Mohon tunggu...
Winarto SPd
Winarto SPd Mohon Tunggu... Guru - Guru Bahasa Indonesia

Ruang Tuang Rasa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lonceng Jam Tua

9 Agustus 2024   07:00 Diperbarui: 9 Agustus 2024   20:57 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dua puluh menit berselang, Bapak dan Ibu terdengar bercakap-cakap di meja makan.

"Bu, Bapak minta maaf ya. Hari ini pulangnya terlalu larut. Biasalah Bu, akhir bulan agenda tutup buku laporan pengantaran koran dalam waktu satu bulan" suara lembut Bapak menyampaikan laporan kepada Ibu.

"Iya Pak, bagaimana tadi laporan pekerjaan Bapak di kantor? Aman kan? Tidak ada selisih kan?" sahut dan rentetan pertanyaan Ibu mulai diucapkan.

Ibuku orang yang super detail, dipantik hal sedikit saja, selalu banyak hal yang diutarakan.

"Aman Bu, alhamdulillah pekerjaan beres, target tercapai, setoran uang tidak ada selisih serupiah pun" jawab Bapak dengan nada lembut yang aku dengarkan.

"Bu, tanggal satu besok kan harus membayar uang perpisahan Anindya, kita juga ada angsuran pinjaman delapan ratus lima puluh ribuan. Gaji bapak rasanya enggak cukup ya Bu" Bapak mulai terdengar mengajak ibu membahas permasalahan keuangan.

"Oh iya ya Pak, uang perpisahan Anindya dua juta lima ratus, angsuran delapan ratus lima puluh ribu, kalau ditotal tiga juta tiga ratus lima puluh ribu" terdengar jawaban Ibu yang lihai menjumlahkan pengeluaran bulan depan sumber keresahan Bapak.

"Masih kurang satu juta empat ratus lima puluh ribu ternyata Bu. Kan gaji Bapak sebulan hanya satu juta sembilan ratus ribu" Bapak sambil kepedasan sambal teri sajian ibu kembali menyampaikan.

Mendengar percakapan Bapak dan Ibu di meja makan, otakku kembali mengeluarkan pesan.

"Biaya sekolah, biaya hidup, dan angsuran bank saja sudah merepotkan Bapakku. Kok aku berani-beraninya bercita-cita menjadi Bu Dokter" ungkapan-ungkapan itu berjalan lurus di otakku.

Percakapan Bapak dan Ibu yang terus berlanjut dengan suara lirih, menjelma musik penghantar tidur yang menghipnotis mataku untuk terpejam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun