Sejarah Kapal Selam Indonesia
Indonesia pernah mengoperasikan kapal selam yang terdiri dari 12 kapal kelas Whiskey yang dibeli dari Uni Soviet pada 1960-an dan 70-an.
Namun, pada hari -- hari ini, Indonesia hanya mengoperasikan lima kapal selam.
Indonesia telah menyatakan minatnya untuk memperoleh lebih banyak kapal selam untuk melindungi kepentingan nasional dan menjaga sumber daya dan jalur laut.
Pada tahun 2006, Agence France-Presse melaporkan bahwa Indonesia sedang mempertimbangkan untuk membeli total 12 kapal selam dari Rusia, Korea Selatan, atau China. Karena keterbatasan anggaran, pengadaan ini tidak terwujud; Meski demikian, petinggi TNI-AL tetap mengutarakan aspirasi untuk armada kapal selam yang besar.
Pada tahun 2010 Wakil Kepala Staf Angkatan Laut Wakil Laksamana Marsetio menyatakan keyakinannya bahwa Indonesia membutuhkan 39 kapal selam lagi untuk melindungi wilayah laut negara yang luas dari ancaman eksternal.
Laporan media yang mengutip Rencana Strategis Pertahanan Indonesia 2024 mencatat bahwa dokumen tersebut bertujuan untuk memiliki kemampuan setidaknya 10 kapal selam.
Modernisasi dan Kemampuan Kapal Selam Indonesia Saat Ini
Sejak akhir 1990-an, Indonesia terus memodernisasi berbagai aspek struktur militernya, termasuk alutsista.
Kapal selam kelas Cakra, termasuk KRI Nanggala-402, yang telah dikomisikan sejak 1981 menjalani perbaikan besar pada kesempatan yang berbeda, awalnya oleh HDW dan kemudian oleh Daewoo Shipbuilding & Marine Engineering (DSME) Korea Selatan.
Perbaikan ini menghasilkan modernisasi sistem propulsi serta sistem deteksi dan navigasi. Selain itu, DSME menambahkan sistem kendali tembakan dan tempur baru.
Pada bulan Desember 2011, Kementerian Pertahanan Indonesia menandatangani kontrak senilai $ 1,1 miliar dengan DSME untuk menambah Angkatan Lautnya dengan tiga kapal selam serang diesel-listrik Tipe 209/1400 pada tahun 2020.