Mohon tunggu...
Willi Andy
Willi Andy Mohon Tunggu... Wiraswasta - Hidup dengan cinta dan kasih sayang

Berjuang dengan sungguh-sungguh tanpa lelah dan penuh perhatian

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Berpartisipasi dalam Pindapata Pindapatta Pindacara, Suatu Tradisi Umat Buddha di California

7 Juli 2022   03:52 Diperbarui: 21 Oktober 2022   08:27 2171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi para Bhikkhu yang menerima dana berupa makanan saat menjalankan tradisi pindapata di farmer’s market. (sumber: Buddhistinsight.org)

Hari itu adalah Minggu pagi tanggal 15 Agustus 2021, kami para umat Buddha yang berasal dari berbagai negara di daerah Los Angeles dan sekitarnya berkumpul di sebuah taman.

Taman itu adalah Temple City Park yang berlokasi di 9701 Las Tunas Dr, Temple City, CA 91780. Sebuah taman yang sangat indah dan asri. Memiliki sebuah paviliun besar beratap abu-abu tepat di tengah taman. Interiornya berwarna putih seperti pilar, tangga dan bagian atap dalam.

Sebuah paviliun yang megah dikelilingi oleh berbagai pepohonan yang indah. Dokpri.
Sebuah paviliun yang megah dikelilingi oleh berbagai pepohonan yang indah. Dokpri.

Cukup cerah di pagi itu dengan udara yang berhembus sejuk karena kita di sini sedang berada di akhir musim panas.

Kami semua adalah umat Buddha yang berasal dari Indonesia dan Myanmar. Kami menanti kehadiran para Bhikkhu atau Sayadaw, Samanera, Sayalay dan pengurus Vihara dari Thabarwa Mindfulness and Detachment Center, Baldwin Park California.

Mereka memiliki jadwal rutin untuk mengumpulkan makanan setiap hari dalam sepekan. Lalu diulang kembali setiap minggu di tempat dan waktu yang sama. Jadi para pendonor atau pemberi dana sudah tahu dan bisa menunggu di tempat yang sesuai dengan jadwal rutin mereka.

Mereka akan tiba dalam suatu rombongan di sebuah mobil van. Mobil akan diparkirkan di depan taman tepat di samping jalan utama sehingga kami dapat melihat kehadiran mereka jika mereka parkir di sana.

Ketika mobil van sudah di tempat parkir, mereka akan berjalan dengan penuh perhatian dan tanpa alas kaki. Tidak terburu-buru dan menjaga indra mereka. 

Ada petugas vihara mereka yang akan membunyikan lonceng. Dengan demikian kami bisa mengetahui kehadiran mereka dengan pasti.

Kami akan membentuk suatu barisan sehingga memudahkan mereka untuk menerima persembahan dana. Kami semua melepas sepatu dan sandal ketika menyerahkan dana.

Beberapa dari kami memberi makanan, vitamin, buah-buahan, minuman kemasan sampai segala macam bentuk kebutuhan hidup mereka di vihara seperti tisu kamar mandi dan lain-lain.

Saat memberi dana kepada para anggota Sangha yang berpindapata. Dokpri.
Saat memberi dana kepada para anggota Sangha yang berpindapata. Dokpri.

Bagi kami sebagai pemberi ada tiga hal yang harus diperhatikan berkaitan dengan waktu memberi dan pikiran. Tiga itu adalah:

1. Kami bergembira sebelum memberi. Di sini kami mempersiapkan batin yang bergembira, tidak dengan disertai batin yang gelisah, bingung, marah dan kecewa.
2. Kami memiliki pikiran yang tentram dan yakin akan tindakan memberi sewaktu melakukan perbuatan memberi. Di sini batin kami seimbang dan tidak kacau. Yakin bahwasanya perbuatan memberi atau berdana akan membawa hasil yang baik dan sesuai dengan hukum sebab akibat.
3. Kami bersukacita setelah memberi. Di sini kami rela dan ikhlas serta tanpa penyesalan. Yang ada adalah suka cita setelah kami mengingat kebajikan yang telah diperbuat.

