Hari menjelang malam, suasana makin sepi, Atik berjalan menuju mobil yang terparkir di basement gedung pameran. Sudah tiga hari ia menjadi panitia dalam perhelatan pameran di gedung Indonesia Convention Exhibition (ICE) BSD, Tangerang, Banten.Â
Selama kegiatan berlangsung ia tinggal bersama beberapa orang timnya di sebuah rumah tak jauh dari kawasan BSD. Mereka berasal dari berbagai wilayah di tanah air, sungguh moment ini membuatnya berjumpa dengan rekan kerja dari berbagai daerah. Ada Mas Firman dari Malang, Mas Winarno dari Lampung, Mas Rohandi dari Sukabumi, Teh Lilis dari Majalengka dan Mbak Retno dari Kupang dan Om Jay dari Bekasi.Â
Atik menempuh perjalanan panjang dari Boyolali menuju Tangerang, selama di perjalanan ia banyak memiliki waktu mengenang perjalanan hidupnya. Hidup memang berat, tapi harus dijalani, ia bersyukur sekali, anak-anak sudah selesai menempuh pendidikan di perguruan tinggi, bahkan si sulung sudah ada tanda-tanda untuk mendapatkan jodoh. Tinggal menunggu hari, Atik sudah merestuinya.Â
Berbekal share lokasi, ia memesan sebuah angkutan online. Namun rupanya lokasi yang diberikan tidak akurat, ini membuatnya harus menginap di sebuah musholla. Semula ia membayangkan dapat tidur berbaring dengan nyaman setelah melakukan perjalanan panjang dari Boyolali.Â
"Mas, ayo makan", aku masak oseng tempe. "Gak, aku sudah makan di tempat simbok, tadi.", jawabnya. Atik mengingat kembali moment-moment bersama bapaknya anak-anak. Hampir setiap saat ditawari makanan ataupun minuman ada saja alasannya untuk menolak tawarannya.Â
Alhamdulillah, Mas Yunus menghampirinya ke mushola lalu mengantarkannya ke sebuah rumah yang dijadikan basecamp panitia kegiatan, terutama yang berasal dari luar kota. Meskipun kantuknya belum terobati ia harus segera bersiap diri menuju gedung ICE, guna mengikuti acara pembukaan yang sedianya akan dimulai pada pukul 10:00 Wib.Â
Sebuah pesan masuk melalui aplikasi perpesanan Whatsapp, salah seorang panitia telah menunggu di pintu masuk arena pameran Hall 7 ICE BSD. Atik mempersiapkan name tag panitia, lalu ia bergegas keluar arena pameran untuk menyerahkan name tag peserta.Â
Ya, mas Winarno dari Lampung, mudah saja mengenalinya, karena kami sepakat mengenakan kemeja batik PGRI. Atik menyerahkan sejumlah name tag supaya peserta lain yang hadir dapat masuk ke arena pameran. Pameran ini mengharuskan peserta yang masuk memiliki tiket atau name tag. Name tag tersebut lalu di scan. Pengunjung harus membeli tiket secara online menggunakan aplikasi ticketing.Â
Hari pertama berlangsung acara seminar dengan tema, "Digital Literacy for Future" dengan pembicara dari Kogtik PGRI, UNJ dan Siberkeasi. Hari kedua Atik menjadi juri untuk lomba menulis blog, sementara di hari ketiga membantu Bu Beti mempersiapkan konsumsi.Â
Mobil ia tumpangi bergerak menuju Stasiun Cisauk, Atik sudah lama tak berjumpa dengan salah satu anak angkatnya yang saat ini menetap di Serang. Berbekal aplikasi online Atik membeli tiket menuju stasiun Rangkas Bitung. Ia naik eskalator menuju ke lantai 2 untuk cek in, lalu menuju ke peron satu.Â
Â
Angin bertiup kencang, beberapa kereta melintas, tampak penumpang berjejal, mereka berdiri berpegangan pada handle yang disediakan. Atik duduk di sebuah kursi di peron satu, sebentar-sebentar ia menengok ke gawai yang ada di tangannya, seperti tengah menantikan kehadiran seseorang.Â
Tak lama, seorang wanita muda datang menghampirinya. "Ibu..., ", ujarnya setengah berteriak. Mereka pun berpelukan, mereka lalu asyik bercengkerama.Â
Sebuah kereta kembali berhenti, Atik berjalan menuju ke lajur tiga, berbekal tiket yang telah dibelinya ia masuk lalu berdiri berpegangan pada handle yang disediakan. Gerbong penuh, namun setelah melewati beberapa stasiun, ia mendapatkan tempat duduk.Â
Selamat jalan kereta malam!!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H