Brewer menjelaskan bahwa wajar bagi setiap orang untuk marah, dan kemarahan bukan sesuatu yang tidak sehat atau "berbahaya" di sini.
Sebaliknya, bagaimana ekspresi kemarahan yang tanpa filter ---dimana orang menerimanya tanpa konteks atau memunculkan kesalahpahaman --- sehingga kemudian hal itu bisa menyakiti orang atau membuat kita terlihat agresif atau marah.
Apa yang bisa dilakukan?
Meskipun terkadang ada situasi di mana orang-orang menjadi jahat karena ia memang jahat, pada akhirnya, kita semua adalah manusia.
Kita merasa lebih dekat dengan orang asing secara online daripada yang seharusnya, kita merasakan kekuasaan lewat sekali klik, dan kita mencoba menemukan pelepasan atau pendengar saat kami merasa sakit hati atau marah.
Ketika kita membiarkan diri kita melakukan semua hal di atas, kita memberi orang asing tempat duduk baris pertama dalam drama hidup kita, dan dalam proses itu dapat membuat kita tampak sangat agresif dan tidak memiliki kesadaran sosial.
Ketika kemarahan diekspresikan secara serampangan di internet, yang mengucapkan dan menerimanya sama -- sama menjadi terluka dan lingkaran tersebut akan terus berlangsung selagi tidak ada yang mau mendengarkan.
Seperti yang sering terjadi, keterbukaan dan respons yang lebih lembut terhadap seseorang yang sedang mencaci ataupun melampiaskan kemarahan akan sesuatu lebih baik dibandingkan kita balas mengeluarkan amarah.
Dan terakhir, sebelum Anda menulis dan memposting sesuatu, lepaskan diri Anda dari drama yang sedang menghinggapi atau rasa putus asa atas sesuatu di dunia nyata dengan menelepon teman atau menulis di jurnal offline terlebih dahulu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H