Mohon tunggu...
Willi Andy
Willi Andy Mohon Tunggu... Wiraswasta - Hidup dengan cinta dan kasih sayang

Berjuang dengan sungguh-sungguh tanpa lelah dan penuh perhatian

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pergeseran Nilai Sosial dan Budaya Melalui Flexing di Media Sosial

14 Maret 2023   06:28 Diperbarui: 17 Maret 2023   17:10 1013
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Tima Miroshnichenko | Sumber: Pexels.com

Kini media sosial bukan hanya sebagai tempat untuk bersosialisasi secara online. Beberapa orang memanfaatkan media sosial sebagai tempat untuk ajang pamer.

Apa yang dipamerkan biasanya berupa harta benda yang sangat mewah. Mulai dari asesori, pakaian, kendaraan, sampai rumah.

Namun, tidak sampai di sana. Ada juga yang memamerkan suatu layanan, servis, dan pengalaman yang wah.

Contohnya ketika orang tersebut berkunjung di spa. Dan dia menerima berbagai pelayanan yang serba mewah. Lalu dipamerkan di media sosial.

Begitu pula bagi beberapa orang yang melakukan travel dengan tiket perjalanan dan trip yang mahal serta menginap di hotel yang glamor.

Ada juga yang memamerkan apa yang dikonsumsi di restoran yang megah dengan menunya yang penuh ruah. Semuanya diunggah lewat media sosial.

Tren semacam itu bisa membuat seseorang memiliki gaya hidup konsumtif. Dan jika hal tersebut tidak bisa dikontrol dan terjadi terus menerus maka seseorang bisa berperilaku konsumerisme.

Lalu siapa yang diuntungkan jika dampak tersebut menyebar pada semua lapisan masyarakat? Termasuk para pejabat yang melakukan hal tersebut.

Kita semua mengetahui bahwa para pejabat negara sudah semestinya bekerja demi kepentingan publik, bukan demi menimbun kekayaan yang bisa dipamerkan.

Apabila mereka memamerkan harta benda, status, kedudukan, dan gaya hidup mewah maka apakah rakyat tetap percaya pada mereka atau menjadi antipati?

Belum lagi jika keluarga dari pejabat negara ikut memamerkan harta benda dan gaya hidup mewah. Pastinya kepercayaan rakyat semakin berkurang.

Mereka yang memiliki pola pikir dan berperilaku demikian hanya melihat harta dan gaya hidup mewah sebagai tolak ukur dari suatu pencapaian kesuksesan.

Secara sadar atau tidak sadar, mereka yang sengaja memamerkan harta dan gaya hidup mewah telah menunjukkan sifat kesombongan.

Tentu saja jika dicermati dari sisi hak asasi, maka sah-sah saja untuk memamerkan apa yang bisa dibanggakan di media sosial. Namun sebagai pejabat negara akan lebih elok jika tidak melakukan hal tersebut.

Semua itu balik pada fungsional dari pejabat negara yaitu mengemban tugas demi kesejahteraan publik, bukan demi harta benda semata.

Sebagai pejabat negara yang merupakan publik figur, pastinya mereka memiliki pengaruh yang besar bagi orang banyak. Dan apabila mereka dan keluarga mereka memamerkan harta dan gaya hidup mewah pastinya akan ditiru orang banyak.

Dari hal tersebut bisa menimbulkan pergeseran nilai sosial dan budaya hidup sederhana menjadi terlupakan.

Alih-alih hidup sederhana dan peka pada kesulitan hidup masyarakat, mereka memamerkan harta dan gaya hidup.

Dengan demikian, banyak para pejabat negara yang hartanya diaudit oleh pihak negara yang berwenang.

Lantas, apakah kita harus ikutan untuk pamer kemewahan di media sosial? Jika iya, apa yang lebih baik untuk dipamerkan?

Untuk menjawab itu, ada baiknya kita kembali pada fungsi dan manfaat awal media sosial yang telah lama kita lupakan. Yaitu untuk bersosialisasi. Inilah tujuan utama dibentuknya media sosial, yaitu untuk berkomunikasi dan menjalin hubungan baik terhadap siapa saja tanpa batas waktu dan tempat.

Dan masih banyak manfaat lainnya yang positif dari media sosial seperti untuk mencari informasi, ilmu dan pengetahuan, sebagai jurnal harian, sampai berjualan secara online.

Maka dari itu lebih baik kita manfaatkan media sosial sebaik-baiknya agar jangan sampai pamer harta dan gaya hidup di sana.

Untuk apa pamer harta dan gaya hidup mewah, khususnya di masa resesi ini yang bisa menuai berbagai kecaman dan menimbulkan gejolak sosial masyarakat? Apakah demi mendapatkan pengakuan dan pengikut atas harta kekayaan dan status sosial yang sangat bersifat sementara, apalagi jika semua itu diperoleh dengan cara yang tidak benar dan baik?

Bagi penulis sendiri, lebih baik memamerkan prestasi atau suatu karya di media sosial yang bisa memberi inspirasi dan motivasi bagi diri sendiri dan orang lain.

Bagaimana dengan Kompasianers? Apa yang biasanya kalian pamerkan di media sosial? 

****

Penulis: Willi Andy, untuk Kompasiana.
Maret 2023.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun