Mohon tunggu...
Laksamana Fadian Z.R.
Laksamana Fadian Z.R. Mohon Tunggu... Politisi - A writer, Debater, Philantrophist

Mawapres Utama UM 2019 YSEALI Alumni

Selanjutnya

Tutup

Money

Unified UMKM, Ide Fintech Berfiturkan 4P untuk Merevitasliasi UMKM di Era Bonus Demografi

9 Januari 2020   12:27 Diperbarui: 9 Januari 2020   17:10 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tetapi, mereka juga akan terpuruk dalam survival of the fittest dalam ruang interview pekerjaan dari meningkatnya populasi urban yang akan mengikuti stigma yang sama (Tim Bowler, 2017).

Fenomena survival of the fittest dari ketimpangan supply and demand  ketersediaan pekerjaan dan jumlah populasi produktif telah mulai terlihat pada laporan BPS periode 2017 -- 2018 yang memberitahukan bahwa terjadi tingkat pengangguran terbuka (TPT) lulusan universitas sebesar 1,13 persen (Shintaloka, 2018).

Akan menjadi ironi apabila surplus entitas yang idealistis-inovatif dan tersemat badge "agent of change" di dadanya rapuh tak memiliki kesempatan untuk bekarya membangun daerahnya.

Melihat problematika struktural dari globalisasi ekonomi dan bonus demografi, ada satu sektor yang akan sangat berpotensi memperbaiki status quo jika diimprovisasi secara sistematis dengan dukungan personil massif dari kalangan pemuda dan mahasiswa, yaitu sektor UMKM (Usaha Mikro, Kecil & Menengah).

Data menunjukkan bahwa telah ada 56,5 juta UMKM sampai 2012 dan jumlahnya akan terus meningkat (BPS, 2012). UMKM telah menyediakan lapangan kerja untuk 107,6 juta penduduk (90% dari total populasi) dan berkontribusi terhadap total ekspor sebesar 4,86%, serta yang tak kalah penting ialah kontribusi dalam PDB sejumlah lebih dari 60,34% serta (Rp. 27,7 Miliar) (Kimberly, 2018).

Meskipun demikian, UMKM masih menghadapi lima masalah yang pelik, mulai dari : 1) kesulitan mendapatkan dan atau  mengelola modal KUR (Kredit Usaha Rakyat) untuk memulai bisnis atau untuk melakukan ekspansi usaha dikarenakan minimnya track record dan historis keuangan usaha yang menjadi alat pengukur  resiko kredit macet / Non-performing Loan (NPL) sehingga UMKM kesulitan untuk mengajukan pinjaman KUR ke Bank.

Masalah selanjutnya ialah 2) Kurangnya inovasi dalam menciptakan nilai tambah dalam proses produksi untuk segementasi pasar sehingga tidak memiliki comparative advantage dengan produk import/UB (Usaha Besar) (Intan S., Ekaningtyas W., 2016).

Sebagai contoh, di Kecamatan Sekayam, Kalimantan Barat, salah satu wilayah terbaik penghasil Durian berkualitas tinggi, tetapi tidak memiliki industri mikro-menengah kreatif yang dapat memproses Durian hingga menjadi produk bernilai tambah seperti selai, atau dodol (Aceng M, 2015). 3)

Bahkan walau jika komoditi tersebut telah diproduksi secara parsial, UMKM tidak dapat menjualnya dengan harga yang kompetitif karena kurangnya pengetahuan teknik packaging, branding dan marketing intelligence karena orientasi mereka hanyalah produksi yang disalurkan langsung ke para tengkulak yang memiliki rantai distribusi yang panjang, sehingga harga awal produksi sangat rendah.

PEMBAHASAN

Berdasarkan masalah dan ancaman yang dihadapi oleh lebih dari 56 juta UMKM di seluruh penjuru Indonesia, program yang solutif untuk menarik kembali pemuda untuk membangun desa nya dengan menginisiasi UMKM nya sendiri perlu dilakukan dengan menginkubasi dan memodernisasi UMKM secara integratif di setiap wilayah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun