Mohon tunggu...
willy jurnal
willy jurnal Mohon Tunggu... -

berbagi kisah apa-adanya dengan penuh kesederhaan tentu sangat menyenangkan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pusako Lamo Pratin Tuo

9 Januari 2012   07:22 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:08 822
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_162446" align="alignleft" width="300" caption="kepala kerbau dalam proses adat pratin tuo"][/caption] Kato pembuka acara adat, ”Sembah nak kami katokan kepado pucuk jalo tumpuan ikan, rimbo tumpuan hujan gunung tutupan kabut,

Kok pegi tempat anak negri betanyo kok balik tempatnyo berberito.

Sembah nak kami berikan pulo kepado ninik mamak, Atehnyo yo kepalo dusun, yang memegang adat memegang pusako, yang menentukan larek dengan jajo, yang mengajum mengarah anak jantan anak betino, dalam dusun nan sebuah kampung nan sebagi.

[caption id="attachment_162447" align="alignleft" width="300" caption="tokoh adat dan para undangan"]

1326090599455539967
1326090599455539967
[/caption] Tuo tau cerdik pandai, bak apak besak dalam negeri, kok retak tempat betitip sumbing tempat betimpal, orang yang cerdik cendikiawan orang yang arif bijaksano,

kok lupo tempat kito betanyo ragu tempat betuik, orang yang dapat meletakkan sesuatu pada tempatnyo.

Yang buto jadi penumbuk lesung yang pekak jadi pelepas bedil, yang lumpuh jadi penunggu rumah, nan ilok pelawan gawe nan kuat pelantak duri,

bekilek ikan dalam lubuk nyo sudah tau pulo jantan betinonyo”.

[caption id="attachment_162462" align="alignleft" width="300" caption="masyarakat yang menyaksikan acara ini"]

1326092725762695125
1326092725762695125
[/caption] Ucapan adat kepada para undangan; “Mulai dari nan tegak dihalaman rumah besudut empek betanggo bejalan naik, nan berado dipintu jalan masuk, jugo nan terbendung dibilik dalam,

sampai kebelakang balai betanak terus menjorok kedapuran.

Tinggi bukit lah didaki dalam lurah lah dituruni, empang batu lah dikalik empang batang lah digabung, begitu jugo teluk sakti rantau betuah laut lepeh lah direnangi,

Selaku tuan rumah kami mengucapkan selamat datang kepado dun sanak segalonyo”. (dilanjukan salam)

[caption id="attachment_162450" align="alignleft" width="300" caption="Kepala dusun sedang memegang siginjai"]

1326091088589525484
1326091088589525484
[/caption] Si Ginjai ; Yaitu benda sebentuk keris yang tidak bergagang dan tidak ada sarungnya, dengan panjang sekitar 80-90 cm dan jumlah lekok 9 yang seimbang. Pada tahun 2008 sebagian tokoh adat setempat menyusuri informasi tentang keberadaan hulu atau gagang si ginjai ini, pada tahun itu akhirnya ditemukan hulu atau gagang Si Ginjai yang terletak di dusun Teramang daerah provinsi Bengkulu. Konon hulu atau gagang Si Ginjai terbuat dari emas dan mewah, dan kabarnya masyarakat di sana juga melakukan hal yang sama (prosesi penurunan pusako) pada setiap tahunnya, namun Si Ginjai dan Gagangnya sejauh ini belum pernah dipertemukan atau disatukan, karena menurut ke-adatan itu adalah tanda atau pegangan masing-masing wilayah yang dimaksud dengan ‘anak jantan anak betino’, anak jantan yang memegang Si Ginjai begitupula sebaliknya.

[caption id="attachment_162452" align="alignleft" width="300" caption="penyerahan keris kpd depati sekarang"]

13260913281042962326
13260913281042962326
[/caption] Kato-kato adat serah terimo keris; “Kami serahkan keris nan sebilah, kepado yang memegang eco dengan pakai, kepado yang memegang pantang dengan larang, untuk diambung kelangit nan tinggi untuk diserak ke bumi hampa, untuk mengajum mengarah, untuk menyimpan memenggal, anak jantan anak betino dalam marga pratin tuo, peliharolah adat istiadat, pagarlah rumah dengan adat, yang dak lapuk dek ujan yang dak lekang dek paneh”.

Serah terima keris disini sekaligus sebagai pengukuhan para depati-depati, maksudnya depati lama ke depati yang baru, kepala desa lama ke kepala desa yang baru, begitulah khususnya sejak sistem adat berganti dengan sistem pemerintahan desa seperti saat ini.

[caption id="attachment_162457" align="alignleft" width="300" caption="tokoh adat memegang si gindo kuning"]

1326091830950511550
1326091830950511550
[/caption] Si Gindo Kuning : Bentuknya bulat panjang dengan diameter sekitar 2-3 cm dengan panjang sekitar 30-40 cm, Si Gindo kuning adalah pegangan atau petunjuk bagi masing-masing Depati.

Dalam Marga Pratin Tuo ada beberapa depati yang tersebut sebagai berikut;

Depati Pemuncak Alam, tempatnyo di dusun Tuo

Depati Karto Yudo, tempatnyo di dusun Tanjung Berugo, Nilo Dingin dan Sungai Lalang

Depati Penganggun Besungut Emeh, tempatnyo di dusun Koto Rami dan dusun Rancan dan Depati Purbo Nyato, tempatnyo di dusun Tiaro.

ke-7 (tujuh) dusun diatas adalah satu kesatuan wilayah adat Marga Pratin Tuo, sejak masuknya system pemerintahan desa ketujuh dusun ini sekarang menjadi sebagai Desa-desa.

[caption id="attachment_162458" align="alignleft" width="300" caption="Si Gindo Kuning dan Si Ginjai"]

13260920961415400666
13260920961415400666
[/caption] Maksud dan makna dari ketiga tabung Si Gindo Kuning ;

Tabung pertamo isinya yang mengatur tentang mengajum mengarah memegal anak jantan anak betino, cupak dengan gantang.

Tabung keduo isinyo yang mengatur tentang ingat dengan bateh, dimano bateh Marga Pratin Tuo dengan Marga yang lainnyo.

Tabung ketigo isinyo yang mengatur tentang eco dengan pakai dan pantang dengan larang.

Masing-masing dari tabung tersebut memiliki isi semacam surat atau tulisan, secara fisik isi dari masing-masing tabung sudah sangat hancur sehingga tidak bisa terbaca lagi, namun secara umum masing-masing tabung berisi maksud dan tujuan seperti diatas.

[caption id="attachment_162460" align="alignleft" width="300" caption="Si Kain Panjang"]

13260922571657752074
13260922571657752074
[/caption] Si Kain Panjang ;

Kain batik berwarna merah ini umurnya sudah hampir 700 tahun lho,. menurut tokoh adat setempat kain panjang ini bercorak ‘Bungo Durian Jatuh’, pokoknya kren dan gak mati gaya dengan corak kain sekarang, kain panjang ini berfungsi sebagai pelapis atau bungkus Si Ginjai dan Si Gindo Kuning, namun karena dimakan usia Si Kain Panjang mulai mengalami robek dibeberapa sisi, maklum hampir 7 abad gituloh,.

udah brapa generasi ya? Karena kondisi tersebut sekarang ini Si Ginjai, Si Gindo Kuning dan Si Kain Panjang disimpan dalam sebuah peti.

Prosesi adat ini dalam bahasa keadatan disebut dengan ‘Penurunan Pusako atau Turun Pusako’ biasanya acara ini dilakukan sekali dalam setahun, dengan 100 gantang beras dan seekor kerbau, maklum prosesi ini akan dihadiri masyarakat dari berbagai desa atau wilayah khususnya tujuh desa yang menjadi wilayah marga pratin tuo. Biasanya dalam prosesi ini masyarakat akan mengetahui apakah Si Ginjai dalam kondisi berkarat, kotor atau bersih, jika Si Ginjai bersih itu pertanda daerah dan kehidupan masyarakat setempat akan baik-baik saja, begitupula sebaliknya.

Si Ginjai atau barang-barang pusako ini diturunkan terakhir pada bulan September 2011 lalu, dan menurut tokoh adat kondisinya dalam keadan bersih, semoga itu pertanda baik bagi kehidupan masyarakat  dan daerah disana ya,..amiiiiiinnn !

Ok bro ini dulu ya ! Semoga bermanfaat dan semoga juga Si Ginjai selalu dalam keadaan bersih,.

[caption id="attachment_162461" align="alignleft" width="300" caption="corak si kain panjang"]

1326092389753891853
1326092389753891853
[/caption] Eh iya, kalo saya ngak salah dengar, masyarakat disana berharap ada yang melestarikan corak batik si kain panjang, macam duplikat gitulah,.siapa yang bisa buat duplikat si kain panjang pastinya akan seru sekali,.Itung-itung beramal and melestarikan adat lamo pusako usang, hayooo..hayoo..

Manatau ada secercah harapan disini,.xixixixixixi,.

Akhirn kata,

“Tanam pinang rapat-rapat agar puyuh tak dapat lari, jawablah salam dengan semangat agar kita jadi masyarakat islami,

Assaalaimulaikum waraohmatullahi wabarokatuuu”,.!

By ; willy azan fesbuker,

email willy_jambi@yahoo.com,

kontak +62 852 73739383

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun