Mohon tunggu...
Willyday Namali
Willyday Namali Mohon Tunggu... Seniman - Pelinting Bunyi

Komposer Karawitan / Kreator Gamelan / Audio Engineering

Selanjutnya

Tutup

Music Pilihan

Harmoni Pendawan: Wajah Baru Konser Gamelan

24 Februari 2021   15:30 Diperbarui: 24 Februari 2021   16:27 617
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nembang Raras - Dok. pribadi, hasil screenshot akun YouTube Sisih Selatan Studio

Dilihat dari medium, komposisi ini melibatkan banyak ricikan dengan jenis pencon duduk sebagai fokusnya. Pencon duduk yang dimaksud, seperti: Bonang Panembung, Bonang Barung, Bonang Penerus, Kethuk, serta Kenong dan beberapa pencon tambahan yang dimainkan secara eksploratif. Eksplorasi yang dimaksudkan, seperti menggesekkan telapak tangan pada pencu Kenong dan juga penabuhan pencu Bonang dengan direndamkan pada ember berisi air. Ricikan lain yang berfungsi sebagai penguat komposisi, adalah: Gong Ageng-Suwuk, Kempul, Slenthem, Sindhen, dan Vokal Koor. Yang menjadi menarik, Adam juga menggunakan air sebagai instrumen yang berdiri sendiri serta instrumen kecil berbahan bambu yang jika dimainkan akan menimbulkan bunyi seperti ayam berkokok.

Kerja yang dilakukan oleh Adam dan 6 niyaga-nya telah menjadi gebrakan tersendiri di lingkup Jurusan Karawitan. Penggunaan ricikan Gamelan dengan banyak teknik yang berbau eksploratif tentu tidak terlepas dari pro-kontra di antara dose pengampunya. Penulis juga meyakini, bahwa apa yang dilakukan oleh Adam dalam menyikapi instrumen masih dalam kategori wajar, sehingga tidak menimbulkan cacat fisik pada ricikan yang digunakannya. Satu hal yang menjadi penekanan saat berdialog dengan Adam, ia meyakini betul bahwa apa yang dilakukannya dalam rangka membuat komposisi kontemporer akan berguna bagi perkembangan komposisi Karawitan ke depan, khususnya perihal cara pandang komposer dalam menyikapi Gamelan Jawa.

NGEK NGOK

Pertunjukan ketiga dari acara ini, adalah karya "Ngek Ngok" yang dikomposeri Shandro. Dengan total durasi 18'08, Sandro mampu mencuri fokus audience dengan hadirnya 10 rebab yang hanya dimainkan oleh 6 niyaga. Rebab-rebab tersebut, terdiri dari: 2 Rebab Panembung, 6 Rebab Barung, serta 2 Rebab Penerus. Pada praktinya, 4 niyaga dalam komposisi ini akan memainkan setidaknya 2 Rebab secara bergantian, sedangkan 2 niyaga lain hanya memainkan 1 Rebab. Tidak hanya itu, setiap niyaga dalam karya ini juga dibebankan dengan olah vokal sembari memainkan Rebab. Tentunya ini menjadi perhatian khusus, karena keahlian hal tersebut cukup sulit dilakukan jika tanpa proses latihan yang serius. Bisa dibilang, karya yang digarap oleh Sandro sangat menganut ideologi 'minimax', yang berarti memaksimalkan potensi dengan piranti-piranti yang terkesan minimalis.

Perihal muatan isi, komposer mengutarakan secara terang-terangan kepada penulis, bahwa karya yang ia buat tidak terfokus pada aspek lain selain karya itu sendiri atau bisa dibilang musik absolut. Jika karya yang dibuat oleh Shandro tidak menuangkan cerita atau momen tertentu, lalu apa yang menjadi ide awal Shandro untuk membuat karya tersebut? Jawaban tersebut bisa dilihat dari ricikan apa saja yang digunakannya, yakni hadirnya 3 nama berbeda pada 10 Rebab yang digunakan.

Perlu diketahui, bahwa seluruh ricikan Gamelan yang ada di Jawa selama ini hanya mempunyai 1 instrumen gesek yang disebut Rebab. Padahal, sistem marga yang ada dalam Gamelan Jawa umumnya menganut konsep 3 penamaan (berdasarkan perbedaan wilayah laras), yakni: Panembung, Barung, dan Penerus. Hal ini lah yang menjadi keresahan Shandro dan membuatnya bertanya-tanya, "Mengapa Rebab di jawa tidak terbagi menjadi 3 nama seperti ricikan lainnya?". Keresahan tersebut memicu Shandro untuk bereksperimen dengan mewujudkan 2 ricikan baru yang dinamainya sebagai Rebab Panembung dan Rebab Penerus. Sedangkan, Rebab versi klasik tetap ia gunakan dengan menamainya sebagai Rebab Barung, sesuai dengan karakteristik bunyi dan laras yang dihasilkan.

Ketiga jenis Rebab tersebut menjadi inspirasi penting dalam pembuatan karya "Ngek Ngok" tanpa memasukkan aspek lain, seperti: politik, sosial, religi, dan lain sebagainya. Sandro juga menegaskan, bahwa dirinya tidak memaksakan tafsir khusus terhadap audience dan semua orang yang mendengar berhak untuk memberi makna atau menafsir apapun terhadap karyanya.

Sebagai penutup pembicaraan tertutup, komposer sangat berharap bahwa karya "Ngek Ngok" dapat menginspirasi komposer lainnya agar mampu memanfaatkan instrumen dengan baik dan bijak, meskipun hanya dengan instrumen yang sedikit. Menurut hemat penulis, Sandro telah melangkah lebih jauh dari rekan sebayanya dengan membuat komposisi absolut yang kaya akan tafsir, sekaligus sebagai kreator atas 2 ricikan baru yang akan sangat berguna bagi perkembangan Gamelan, khususnya dalam ranah organologi Gamelan.

Toh - Dok. pribadi, hasil screenshot akun YouTube Sisih Selatan Studio
Toh - Dok. pribadi, hasil screenshot akun YouTube Sisih Selatan Studio

Ngek Ngok - Dok. pribadi, hasil screenshot akun YouTube Sisih Selatan Studio
Ngek Ngok - Dok. pribadi, hasil screenshot akun YouTube Sisih Selatan Studio

BISMANTAKA TALIDARMA

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun