Itu semua tersimpan di dalam batin anak dan keluar dalam bentuk perkataan-perkataan singkat, tapi emosional. Ini yang perlu ditangkap orangtua untuk memahami apa yang ada di dalam batin anak.
5. Perlahan-lahan carilah berbagai kesempatan yang pas untuk membicarakan satu demi satu perkataan tersebut.
Bicarakan satu saja untuk setiap satu kesempatan, lalu tutup dengan permintaan maaf, bukan nasihat. Tujuannya lebih untuk mendengarkan dan mengakui perasaan anak. Kalaupun anak salah memahami situasi, sehingga ia merasa demikian, itu tidak berarti bahwa perasaannya tidak sah.Â
Orangtua boleh saja memberitahu bahwa kita tidak bermaksud demikian, tapi tetap kita meminta maaf sebagai tanda bahwa kita menyesali keseluruhan situasi tersebut bisa sampai terjadi.
6. Carilah tahu bagaimana cara yang paling pas untuk anak dalam mendisiplinkan mereka.
Setiap anak beda. Prinsip umum mendisiplinkan sama, tapi cara menerapkannya apabila beda anak beda situasi keluarga tentu beda cara juga. Pelajari prinsip umum dari berbagai sumber, entah itu buku, seminar, kelas-kelas parenting, dsb.Â
Lalu tentukan rancanglah penerapannya sesuai dengan situasi keluarga dan kepribadian anak. Berkonsultasilah dengan para profesional apabila butuh bantuan yang lebih spesifik dalam merancangnya.
7. Pertimbangkan untuk membawa anak ke psikolog bila dibutuhkan.
Apabila anak sudah terlihat kesulitan secara emosional dan dampak perilakunya sudah menghambat berbagai hubungan dengan orang-orang di sekitarnya, maka itu barangkali sudah menjadi tanda bahwa anak membutuhkan bantuan konseling atau terapi.
8. Pertimbangkan untuk orangtua menjalani konseling atau terapi bila dibutuhkan.
Dinamika konflik keluarga akan menjadi jauh lebih buruk dan kompleks apabila orangtua atau anak (atau keduanya) punya masalah emosional secara pribadi. Jadi tidak hanya anak, tapi seringkali orang tua juga perlu menyelesaikan dulu masalah emosinya.