ABSTRAK
Percepatan produksi masal di era revolusi industry 4.0 dengan kebutuhan labor power yang lebih sedikit dan terbukanya gerbang globalisasi ekonomi dengan kooperasi ACFTA yang ekspansif terhadap domestic market Indonesia telah dan akan menimbulkan ketimpangan supply dan deman ketersedian lowongan kerja. (Yani K., Tantri YRS, 2017).
Urbanisasi tidak akan dapat menjawab pencarian kerja jurtaan pemuda baru yang lahir di fase Bonus demografi. Oleh karena itu, untuk mengatasi ketimpangan ini, vital untuk dikembangkannya potensi lokal dengan mengunifikasi dan memodernisasi UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) di tiap daerah yang telah sangat berkontribusi dalam PDB sejumlah 60, 34% di tahun 2017 (Kimberly, 2018).
Sistem yang kami ajukan ialah UMKMu (Unified UMKM) dengan 4P feature strategy, yakni Portal Perencanaan Keuangan dan manajemen usaha, Portal Investasi Berbasis P2P Lending (Capital Market), Portal Online Marketplace, dan Portal Kemitraan yang mengandalkan IoT (Internet of Things) dan IT Infrastructure untuk mengelola big data analysis.
Keempat fitur saling berkorelasi untuk mencapai UMKM yang financially sustainable, ekspansif, dan untuk menarik kaum pemuda untuk menginisasi usaha UMKM nya sendiri. UMKMu dapat menjawab tantangan itu!.
Kata Kunci: UMKM, bonus demografi, 4P features strategy.
PENDAHULUAN
Kooperasi ekonomi global seperti AEC (Asean Economic Community) dan ACFTA (Asean China Free Trade) adalah faktor terbesar yang membuka barrier perdagangan global yang mengakibatkan masuknya banyak pekerja asing, migrasi, FDI (Foreign Direct Investment), dan tentu, komoditas impor (Yani K., Tantri YRS, 2017).
Kita juga tidak bisa mengabaikan fakta bahwa komoditas impor seperti processed and instant foods, serta varian hortikultur telah sangat invasif di sektor pasar lokal kita (Chandra, 2018 dalam Yani, 2017), terutama dalam percepatan automatisasi produksi di revolusi industri 4.0, yang tentu membuat neraca perdangan stagnan dalam status defisit.
Masalah paling akhir datang dengan populasi yang meningkat sekitar 19,8% dari 2010 hingga 2025 disertai dengan bonus demografi, keadaan dimana generasi muda/produktif (15-64 tahun) akan membentuk 70% dari total populasi (Bapennas, 2017).
Kondisi tersebut dapat menjadi malapetaka jika mereka kehilangan kesempatan kerja yang disebabkan oleh masalah di atas. Terlepas dari seberapa terampil dan tingginya prestasi akademik yang mereka miliki, mereka akan dipaksa untuk mengikuti stigma bahwa urbanisasi adalah pilihan terakhir untuk mencari penghasilan hidup dikarenakan minimnya oportunitas pekerjaan di daerahnya.