Esoknya beliau menunggu anak tersebut untuk datang tetapi dia tidak muncul. Padahal beliau sudah siap jika anak itu muncul.
Beliau berpikir pasti anak itu sangat lapar dan menginginkan buah apel. Mungkin saja itu untuk dirinya dan keluarganya yang membutuhkan.
Ternyata dua hari kemudian, anak itu muncul kembali dan langsung saja Bu Tia memanggil anak tersebut, dia berkata;
"Nak, tempo hari saya melihat kamu lari terburu-buru. Apakah ada sesuatu yang mendesak sehingga kamu langsung lari tanpa melihat Bunda?"
Anak tersebut tidak bisa menjawab, mulutnya sepertinya terkunci dengan rapat. Atau mungkin pertanyaan tersebut langsung menyerang pikirannya tanpa diduga.
"Yah sudah, ini ada beberapa apel untukmu, bawalah pulang dan makan dengan santai. Bunda sudah menunggu kamu dari kemarin untuk memberikan kamu beberapa apel".
"Terima kasih Bunda...", anak itu menjawab dengan ragu dan terheran-heran. Karena biasanya kalau dia ketahuan mencuri, pasti akan diomeli oleh orang tapi Bu Tia malahan memberikan apel dengan cuma-cuma dengan ramah pula.
"Sampai jumpa besok yah Nak. Atau kalau kamu sempat, silakan datang ke sini dan pilih buah apa saja yang kamu suka", Bu Tia berucap dengan santai dan ramah.
Anak tersebut hanya bisa tersenyum ringan dan segera pergi dari sana karena dia merasakan sesuatu yang jarang terjadi pada dirinya.
Dia pulang dengan merenungkan kejadian tersebut. Meskipun dia sudah merugikan Bu Tia, namun beliau tetap memperlakukan dirinya seperti seorang tamu atau kerabat dekat.
Dia juga berpikir bagaimana mungkin dia akan mencuri lagi setelah kejadian tersebut.