Belum lagi jika keluarga dari pejabat negara ikut memamerkan harta benda dan gaya hidup mewah. Pastinya kepercayaan rakyat semakin berkurang.
Mereka yang memiliki pola pikir dan berperilaku demikian hanya melihat harta dan gaya hidup mewah sebagai tolak ukur dari suatu pencapaian kesuksesan.
Secara sadar atau tidak sadar, mereka yang sengaja memamerkan harta dan gaya hidup mewah telah menunjukkan sifat kesombongan.
Tentu saja jika dicermati dari sisi hak asasi, maka sah-sah saja untuk memamerkan apa yang bisa dibanggakan di media sosial. Namun sebagai pejabat negara akan lebih elok jika tidak melakukan hal tersebut.
Semua itu balik pada fungsional dari pejabat negara yaitu mengemban tugas demi kesejahteraan publik, bukan demi harta benda semata.
Sebagai pejabat negara yang merupakan publik figur, pastinya mereka memiliki pengaruh yang besar bagi orang banyak. Dan apabila mereka dan keluarga mereka memamerkan harta dan gaya hidup mewah pastinya akan ditiru orang banyak.
Dari hal tersebut bisa menimbulkan pergeseran nilai sosial dan budaya hidup sederhana menjadi terlupakan.
Alih-alih hidup sederhana dan peka pada kesulitan hidup masyarakat, mereka memamerkan harta dan gaya hidup.
Dengan demikian, banyak para pejabat negara yang hartanya diaudit oleh pihak negara yang berwenang.
Lantas, apakah kita harus ikutan untuk pamer kemewahan di media sosial? Jika iya, apa yang lebih baik untuk dipamerkan?
Untuk menjawab itu, ada baiknya kita kembali pada fungsi dan manfaat awal media sosial yang telah lama kita lupakan. Yaitu untuk bersosialisasi. Inilah tujuan utama dibentuknya media sosial, yaitu untuk berkomunikasi dan menjalin hubungan baik terhadap siapa saja tanpa batas waktu dan tempat.