Mohon tunggu...
W. Bintang
W. Bintang Mohon Tunggu... Freelancer - Variety Writer

Penulis lepas, memberikan perspektif atas apa yang sedang ramai dibicarakan.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

GM Irene Menang Atas Dewa Kipas, Netizen Indonesia Siap Minta Maaf?

22 Maret 2021   16:58 Diperbarui: 30 Maret 2021   21:33 2671
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Satu hal yang pasti, kebanyakan netizen Indonesia tetap asal bercuap setelah kemenangan 3-0 GM Irene Kharisma Sukandar atas Pak Dadang Subur.

Satu hal yang penulis lakukan sore ini adalah membagi perhatian dalam dua tab di layar komputer kerja.

Tab sebelah kiri menayangkan pertandingan antara Irene Sukandar melawan Dadang Subur alias Dewa Kipas bersama lebih dari 1 juta orang di Indonesia. Tab sebelah kanan adalah Tweetdeck, sebuah aplikasi Twitter, untuk memantau mention atas GM Irene dan Pak Dadang.


Dan, saya merasakan banyak emosi.

I

Tentulah senang untuk mengetahui bahwa minat kepada catur di Indonesia naik pesat seiring kontroversi Dewa_Kipas. Pertandingan juga dipandu oleh pasangan komentator Susanto Megaranto dan Chelsie Monica yang memiliki track record sebagai pemain catur profesional.

Deddy Cobuzier dan figur yang terlibat dalam eksebisi catur barusan juga memberikan komentar positif dalam memotivasi para peminat catur, baik yang lama maupun yang baru.

Ada lagi dukungan kepada Pak Dadang yang muncul dari ketikan netizen di tab komentar live YouTube maupun di linimasa Twitter. Hasilnya tentu tagar "Dewa Kipas" dan "Pak Dadang" naik ke trending Twitter Indonesia pada Senin (22/03) sore. Identifikasi Pak Dadang sebagai masyarakat biasa sehingga dekat dengan mayoritas netizen menimbulkan mention positifnya kepada sosok pemilik akun Dewa_Kipas di chess.com.

II

Perasaan senang tidak kemudian membendung kekesalan penulis. Perasaan ini muncul melihat komentar di linimasa yang masih meremehkan permainan GM Irene ataupun motif emosional (kesombongan) atau finansial yang memotivasi Irene untuk mengeluarkan klarifikasi yang berujung kepada terlaksananya pertandingan ini.

Sorotan kepada GM Irene menurut hemat penulis tidaklah adil. Ibaratnya, kemenangan mutlak Irene hanya akan mendorong komentar yang cenderung meremehkan (walaupun jelas Irene punya prestasi catur lawa sebelum drama Dewa Kipas), namun kekalahan 1 game dari keseluruhan pertandingan akan menjadikan Irene bulan -- bulanan media sosial.

GM Irene ibarat "menang jadi arang kalah jadi abu."

Baca juga: "Fenomena Dewa Kipas" oleh Evander Nathanael Ginting

III

Jelas, perasaan gusar masih menyisa walau drama sepertinya sudah usai. Selepas pertandingan GM Irene dan Dewa Kipas, apakah kasus pemblokiran Dewa Kipas dibiarkan begitu saja?

Jangan sampai bahwa ketika Pak Dadang sudah menyanggupi dan melakoni pertandingan langsung (offline), maka kesilapannya pada pertandingan daring (online) saat melawan Levy Rozman (GothamChess) yang berujung pemblokiran chess.com dilupakan.

Bahwa kemudian setelah pertandingan GM Irene melawan Dewa Kipas ditutup dengan penyampaian pesan bahwa drama sudah usai serta ucapan motivasi agar para pemain catur Indonesia semakin menggalakkan pertandingan ini, hal yang terlewat adalah peringatan agar netizen mawas diri.

Jika memang motif nasionalisme dan kebanggaan diri akan Indonesia memotivasi mereka untuk melakukan perisakan (bully) kepada GothamChess, chess.com, dan GM Irene, maka mereka harus menunjukkan sikap kesatria dan meminta maaf kepada pihak yang mereka serang.

Jika hal tersebut tidak dilakukan, saya jamin bahwa episode Dewa Kipas akan dapat terulang lagi untuk olahraga dan figur publik berbeda.

Pertandingan GM Irene dan Dewa Kipas lalu hanya akan diingat sebagai akhir dari episode kebringasan netizen Indonesia.

Bagaimana dengan mudahnya kita terpengaruh oleh disinformasi selagi melakukan serangan verbal di media sosial ke pihak -- pihak yang belum tentu bersalah, selagi mengeluk-elukkan mereka yang belum tentu terbukti bersih, tidak terlupa aktor yang mendapat keuntungan dari drama ini.

Seburuk -- buruknya, pertandingan GM Irene dan Dewa Kipas menjadi meme atau bahan lawakan yang satu level dengan Misha Osipov, seorang sensasi catur yang mendapat kesempatan bertanding melawan juara dunia Anatoly Karpov pada umur 3 tahun.


Tangisan Misha diakhir pertandingan menjadi salah satu yang memunculkan empati penonton dengan pertandingan ini juga mendorong naiknya pamor catur di Rusia yang lama mati suri setelah keruntuhan Uni Soviet.

Baca juga: "Chess.com Mengadili Dewa_Kipas (Bagian tiga)"

Dengan berakhirnya drama Dewa Kipas, akankah dampaknya bisa mendorong catur dari sekedar olahraga rakyat menjadi olahraga industri di Indonesia? Atau, seperti biasa, kontroversi Dewa Kipas hanya jadi unjuk kekuatan netizen Indonesia? Mari berdiskusi, kompasianers.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun