Konklusi Impor Garam
Permasalahan impor garam merupakan salahsatu masalah yang kompleks. Dalam hal ini tentu para stakeholder, maupun Kementerian terkait perlu memikirkan langkah-langkah strategis dan berkelanjutan dalam menghadapi situasi ini. Paradigma yang sudah berkembang, bahwa impor garam merupakan solusi instan dalam mengatasi kebutuhan garam. Pertanyaanya adalah "Sampai kapan kita akan membangun narasi dalam memenuhi kebutuhan garam harus dengan impor?" Atau harusnya kita bisa memulai memperbaiki sistem manajemen secara komprehensif, sehingga mampu menaikkan jumlah produksi garam dalam negeri.
Jika melihat lebih dalam, intensitas impor yang dilakukan oleh pemerintah merupakan indikator dari kelemahan ketahanan pangan kita. Impor bukanlah sesuatu yang haram, yang tidak boleh dilakukan sama sekali. Akan tetapi, pemerintah tidak boleh menjadikan impor sebagai senjata yang digunakan setiap saat tanpa pertimbangan panjang. Impor harus menjadi senjata yang eksklusif yang hanya digunakan ketika situasi sudah sangat tidak terkendali.
Garam merupakan salahsatu komoditi yang vital bagi masyarakat Indonesia pada khsusunya, baik itu untuk kebutuhan rumah tangga, maupun industri. Sebenarnya, ada aturan yang telah mengakomodir kepentingan produsen garam di Indonesia, yang tertuang pada ; UU Nomor 7 tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan dan Petani Garam. UU ini lahir dengan salahsatunya fungsinya agar petani garam lokal tetap terlindungi di tengah gempuran garam impor. Kemudian, dalam UU ini juga mengamanatkan kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) agar menyelenggarakan program perlindungan dan pemberdayaan petani garam.
Program dari UU Nomor 7 tahun 2016, meliputi ; (1) penyediaan sarana dan prasarana usaha, (2) memberikan kepastian usaha yang berkelanjutan, (3) meningkatkan kemampuan dan kapasitas petani garam, (4) menghadirkan sistem pembiayaan yang mudah diakses, (5) perlindungan dari risiko bencana alam, serta (6) memberikan jaminan keamanan dan keselamatan serta bantuan hukum.
Berdasarkan UU tersebut, sebenarnya sudah sangat jelas langkah-langkah yang harus dilakukan. Akan tetapi, kita tahu bahwa karakteristik birokrasi di Indonesia adalah tidak adanya konsistensi dalam implementasi setiap kebijakan. Dapat kita bayangkan jika amanat dari UU tersebut dilakukan secara serius oleh semua pihak, tentu saja dibarengi dengan konsistensi, pastinya para petani garam akan mampu beradaptasi dengan gempuran impor dan modernisasi perkembangan zaman.
Indonesia adalah negara dengan sejuta potensi, yang harusnya mampu mensejahterakan, menguntungkan, melindungi, serta mengakomodir segenap kepentingan dan kebutuhan rakyatnya. Impor adalah opsi yang bijak, jika digunakan dalam memenuhi kebutuhan dalam kondisi yang sangat urgent, bukan digunakan dalam menutupi suatu kelemahan. Dengan sumber daya manusia (SDM) dan sumber daya alam (SDA) yang terintegrasi dengan aturan-aturan atau kebijakan yang pro pada kepentingan rakyat, maka kita akan mampu membangun pasar yang sehat, petani garam yang mandiri, serta mengokohkan stabilitas pangan kita. Sudah saatnya kita menjadi bangsa yang mandiri, menuju kedaulatan pangan nusantara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H