Mohon tunggu...
Kailanee
Kailanee Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

Tertarik dengan budaya Indonesia dan isu lingkungan

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Sampah: Warisan untuk Anak Cucu?

6 Februari 2024   15:58 Diperbarui: 6 Februari 2024   16:00 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Limbah domestik berusia puluhan tahun yang ditemukan di pantai Indonesia. (Sumber: Kompas.com)

Permasalahan kantong plastik mungkin sedikit teratasi saat ini. Namun, tanpa disadari hal ini malah menimbulkan masalah baru yang lebih parah. Tas spunbond yang didesain untuk pemakaian berkali-kali, kini hanya dipakai beberapa kali dan dibiarkan menumpuk di rumah. Tak jarang tas spunbond ini digunakan sebagai pembungkus dari sampah yang akan dibuang. Padahal, tas spunbond ini memiliki materi yang jauh lebih sulit terurai dibandingkan dengan plastik. 

Kejadian serupa berlaku juga untuk pengganti plastik lainnya, seperti sedotan stainless steel, botol minum, dan sebagainya. Durasi pemakaian dari barang-barang tersebut hanya beberapa kali, dan mengakibatkan potensi permasalahan sampah yang lebih besar di kemudian hari. 

Tambal Sulam Permasalahan Limbah Domestik

Kembali ke tahun 1959, Sten Gustaf Thulin seorang insinyur Swedia menciptakan kantong plastik yang bertujuan untuk menyelamatkan bumi dari penggunaan kantong kertas. Pada masa itu, kantong kertas dinilai sangat rapuh dan memiliki keterbatasan untuk dipakai ketika basah. Selain itu, kantong plastik diharapkan dapat menjaga lingkungan, karena berkurangnya produksi kertas berdampak pada pengurangan penebangan kayu di hutan. Namun, yang tidak diketahui secara umum terkait penemuan kantong plastik ini ialah tujuan awal dari kantong plastik ini untuk penggunaan secara berulang, seperti yang direncanakan pada tas spunbond saat ini. 

Desain dari kantong plastik pertama kali yang diciptakan. (Sumber: conbloc.com)
Desain dari kantong plastik pertama kali yang diciptakan. (Sumber: conbloc.com)

Berkaca pada perjalanan peralihan dari kantong kertas, kantong plastik hingga menjadi tas spunbond; terlihat bahwa permasalahan lingkungan akan terus bermunculan jika jumlah limbah domestik yang dihasilkan tidak dikontrol. Perlu adanya peran serta dari banyak pihak untuk menumbuhkan kesadaran dalam mempertimbangkan segala sesuatu yang dipakai dimulai dari proses produksi hingga proses pengolahan limbahnya.

Pilah dan Buang pada Tempatnya

Melihat penuhnya TPA di Indonesia dan rumitnya pemecahan masalah limbah domestik, tentu terlintas pertanyaan, "Andai pemerintah memiliki fasilitas pengolahan sampah yang lebih baik di TPA, tentu tidak perlu serepot ini bukan?". Sayangnya, jawabannya sama, tetap perlu serepot itu. Hal ini bisa terlihat dari bagaimana usaha yang dilakukan oleh negara lain, contohnya Singapore dalam mengatasi permasalahan ini. 

Singapore memiliki tempat sampah khusus untuk menampung material yang dapat didaur ulang, seperti kertas, logam, plastik, dan kaca. Material-material tersebut nanti dibawa ke Material Recovery Facility (MRF) untuk dipisahkan dan didaur ulang. Pemilahan sampah dilakukan berdasarkan jenis material dan kondisinya. Dalam video yang dibuat oleh CNA Insider tahun 2023, 60 - 70% sampah yang masuk ke dalam fasilitas tersebut tidak dapat didaur ulang karena sudah terkontaminasi. Kontaminasi yang paling sering ditemukan ialah sisa makanan atau minuman yang bercampur dengan sampah yang didaur ulang. 

Material Recovery Facility (MRF) di Singapore. (Sumber: CNA Insider)
Material Recovery Facility (MRF) di Singapore. (Sumber: CNA Insider)

Proses daur ulang sampah bukan merupakan hal yang sederhana yang bisa dilakukan oleh beberapa kelompok saja. Inisiatif ini memerlukan tindakan secara kolektif untuk menjaga lingkungan dari limbah domestik. Maka, saat ini tidak hanya perlu membuang sampah pada tempatnya, namun perlu melakukan pilah sampah dengan bijak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun