Di tengah hiruk pikuk pro dan kontra atas Putusan Uji Materi Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR dan DPRD terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, masyarakat Kabupaten Bojonegoro patut berbahagia atas dilantiknya pemimpin baru, Bupati Dr. Hj. Anna Muawanah dan Wakil Bupati Drs. H. Budi Irawanto, M.Pd periode 2018-2023.
Pemimpin yang telah malang-melintang di dunia politik, seorang politisi senior yang beberapa periode duduk sebagai wakil rakyat di Senayan. Ya, Bupati yang baru saja dilantik pada 24 September 2018 di hadapan Gubernur Jawa Timur. "ngayoni ngopeni", begitulah slogan yang diungkapkan oleh Bupati perempuan pertama Bojonegoro, yang tercermin dari program unggulannya yakni mengentaskan kemiskinan melalui peningkatan produktivitas di sektor pertanian.
Otonomi Daerah
Reformasi 1998 merupakan kick-off dari munculnya perubahan hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Perubahan tersebut ditandai dengan desentralisasi melalui otonomi daerah. Merujuk pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda), desentralisasi merupakan penyerahan urusan pemerintahan oleh pusat kepada daerah berdasarkan asas otonomi. Lebih jauh lagi pembagian urusan pemerintahan, yakni urusan pemerintahan absolut yang hanya dimiliki oleh pemerintah pusat, dan urusan pemerintahan konkuren yang menjadi dasar pelaksanaan otonomi daerah setelah adanya pembagian berdasarkan UU Pemda. Tujuan desentralisasi dari sisi pemerintah daerah yaitu untuk mewujudkan political equality, local accountability, dan local responsiveness [Syarif Hidayat, "Desentralisasi Untuk Pembangunan Daerah]. Hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan (konkuren) dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Begitu besar dampak otonomi daerah, sehingga memberikan kewenangan yang besar pula kepada Kepala Daerah dalam melaksanakan tugasnya, baik dalam hal pengajuan dan penetapan peraturan perundang-undangan, serta dalam hal pengambilan beleid/kebijakan demi kepentingan masyarakat di daerah tersebut.
Secara sempit latar belakang otonomi daerah untuk mengakomodir kebutuhan pelayanan pemerintah yang berdasar pada beragamnya populasi dan basis ekonomi masyarakat. Keragaman itu ditandai dengan variasi etnis, agama dan kepercayaan, latar belakang budaya, dan perbedaan ekonomi lokal suatu masyarakat dalam satu wilayah/daerah. Sonny Keraf dari Michigan University dalam buku terjemahannya "Etika Lingkungan", secara konseptual otonomi daerah memberikan dampak positif bagi kesejahteraan daerah. Pertama, otonomi daerah mendekatkan pengambilan kebijakan dan keputusan publik dengan rakyat di daerah, agar sesuai dengan kondisi  daerah tersebut. Kedua, melalui otonomi daerah pula kontrol langsung dan lebih cepat, bahkan lebih murah, bagi kebijakan yang pro rakyat. Ketiga, kepentingan masyarakat lokal yang akan lebih diperhatikan dan diakomodasi. Keempat, nasib daerah yang ditentukan oleh daerah itu sendiri. Oleh karenanya, pemerintah daerah didorong untuk serius dalam membangun daerahnya sendiri.
Peraturan Daerah
Senjata yang paling ampuh dalam pelaksanaan urusan pemerintahan daerah dan mengakomodir kewenangan yang melekat padanya, yakni Peraturan Daerah (Perda). Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Pasal 7 menyebutkan bahwa Perda masuk dalam hierarki perundang-undangan yang mempunyai kekuatan hukum sesuai dengan hierarki. Untuk menyelenggarakan pemerintahan daerah, dalam pelaksanaan tugas, wewenang, kewajiban, dan tanggung jawab, serta atas delegasi dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, pemerintah daerah dapat menetapkan kebijakan daerah yang dirumuskan melalui Perda.
Daerah sebagai satu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai otonomi berwenang mengatur dan mengurus daerahnya sesuai aspirasi dan kepentingan masyarakatnya, sepanjang tidak bertentangan dengan tatanan hukum nasional dan kepentingan umum. Pembagian urusan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah seperti yang disampaikan di awal tulisan ini, memiliki nilai yang terkandung di dalamnya untuk memberikan ruang yang lebih luas kepada daerah untuk mengatur dan mengurus kehidupan warganya. Sehingga hubungan antara pusat dan daerah yang selaras, harmonis, dan ideal dapat terwujud dengan sendirinya. Mengapa demikian? Dapat kita lihat bahwa kebijakan-kebijakan pemerintah pusat harus memperhatikan local wisdom (kearifan lokal) dan sebaliknya pemerintah daerah dalam membentuk kebijakan, baik dalam bentuk Perda atau lainnya harus memperhatikan kepentingan nasional.
Terlepas dari pada itu, pemerintah pusat melalui kementerian-kementerian teknisnya telah banyak menyusun Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) sebagai pedoman bagi pemerintah daerah dalam penyusunan Perda. Sebagai contoh NSPK yang berkaitan dengan pelayanan dasar seperti Peraturan Pemerintah Nomor 122 Tahun 2015 tentang Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) yang mengamatkan penyusunan Kebijakan dan Strategi (Jakstra) SPAM bagi daerah, atau Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 04/PRT/M/2017 tentang Sistem Penyelenggaraan Air Limbah Domestik (SPALD) yang memberikan acuan teknis bagi daerah dalam pelaksanaan SPALD.
Peran Serta Masyarakat
"Mengembangkan kehidupan demokrasi", begitulah kira-kira hubungan yang aktif antara pemerintah daerah dengan masyarakatnya. Maksudnya yaitu dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah, sudah sepatutnya pemerintah daerah melakukan penyerapan aspirasi dan meningkatkan partisipasi masyarakat. Sarana untuk mewujudkan partisipasi tersebut dapat berupa konsultasi publik, musyawarah, kemitraan, penyampaian aspirasi, dan/atau pengawasan oleh masyarakat. Untuk mewujudkannya, perlu pula bagi pemerintah daerah memberikan batasan-batasan mengenai tata cara masyarakat untuk mengakses informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan daerah, kelembagaan dan mekanisme partisipasi itu sendiri, serta dukungan penguatan kapasitas terhadap kelompok dan/atau organisasi kemasyarakatan agar berpastisipasi secara efektif.
Proses menyalurkan aspirasi, pemikiran akan kepentingannya dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, perlu diberikan ruang atau sarana agar komunikasi tersebut dapat terwujud. Partisipasi didasarkan pada pemikiran bahwa kedaulatan yang ada dalam suatu wilayah berada di tangan rakyat. Contoh partisipasi tersebut salah satunya keikutsertaan masyarakat, dalam hal ini masyarakat Bojonegoro, dalam Pemilihan Kepala Daerah.
"activity by private citizens designed to influence government decision-making" -- Samuel P. Huntington & Joan M. Nelson
Kini saatnya bagi Bupati dan Wakil Bupati yang telah dilantik untuk memimpin Bojonegoro, memberikan timbal balik atas partisipasi pertama masyarakat, menggunakan alat daerah untuk melaksanakan kebijakan-kebijakannya, namun tetap membuka ruang aspirasi masyarakat, sehingga pelaksanaan program-programnya dapat mengakomodir kebutuhan masyarakat Bojonegoro, juga secara bersamaan mewujudkan kehidupan demokrasi yang sehat, yang setara antara pemerintah daerah dan masyarakatnya.
Bojonegoro, 27 September 2018
*Penulis merupakan ex-Tenaga Ahli Hukum Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, tim penyusun PermenPUPR 04/PRT/M/2018 tentang SPALD dan mendampingi beberapa daerah dalam penyusunan Perda, saat ini sedang menempuh Pendidikan dan Pelatihan Calon Hakim di Pengadilan Negeri Bojonegoro Kelas 1B.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H