Dari penelitian yang dikutip oleh LA Times, Melissa Healy menulis,
"Ketika sekelompok orang asing berkumpul bersama, orang-orang yang narsismenya tinggi di awal menikmati kekaguman, pengakuan, dan rasa bersahabat di antara orang -- orang asing tersebut. Namun seiring waktu, kepercayaan diri dan kecakapan menunjukkan diri gagal menopang mereka untuk mendapat kepercayaan lebih lanjut."
Melissa Healy lalu mengatakan bahwa melatih kecerdasan emosional dan mengekspresikan empati adalah strategi jangka panjang yang lebih baik.Â
Pikirkan tentang kualitas emosional dari pesan yang Anda untuk media sosial pribadi maupun merek atau perusahaan yang anda representasikan.
Menjadikan Diri Sendiri Narsis Atau Membuat Ruang Agar Orang Lain Bisa Narsis?
Apa yang membuat orang tertarik dan bertahan lama adalah bagaimana konten yang Anda bukan untuk menunjukkan bahwa Anda yang istimewa, namun Anda sukses membuat orang dapat terus melihat Anda dan merasa tervalidasi atau merasa istimewa.
Contoh brand yang berhasil menciptakan konten yang bukan berpusat kepada "Aku", namun "Kamu" atau "Kalian" adalah promosi yang dibuat Coca-Cola di Cina.
Perusahaan menawarkan botol yang bertuliskan nama atau emosi yang ingin diungkapkan pelanggan. Mereka bersama-sama mempromosikan botol-botol ini dengan Sina Weibo, salah satu situs media sosial China.
Pada hari pertama promosi, konsumen China memesan 300 botol per jam; pada hari keempat, mereka memesan 300 botol per menit. Alih-alih mencari "yang disukai", Coca-Cola mencerminkan apa yang dicari konsumen: validasi.
Mereka menyadari bahwa pesan merek terkuat yang dapat mereka kirimkan adalah cerminan dari pelanggan itu sendiri.
Hal yang sama sukses dilakukan Starbucks.