Mohon tunggu...
Willibrodus Nafie
Willibrodus Nafie Mohon Tunggu... Wiraswasta - Doa Terbaik Adalah Melakukan Kebaikan

Setia Melakukan Perkara Kecil

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Gagal Jadi Pakar IT, Deros Justru Bangkit Jadi Wartawan Handal dan Penulis Buku

22 Januari 2022   17:17 Diperbarui: 22 Januari 2022   22:39 987
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Dede Rosyadi Alias Deros

Baca Komik Petruk sejak kecil, dilanjutkan saat menjadi santri kerap membagi waktu antara membaca koran dan Kitab Kuning. Membuat hidup seorang santri sederhana berbalik 180 derajat. 

Dari yang gagal menjadi seorang ahli Informasi Teknologi (IT), malah bangkit menjadi wartawan handal dan penulis buku.

Ini adalah kisah seorang pemuda bernama Dede Rosyadi, Sos.I, M.Sos. Pria yang tak pernah mengenal lelah berjuang mengarungi kehidupan. Berada di puncak karir, Deros begitu sapaan akrabnya ternyata harus melewati beragam kejadian pahit dalam hidup.

Komik Petruk Pintu Gerbang Awal Jalan Menjemput Takdir

Berawal pada 7 Maret 1989, di Kampung Pengarengan, Kaliabang Tengah, Kota Bekasi, Jawa Barat, lahir seorang bayi laki-laki dari pasangan suami istri Mursyid dan Askanah. Pasutri ini kemudian menamakan buah hati mereka Dede Rosyadi.

Mursyid dan Askanah tidak berpendidikan tinggi, hanya pedagang biasa dengan penghasilan tak menentu. Meski demikian
pasutri ini memiliki semangat yang tinggi untuk mendukung Deros tumbuh dengan  pendidikan yang layak. Harapannya saat  kemudian hari Deros memperoleh kehidupan lebih baik dari mereka.

"Orang tua pedagang, bokap memang enggak sekolah orang susah. Nyokap pun hanya cuman lulus SD. Walau bukan lahir dari orang kaya. Tapi bekal saya cuman semangat, pantang menyerah dan ilmu agama. Itu lebih berharga dari kekayaan," kata Deros mengawali perbincangan dengan penulis di sudut kota Jakarta Selatan baru-baru ini.

Saat Deros memasuki usia Sekolah Dasar, sang ibu Hj Askanah memiliki kebiasaan yang unik. Yakni tidak membelikan mainan seperti anak-anak pada umumnya, setiap ke pasar sang ibu selalu membeli Komik Petruk lalu menyuruh Deros membaca seluruh isi ceritanya hingga tuntas.

"Setiap pulang dari pasar pasti Ibu beli Komik Petruk. Padahal saya maunya mainan seperti anak-anak kecil lainnya. Tapi karena terus menerus dibeli, saya akhirnya mulai baca dan ujungnya jadi suka," kata pria berusia 32 tahun itu.

Disaat Ibunda Hj Askanah mendorong Deros rajin membaca, sang ayah H. Mursyid tak tinggal diam, Ia justru mengambil peran membekali pendidikan agama kepada putra semata wayangnya. Pasalnya Bapak Mursyid merasa penting menyeimbangkan pola hidup antara pengetahuan dan agama. Sehingga kelak Deros dewasa tak hanya berilmu namun juga beriman.

"Jadi kedua orang tua saya walau bukan orang berpendidikan, tetapi mereka mengambil peran masing-masing dalam membesarkan saya. Ibu dorong untuk saya banyak baca. Bapak tanamkan ilmu agama," cerita Deros mengenang masa kecilnya.

Tinggalkan Komik Petruk Beralih ke Koran

H. Mursyid dan Hj. Askanah mulai mempersiapkan  Deros yang sudah mendekat usia remaja agar memiliki masa depan yang lebih baik. Karena keduanya percaya bahwa pendidikan adalah satu-satunya tiket ke masa depan yang lebih menjanjikan bagi Deros.

Setelah lulus sekolah dasar, Bapak Ibunya memasukan Deros ke Pondok Pesantren Attaqwa Bekasi KH. Noer Alie.  Di sini Deros mulai menebalkan wawasannya, sekaligus menyalakan api pikiran yang konstruktif.

Media bacanya itu pun berubah, dari yang awalnya Komik Petruk bertransformasi ke koran. Niat awalnya adalah berusaha mencaritahu dunia luar lewat kebiasaan barunya itu.

"Saat teman-teman di pesantren baca Kitab Kuning saya malah baca koran. Setiap pagi saya pasti sisihin uang jajan untuk beli koran. Waktu itu koran  harganya sekitar Rp 2000," kenang putra asli Betawai itu, awal mulai membaca koran saat baru menjadi santri.

Foto: Dede Rosyadi Alias Deros
Foto: Dede Rosyadi Alias Deros

Teguran Berujung Dewi Fortuna

Waktu terus berlalu, Deros semakin sadar bahwa sesungguhnya yang menginginkan dunia dan akhirat, hendaklah berilmu. 

Deros kemudian membuat buletin bernama Suara Santri. Tulisan dalam buletin sangat berwarna, tidak sepenuhnya bernuansa Islami. Hal ini membuat Deros ditegur pimpinan pondok pesantren.

Teguran itu tak membuat Deros patah arang, namun semakin mempertebal keyakinannya bahwa kebutuhan manusia terhadap ilmu jauh lebih besar daripada kebutuhan makan dan minum. 

Jadi baginya ilmu agama dan pengetahun sama-sama dibutuhkan dalam setiap hembusan napas.

Deros tambah berani dengan keunikannya dan makin optimis. Sembari terus mempertajam pemikiran dan dituangkan dalam bentuk tulisan.

Tetapi di tengah derasnya aliran menguatkan kemauan, sebagai santri Deros juga harus tetap memperhalus perasaan agar ilmu pengetahuan dan agama dapat jalan beriringan.

Saat memasuki jenjang Aliyah lewat hobi membaca dari berbagai referensi, timbul ketertarikan Deros pada ilmu komputer. Diam-diam, ia belajar secara otodidak. Hingga anak tunggal ini, sempat membuka usaha perakitan komputer.

Menjelang lulus, Deros bercita-cita untuk kuliah di Malaysia mengambil jurusan Teknik Informatika (IT). Namun apa daya, keinginannya harus dibatalkan karena orang tua tak miliki uang lebih untuk  membiayainya sekolah di negeri Jiran.

Gagal melanjutkan ke bangku kuliah jurusan IT,  membuat Deros  yang telah lulus jenjang Aliyah sempat 'tenggelam' dalam banjir keraguan akan masa depan. Semuanya tampak sirna, seakan tak ada harapan untuk menapak ke depan.

Di tengah kesunyian hidup, ia teringat akan perjuangan Ibu dan Bapak nya yang telah bersusah payah menyekolahkan dia hingga lulus. Deros lalu membuka diri dengan mulai melayangkan pilihan hanya untuk apa yang tampaknya mungkin atau masuk akal.

Alhasil niat berbuah hasil. Ada jalan keluar bagi orang yang punya pengharapan. Deros lalu diutus untuk mencoba mendaftar ke Mahasiswa Baru Universitas Islam Negeri (PMB UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada Tahun 2006 lewat jalur Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK). 

Uniknya lagi Deros diterima hanya karena penguji membaca tulisan-tulisannya di buletin Suara Santri.

"Jadi saya lulus tanpa tes macam-macam. Penguji cuman lihat tulisan saya di buletin Suara Santri langsung lulus. Alhamdulillah, berkat rahmat dan karunia Allah SWT," ungkap pria penulis buku berjudul 32 Tahun Jejak Pengabdian KH. Nurul Anwar itu.

                 

Bergelut Dalam Dunia Wartawan

Hidup memang penuh perjuangan. Pemuda sempat menjadi penguji Lembaga Psikologi untuk pelajar sekolah di Jabodetabek itu secara bertahap mulai memasuki dunia profesi wartawan.

Berawal dari magang hingga direkrut oleh salah satu media nasional menjadi seorang reporter. Proses demi proses dilaluinya, mulai dari  jarang makan,  kehujanan, mendapat cacian, hingga menunggu narasumber untuk mengkonfirmasi berita sehari semalam.

Tak hanya itu, Deros juga jarang memiliki waktu bersama keluarga. Bahkan hari raya Idul Fitri pun, pria berusia 32 tahun itu terkadang harus melakukan aktivitas liputan.

"Pertama kali saya terjun meliput di lapangan, saya ingat pertama kali di kementerian luar negeri. Waktu itu liputan masih jaman laporan by phone. Saya sempat bingung mau laporin apa. Tiba-tiba seorang redaktur di kantor bilang Alumni UIN ko jadi wartawan bukan jadi guru aja. Memang sempat ngerasa pahit, tapi kalau dalam proses terus mengeluh maka jangan harap  bisa berkembang," kata pemuda yang hobi traveling dan mencoba hal-hal yang baru tersebut.


Deros Mengembangkan Diri Dengan Lanjut Studi Magister


Setiap orang tentu ingin memiliki kualitas hidup yang jauh lebih baik daripada sebelumnya. Seperti halnya Deros, setelah beberapa tahun menjadi wartawan  di beberapa media nasional dan sudah handal, tepatnya pada tahun 2016, Ia melanjutkan studi magister.

Jurusannya yang diambil olehnya masih linear, yakni Ilmu Komunikasi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan lulus. 

Saat ini pemuda murah senyum itu masih sebagai jurnalis namun mengarap liputan-liputan khusus dan aktif sebagai penulis buku.

"Awal membuka salah satu pintu kesuksesan sebagai seorang jurnalis itu, salah satunya wartawan harus punya karya. Bisa dengan menulis buku. Saya berharap teman-teman wartan kedepan bisa menulis buku. Ini sekaligus untuk pengembangaan diri,' ucap Deros.

Deros menekankan bahwa tentang segala sesuatu dalam hidup ini selalu ada waktunya, ada waktu untuk menangis, ada waktu untuk tertawa, ada waktunya untuk gagal dan ada waktunya untuk bangkit dan sukses.

"Menuntut ilmu adalah sebuah kewajiban.
Setiap kejadian pasti ada hikmah di baliknya," ucap Deros mengakhiri perbincangan.

Foto: Dede Rosyadi Alias Deros
Foto: Dede Rosyadi Alias Deros

PELAJARAN HIDUP 


Kisah Deros mengajarkan bahwa hidup ini bukan hanya tentang sedih dan senang. Namun dalam menjalani hidup, kita selalu di perhadapkan pada dua pilihan maju atau mundur tumbuh atau layu. Suatu saat setelah berhasil, kita akan merasa lebih puas saat melihat usaha yang telah dilalui selama ini.

Perlu dicatat juga bahwa tak hanya usaha saja, tetapi juga harus terus berdoa. Karena Tuhan akan selalu ada bersama kita dan memberi kekuatan untuk menghadapi kesulitan dalam hidup. AMIN

Penulis: WILLIBRODUS NAFIE/AKTIVIS SOSIAL

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun