk uang habis pakai. Gaji asn, DPRK, kertas, mobil dinas mewah, kunker, sewa dll.
Selebihnya untuk proyek yang ber fee tentu saja. Dan karena fee itu banyak yang di hotel prodeo dan ribut berjamaah. Dan semua uang itu , tak ada satupun untuk sekedar simbol kopi.
Simbol kopi atau ikon kabupaten ini, minimal untuk swa foto bahwa sudah berada di Kabupaten Kopi Indonesia, Takengon, Aceh Tengah, Indonesia. Anggota Asean.
Tapi sudahlah , masih banyak nasi yang akan ditanak. Meski banyak nasi - Â nasi yang jadi bubur.
Menurut catatan saya yang awam. Ada dua orang warga Takengon yang hanya warga biasa. Membuat ikon kopi.
Mereka bukan poli-tikus atau biro-krat ( bukan krat krat atau bagi bagi). Hanya warga sipil biasa yang terkadang tak memiliki uang di tabungan.
Dan Zaini. Dulu di Merah Mege, Batu Lintang. Kini bermukim di Blang Gele. Orang sederhana yang hebat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H