Asholatu Khairum Minannaum, lafadz adzan memantik badanku untuk beranjak dari ranjang. Â Pagi dengan selimut dingin itu, tubuhku mulai bercengkrama dengan air wudhu. Pikiran kalut mulai ku hiraukan.
"Allahuakbar" Takbiratul Ihram dalam subuhku membangkitkan api dalam dada, jiwa yang ciut atas ketidakadilan dunia mulai sirna. Aku benar-benar merasakan maha besar Allah hadir memelukku penuh tenang.Â
Lepas subuh, aku kembali hidup layaknya anak biasa. Merapikan buku-buku dalam tas untuk tandang ke madrasah.Â
"Selamat pagi Shelomita" senyum sapa teman-teman di gerbang madrasah saat kami berjumpa.Â
"Pagi juga" saut penuh senyum semangatku untuk teman-teman yang menyapa.
Hari ini pengumuman kelulusan madrasah aliyah, Siswa-siswi merasakan dag,dig,dug bak marching band berirama di dadanya.
Bagaimana tidak, Pak Suyoto Kepala Madrasahku pernah bilang entah itu benar ataupun tidak, bahwa dua anak infonya tidak lulus.
"Ah, lulus-lulus nggak mungkin nggak lulus" Rania dengan senyum sambil jalan menyenggol ku.Â
"Amin ya rabbal alamin Ran" sahutku dengan tawa.Â
Pukul 10:00 WIB siswa-siswi diminta berkumpul di lapangan upacara. Stand mikrofon perak dengan logo kebesaran madrasah tertancap di tengahnya. Ustadz-Ustadzah panggilan guru-guru ku ikut berbaris juga.Â
Tatapanku kembali kosong, benakku kembali bertanya-tanya.
"Kira-kira kalau Bapak-Ibukku hadir dan melihat anaknya lulus senang apa tidak ya? Kira-kira kalau aku tidak lulus nasibku gimana?" Pertanyaan-pertanyaan itu mulai muncul dan perlahan aku sapu dengan logika.Â
"Halah, senang tidak senang ya Ibukku belum pulang, Bapakku pasti hadiahi pukulan" hal-hal membosankan itu yang terus menyeimbangkan otakku di dalam lamunan. Melalui selembar kertas yang dipegang kepala madrasah, pengumuman kelulusan mulai dibacakan.
"Selamat kalian Dinyatakaaaaaannnn Lulus 100%" Kamad dengan suara khas bass nya mulai lantang tersalur melalui tumpukan speaker di lapangan.Â
Jerit tangis, sujud syukur, dan rangkulan menghiasi lapangan upacara madrasah di pagi menjelang siang itu.Â
Dua puluh lima menit berselang, kami membubarkan diri dan bersalaman dengan para ustadzah. Sesampainya dihadapan Us. Hafidzah guru BK ku berkata.
"Nduk, selamat nggeh. Selepas seremonial ini datang ke ruangan Ibu. Ada kado istimewa buatmu" tatapan anggun Ustadzah Hafidzah dan suara lembutnya membangkitkan semangatku. Selepas seremonial aku datang ke ruang BK, ada amplop putih berlogo yayasan diserahkan.
"Alhamdulillah" sontak mulutku berucap. Secarik kertas dari amplop yayasan tertera namaku mendapatkan beasiswa ke Kairo Mesir Universitas Al-Azhar.Â
Dadaku tersentak, api kebahagiaan yang padam kembali membubung tinggi di dalam hati.Â
"Benar, benar kata Pak Kyai Ismail. Kamulyan bakal tak tompo dening pasrah e cobo" suara hatiku dengan tegas mengatakan.Â
Kairo mungkin tempat mengasingkan diriku yang baru, tanpa ucapan selamat apapun dari orang tuaku tak jadi soal. Entah esok jadi apa, Kairo menungguku menjemput cita-cita.Â
Masa kecil yang tidak bahagia, akan ditebus seorang gadis kecil bernama Shelomita dengan ribuan kebaikan di masa depannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H