Mohon tunggu...
Willi Andy
Willi Andy Mohon Tunggu... Wiraswasta - Hidup dengan cinta dan kasih sayang

Berjuang dengan sungguh-sungguh tanpa lelah dan penuh perhatian

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cara Unik Mengatasi Masalah dalam Berjualan dengan Kebajikan

7 Agustus 2022   04:03 Diperbarui: 7 Agustus 2022   06:23 503
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pembeli yang sedang memilih apa yang ingin dibeli di pasar. Foto via usplash.com

Di suatu pasar tradisional yang berada tidak jauh dari pusat kota, ada seorang pedagang buah-buahan. Jualannya tidak banyak, hanya beberapa macam buah-buahan dan sedikit macam sayuran.


Orang-orang memanggil beliau dengan sebutan Bu Tia. Beliau tidak punya suami dan anak. Hanya hidup seorang diri.

Beliau muali berdagang di pagi hari sekitar jam enam pagi. Semua dagangannya diperoleh dari hasil kebun sendiri.

Semua pekerjaan dikerjakan seorang diri, mulai dari bercocok tanam, panen dan menyiapkan jualan. Hasil dagangan kadang ramai dan kadang sepi. Begitulah nasib seorang pedagang. Tidak ada yang pasti. Yang pasti adalah perubahan itu sendiri.

Dalam hal berjualan, beliau kadang mengalami ketidakberuntungan. Misalkan ada orang yang mencuri dan berbuat curang, padahal beliau sudah berjualan di sana cukup lama dan harganya sangat terjangkau.

Hanya saja Bu Tia tidak pernah mengeluh terhadap kejadian-kejadian tersebut. Beliau selalu mempunyai jalan keluar untuk menghadapi para pencuri dan pembeli yang tidak jujur. Dan solusinya selalu unik dan sulit diterka.

Kendati demikian, beliau tidak pernah menegur atau memarahi mereka. Beliau selalu memecahkan masalah tersebut dengan kebajikan. Yah kebajikan. Loh bagaimana bisa? Padahal mereka sudah berbuat sesuatu yang merugikan beliau.

Beliau mengerti bagaimana sulitnya hidup ini dan jika memang mereka sampai mencuri dan berbuat curang maka pasti mereka sedang mengalami kesulitan yang mendesak.

Suatu pagi seperti biasa Bu Tia sudah mempersiapkan buah-buahan dan sayuran untuk dijual. Namun ada seorang anak yang tetiba berlari ke arahnya dan mencuri beberapa buah apel. Dia lari dengan sangat kencang. Hampir menabrak orang-orang yang berpapasan.

Bu Tia bisa saja berteriak "Maling, maling!" Tetapi hal tersebut tidak dilakukan. Beliau hanya mencoba mengingat wajah dan penampilan anak itu.

Esoknya beliau menunggu anak tersebut untuk datang tetapi dia tidak muncul. Padahal beliau sudah siap jika anak itu muncul.

Beliau berpikir pasti anak itu sangat lapar dan menginginkan buah apel. Mungkin saja itu untuk dirinya dan keluarganya yang membutuhkan.

Ternyata dua hari kemudian, anak itu muncul kembali dan langsung saja Bu Tia memanggil anak tersebut, dia berkata;

"Nak, tempo hari saya melihat kamu lari terburu-buru. Apakah ada sesuatu yang mendesak sehingga kamu langsung lari tanpa melihat Bunda?"

Anak tersebut tidak bisa menjawab, mulutnya sepertinya terkunci dengan rapat. Atau mungkin pertanyaan tersebut langsung menyerang pikirannya tanpa diduga.

"Yah sudah, ini ada beberapa apel untukmu, bawalah pulang dan makan dengan santai. Bunda sudah menunggu kamu dari kemarin untuk memberikan kamu beberapa apel".

"Terima kasih Bunda...", anak itu menjawab dengan ragu dan terheran-heran. Karena biasanya kalau dia ketahuan mencuri, pasti akan diomeli oleh orang tapi Bu Tia malahan memberikan apel dengan cuma-cuma dengan ramah pula.

"Sampai jumpa besok yah Nak. Atau kalau kamu sempat, silakan datang ke sini dan pilih buah apa saja yang kamu suka", Bu Tia berucap dengan santai dan ramah.

Anak tersebut hanya bisa tersenyum ringan dan segera pergi dari sana karena dia merasakan sesuatu yang jarang terjadi pada dirinya.

Dia pulang dengan merenungkan kejadian tersebut. Meskipun dia sudah merugikan Bu Tia, namun beliau tetap memperlakukan dirinya seperti seorang tamu atau kerabat dekat.

Dia juga berpikir bagaimana mungkin dia akan mencuri lagi setelah kejadian tersebut.

Demikianlah Bu Tia menyelesaikan masalah tersebut dengan kebajikan yaitu memberi. Beliau juga tidak menggurui secara langsung tetapi tindakan beliau langsung menyentuh sanubari anak tersebut.

Namun itu bukan satu-satunya masalah yang timbul ketika beliau berjualan di sana.

Ada satu masalah lagi yaitu ada pembeli yang menipu Bu Tia. Pembeli itu membeli buah tomat, ehhh tomat memang termasuk buah-buahan loh.

Pembeli itu setelah memilih beberapa buah tomat lalu meletakkan semuanya di atas timbangan. Beratnya satu kilogram.

"Bu, saya beli tomat satu kilogram, berapa yang saya harus bayar?" Tanya si pembeli.

"Hanya 15 ribu rupiah Pak", jawab Bu Tia.

"Baik Bu, minta kantong plastiknya yah. Ini 15 ribu rupiah."

Ketika Bu Tia mengambilkan kantong plastik, ternyata si pembeli menilap dua buah tomat . Dia mengira Bu Tia tidak mengetahui hal tersebut.

Namun Bu Tia melihat hal tersebut dari sudut matanya yang bagaikan mata elang. Dia tahu dengan pasti bahwa si pembeli berbuat curang dengan menilap dua buah tomat dan langsung memasukkan ke dalam kantong beserta tomat yang sudah ditimbang.

Bu Tia tidak menegur pembeli itu. Beliau hanya berpikir mungkin si pembeli memerlukan lebih banyak tomat dan mengikhlaskan dua buah tomat tersebut.

Beberapa hari kemudian, si pembeli kembali ke sana dan membeli satu kilogram tomat. Bu Tia yang mengenal si pembeli itu, langsung berkata:

"Pak, ini ada dua ekstra tomat untuk Bapak. Mungkin satu kilogram tomat tidaklah cukup, jadi saya kasih ekstra tanpa harga ekstra."

Bapak pembeli tersebut terkejut dan menjadi sedikit malu. Dia hanya bisa berterima kasih dan lekas pergi dari sana.

"Makasih Bu, saya pamit sekarang. Saya pasti akan balik untuk membeli tomat dari Ibu." Dia berkata sambil melangkah pergi.

Pembeli tersebut berjalan pergi dari pasar sambil merenung bahwa dia telah berbuat salah beberapa hari yang lalu. Bukannya dia ditegur oleh kesalahan tersebut, malahan dia dikasih ekstra dua buah tomat.

Meskipun hanya dikasih ekstra dua buah tomat tanpa dipungut biaya ekstra, itu pun sudah membuat dirinya sadar. Sadar telah merugikan Bu Tia si penjual buah yang baik hati.

Satu lagi masalah yang diselesaikan dengan baik oleh Bu Tia terhadap masalah yang timbul oleh pembeli yang nakal.

Bu Tia memang dikenal oleh orang-orang di sana sebagai seorang Ibu yang baik hati. Dia tidak pernah marah terhadap pembeli yang merugikannya. Dia juga terkenal sangat ramah sebagai seorang pedagang.

Dia selalu memperlakukan semua orang dengan kebaikan tanpa membeda-bedakan dan selalu melihat sisi positif dari semua orang.

*****

Penulis: Willi Andy untuk Kompasiana.

Agustus 2022.

Kisah ini berdasarkan kisah nyata dengan beberapa modifikasi cerita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun