Pemerintah Indonesia memperketat pelarangan impor pakaian bekas melalui Peraturan Menteri Perdagangan No 40 Tahun 2022 mengenai Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan No 18/2021 terkait Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor. Dan salah satunya yang mendapatkan perhatian adalah impor pakaian bekas.
Pelarangan tersebut langsung saja menuai berbagai pro dan kontra, terlebih pada toko pakaian bekas dan pembelinya.
Padahal sebelumnya, banyak warga yang berburu pakaian bekas, terutama yang bermerek internasional yang menjadi fesyen terkini.
Pakaian bekas impor tersebut banyak diburu karena alasan memakai merek terkenal memiliki nilai yang bisa dibanggakan untuk ditampilkan di tengah publik.
Belum lagi soal kualitasnya. Meskipun sudah pernah dipakai, kualitasnya masih ada. Pun soal modelnya yang jarang ditemukan di dalam negeri.
Itulah mengapa warga Indonesia sangat tertarik untuk berburu dan ingin memiliki pakaian bekas impor yang harganya sudah miring dibandingkan jika kondisinya yang masih baru.
"Thrifting", itulah istilah yang sedang ngetren, yang bisa diartikan sebagai berburu dan membeli barang bekas termasuk pakaian bekas. Pasar di mana banyak penjual yang menjual barang dan pakaian bekas juga bisa disebut sebagai "pasar thrifting" atau pasar loak.
Lantas mengapa pemerintah Indonesia memperketat larangan impor pakaian bekas? Padahal pakaian bekas sangat murah jika dibandingkan yang masih baru dan selalu dicari. Belum lagi aksi membeli pakaian bekas impor bisa melindungi alam dan lingkungan dari sampah industri tekstil. Apakah pemerintah tidak tahu soal itu?
Syahdan, ternyata pemerintah memiliki alasan utama yaitu untuk melindungi para pelaku UMKM dan mengedukasi warga Indonesia untuk lebih mencintai produk dalam negeri.
Alasan pemerintah tersebut sangat tepat karena industri pakaian bekas impor merupakan pangsa pasar yang banyak diminati warga. Dan di sana terjadi perputaran uang yang sangat cepat.