Pada tahun 2003, ketika saya baru saja pindah ke Amerika dan menetap di negara bagian Georgia. Di sana saya bekerja part time di suatu Chinese Restaurant. Restauran tersebut dikelola oleh bos wanita yang bernama Amy.
Dia memiliki tugas sebagai kasir, mengangkat telepon yang berdering dan sebagai host. Sedangkan saya pada saat itu bertugas sebagai pelayan restauran, melayani para pelanggan yang makan di sana.
Sampai suatu hari di saat jam makan malam, ada seorang tamu yang ingin duduk dekat ruang kasir. Dia berkata bahwa dia harus mengawasi mobilnya, jadi dia harus duduk di depan.
Saya berkata bahwa meja tersebut tidak untuk tamu karena bos saya selalu duduk di sana. Tetapi karena Amy mendengar permintaan tersebut, lantas dia membersihkan meja tersebut untuk bisa dipakai.
Duduklah tamu itu di sana. Dan mulai memesan makanan dan minuman dari saya. Saya membawakan dia soda yang dipesan dan dia menuangkannya ke dalam gelas.
Tidak lama kemudian, makanan yang dipesan sudah siap. Saya segera ke dapur untuk mengambil pesanan itu dan saya menemukan Amy yang menyiapkan saus pelengkap.
Saya lalu berterima kasih kepada Amy dan segera membawa makanan keluar untuk tamu tersebut. Tetapi sangat mengejutkan bahwa tamu itu keluar melalui pintu restauran dan langsung pergi dengan mobilnya dalam sekejap dengan tergesa-gesa.
Saya segera melapor kepada Amy bahwa tamu tersebut meninggalkan minuman dan makanan yang dipesan. Dia pasti tidak akan kembali karena dia langsung pergi begitu saja. Amy hanya bisa mengiyakan saya dan tidak melakukan apa-apa.
Saya lalu membersihkan meja tersebut dan memang tidak menemukan sepeser uang pun di atas meja. Kami mengambil kesimpulan bahwa tamu tersebut hanya kabur karena tidak membawa uang.
Kemudian ada beberapa tamu yang datang dan ada yang membayar di kasir kira-kira satu jam setelah kejadian tersebut. Amy yang berada di ruang kasir menemukan sejumlah uangnya hilang dan segera berkata kepada saya bahwa uangnya di cash register telah dicuri oleh tamu yang kabur.
Dia segera tutup restauran dan menelepon polisi setempat. Polisi yang bertugas segera datang dan mencatat laporan Amy.
Amy menceritakan hal tersebut kepada semua karyawan dan mengizinkan semua pulang lebih awal kecuali saya.Â
Dia meminta saya untuk menemaninya sampai mantan suaminya datang. Mantan suami Amy kita panggil dengan sebutan "Grandpa". Karena memang usianya yang sudah lanjut.
Saya berkata kepada Amy bahwa saya tidak bisa menunggu Grandpa terlalu lama karena bis yang mengarah ke apartemen saya tidak akan beroperasi setelah jam sembilan malam.
Amy berkata bahwa Grandpa bisa mengantarkan saya pulang begitu dia sampai di sini. Amy hanya tidak ingin kejadian ini terulang dan sangat was-was, jadi dia mengharapkan mantan suaminya menjaga dia saat menutup restauran.
Karena saya merasa simpati terhadap Amy, saya menyanggupi dan menunggu Grandpa datang. Tak lama kemudian Grandpa datang dan kita meninggalkan restauran bersama-sama. Amy mengendarai mobilnya sendiri sedangkan Grandpa mengantar saya pulang.
Di perjalanan, saya berkata kepada Grandpa agar bisa menurunkan saya tidak jauh dari apartemen. Grandpa memaksa agar mengantar saya sampai tujuan.
Setelah kami hampir sampai dan melewati lampu hijau lalu lintas, tetiba mobil kami ditabrak. Brakk... Tabrakan itu mengejutkan kami karena kami sedang melaju di lampu hijau.
Hantaman mobil yang menabrak kami sangat kencang, Grandpa kaget melebihi saya. Bukannya dia menginjak pedal rem, malahan dia menginjak pedal gas lebih kencang karena saking terkejutnya.
Mobil kami menjadi berputar di tempat. Dan akhirnya berhenti karena Grandpa pingsan dan tidak bergerak. Saya segera membangunkan beliau tergesa-gesa karena ada asap tebal di depan mobil kami.
Saya merasakan sakit di dada dan mulai agak panik, panik kalau mobil kami meledak karena gumpalan asap di depan mobil semakin tebal. Rasanya ingin saya meloncat keluar. Tetapi bagaimana dengan beliau yang tergeletak di kursi mobil tanpa bergeming?
Saya berpikir bahwa saya harus menyelamatkan beliau dan terus berusaha membuatnya sadar. Sekitar satu menit, dia sadar dan saya melepas sabuk pengamannya.
Saya berkata bahwa kita ditabrak dan harus segera keluar dari mobil. Beliau kaget dan mencoba membuka pintunya tetapi tidak berhasil. Saya mencoba membantu beliau dan juga tidak berhasil.
Lalu saya berkata kepada beliau untuk keluar dari pintu saya. Saya keluar duluan untuk membantu serta menarik beliau keluar. Akhirnya sekitar tiga menit, saya berhasil membawanya keluar. Saya menyuruh beliau untuk duduk di batu dekat samping bahu jalan.
Setelah beliau duduk tenang, saya segera menuju ke mobil yang menabrak kami. Mungkin saja dia juga memerlukan bantuan saya. Entah mengapa saya tidak memperdulikan asap akibat tabrakan tersebut. Saya seakan-akan menjadi seorang yang pemberani dan heroik.
Ketika saya melihat si penabrak, saya bertanya apakah dia baik-baik saja, apakah dia memerlukan bantuan. Dia menjawab ok-ok saja. Lantas saya mengajaknya untuk berdiri di pinggir bahu jalan yang lebih aman dari lalu lalang mobil-mobil di jalan.
Untung saja ada polisi yang sudah selesai dinas datang dan mengamankan keadaan kami beserta petugas pemadam kebakaran. Polisi itu berkata bahwa dia hanya membantu sampai ada polisi dinas yang datang.
Benar saja, tidak lama kemudian ada polisi dinas dan mobil ambulans yang datang. Polisi menanyakan kita semua apa yang terjadi. Saya menceritakan semua kejadian tersebut dan dia mencatatnya.
Sedangkan para petugas medis bertanya kepada kita semua apakah perlu bantuan medis atau tidak. Saya dan si penabrak menjawab tidak. Sedangkan Grandpa masuk ke mobil ambulans untuk diberikan pertolongan medis urgensi.
Grandpa saat itu tidak lupa untuk menelepon anaknya agar menjemput kami berdua, sedangkan mobilnya diderek oleh mobil derek untuk dibawa ke garasi mobil bekas tabrakan.
Sekitar setengah jam kemudian, anak Grandpa menjemput kami dan dia mendesak saya untuk ikut ke dalam mobilnya dan mengantar saya pulang.
Setelah saya sampai di apartemen, rasa sakit di dada ini semakin terasa akibat dari tabrakan dan tekanan sabuk pengaman yang diposisikan menyilang di dada.Â
Namun saya masih mampu bertahan dan rasa sakit menjadi berkurang setelah saya menggosok obat di dada.
***
Esoknya saya berangkat kerja dan tiba di sana. Ternyata ada Amy, Grandpa dan anaknya. Mereka bertanya kepada saya apakah saya mau menuntut hukum dari si penabrak. Saya menjawab tidak dan saya tidak peduli apakah Grandpa akan melakukannya atau tidak.
Saya hanya melanjutkan pekerjaan saya di sana. Tidak lama kemudian, rekan kerja saya mengatakan bahwa Grandpa dan Amy menyalahkan saya sebagai akibat dari kecelakaan tersebut.
Rekan saya berkata bahwa saya yang menginginkan Grandpa membawa saya pulang sampai ke apartemen.Â
Saya menjelaskan ke rekan kerja saya bahwa saya sudah meminta Grandpa menurunkan saya di perempatan dan saya akan pulang sendiri dari sana. Tetapi Grandpa mendesak untuk mengantar saya sampai di apartemen.
Rekan saya juga mengatakan bahwa mereka berkata kalau saya tidak meminta maaf sama sekali terhadap Grandpa dan Amy, atas suatu kesalahan yang sebenarnya saya tidak bersalah sama sekali.
Namun saya berpikir, baiklah meminta maaf bukanlah masalah jika itu dapat membuat mereka merasa lebih baik. Lalu saya menghampiri mereka dan meminta maaf. Nampaknya mereka bisa menerima permintaan maaf saya.
Setelah kejadian tersebut, saya tetap bekerja di sana selama mungkin.
***
Dari semua rangkaian kejadian sejak uang restauran dicuri, kecelakaan mobil dan tudingan kesalahan. Itu semua merupakan perubahan yang tidak diduga dan diharapkan bagi saya.
Ada suatu perubahan yang mutlak terjadi pada kehidupan ini. Mungkin saja awalnya sangat baik tetapi keadaan ini pastilah tidak sama setiap saat. Setiap saat tidaklah pasti dan kepastian itu adalah perubahan.
Saya menyikapi perubahan tersebut tanpa melupakan nilai-nilai kemanusiaan dan kebajikan.
Bisa saja saya tidak memperdulikan Amy dan restaurannya dengan meninggalkannya seorang diri. Bisa saja ketika kecelakaan tersebut saya tidak peduli dengan Grandpa dan si penabrak. Bisa saja saya biarkan Grandpa tergeletak di dalam mobil.Â
Dan bisa juga saya tidak memperdulikan si penabrak karena dia sudah melanggar lampu lalu lintas dan menabrak kami, bahkan saya bisa menuntut dia secara hukum.
Syahdan dari peristiwa nahas di atas, saya tetap melakukan segala macam kebajikan untuk menolong dan membantu semua pihak tanpa kecuali.
Apalagi pada saat saya ditudu sebagai biang kecelakaan tersebut, bisa saja saya menjadi marah, benci dan dendam terhadap mereka. Tetapi saya tetap memperlakukan mereka sebagaimana mestinya.
Semoga semua perubahan yang selalu kita alami dapat kita sikapi dengan baik tanpa melupakan kearifan lokal, kebajikan universal yang tanpa sekat dan sesuai dengan nilai kemanusiaan dan nilai-nilai luhur.
Perubahan yang silih berganti antara baik, buruk dan segala macam perubahan kondisi adalah mutlak dan pasti terjadi. Tetapi nilai-nilai luhur dan kebajikan tidak akan lapuk oleh waktu dan kondisi.
Akhir kata... Perubahan Itu Pasti namun Kebajikan adalah Harga Mati.
***
Penulis: Willi Andy berdasarkan kisah dan pengalaman nyata.
Agustus 2022.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H