Mereka akan menerima pemberian kita secara simbolik yaitu dengan menyentuh bagian luar terhadap apa saja yang diberikan. Lalu kami akan menempatkan pemberian di suatu wadah yang nantinya akan dimasukkan ke dalam mobil.

Setelah mereka menerima pemberian, mereka akan mengucapkan Anumodana kata sekitar 5 menit. Anumodana kata adalah kata-kata inspiratif dan penuh motivasi agar kami selalu senantiasa praktik Dhamma demi pembebasan.

Saat itu kami akan bersimpuh atau berdiri dengan sikap penuh hormat dan beranjali. Beberapa dari kami akan bernamaskara penuh atau setengah bernamaskara.

Kami bersimpuh dan beranjali mendengarkan mereka memberi Anumodana Kata.
Kami bersimpuh dan beranjali mendengarkan mereka memberi Anumodana Kata.

Beranjali adalah suatu gestur di mana kedua tangan merangkap menjadi satu membentuk kuncup bunga teratai. 

Bisa di depan dada, di depan wajah atau di depan kening. Dan posisi badan harus sedikit membungkuk sebagai bentuk penghormatan terhadap suatu objek yaitu para anggota Sangha.

Karena mereka mayoritas berasal dari negara Myanmar, maka mereka akan mengucapkan anumodana kata dengan bahasa Burma. Tetapi setelah tradisi anumodana kata selesai, kita bisa bertanya dan bercakap dengan mereka dengan bahasa Inggris.

Setelah proses tradisi ini selesai sekitar jam 10 pagi, kami para lelaki akan membantu mereka untuk membawa makanan dan barang lainnya ke dalam mobil van mereka.

Di samping makanan dan keperluan vihara, mereka juga menerima donasi dalam bentuk pakaian baru atau bekas, perlengkapan sekolah, furnitur baru atau bekas dan lain-lain. Mereka sering mengirim barang-barang tersebut ke Myanmar untuk penduduk yang kurang mampu.

Kadang mereka para pengurus vihara akan mengadakan penjualan barang-barang donasi di halaman depan vihara. Uang yang terkumpul akan digunakan untuk keperluan vihara dan ditransfer untuk penduduk Myanmar yang kurang mampu.

Tradisi Pindapata bersifat terbuka untuk siapa saja yang ingin berdana. Apakah mereka lelaki atau perempuan, tua atau muda, kaya atau miskin dan keyakinan apa yang dianut.

Sesampai mereka di vihara, mereka akan makan sebelum tengah hari. Ini diatur oleh Vinaya yang mengharuskan mereka makan di waktu yang tepat sebelum tengah hari yaitu saat posisi matahari tepat di atas kepala.

Setelah kita berpartisipasi dalam tradisi Pindapata, kita bisa berbelanja di taman tersebut. Di sana ada beberapa tenda tempat para penjual sayuran dan buah-buahan organik berjualan. Kita menyebut pasar itu adalah Farmer's Market.

ilustrasi para penjual dan pembeli di Farmer’s Market Temple City Hall. ci.temple-city.ca.us/
ilustrasi para penjual dan pembeli di Farmer’s Market Temple City Hall. ci.temple-city.ca.us/

Ada juga yang menjual yoghurt, kacang-kacangan, buah yang dikeringkan, madu, serai, makanan khas hispanik, tumbuh-tumbuhan, cuka apel, bunga-bunga dan minuman.

Monstera deliosa atau Swiss cheese plant. Tumbuhan yang saya beli di sana. Sekarang berada di pojok dapur rumah saya. Dokpri.
Monstera deliosa atau Swiss cheese plant. Tumbuhan yang saya beli di sana. Sekarang berada di pojok dapur rumah saya. Dokpri.

Saya biasanya membeli sayuran organik seperti terong dan alpokat juga kacang walnut. Harga sayuran bervariasi dan tidaklah murah meskipun mereka berjualan di bawah tenda. Kalau kacang walnut adalah $5 per 500 gram.

Demikianlah tradisi Pindapata yang masih eksis dari zaman Buddha sampai sekarang ini. Dan kebetulan tradisi tersebut sampai di negara Amerika Serikat yang dijalani oleh para Bhikkhu Sangha.

Bagaimana dengan tradisi Pindapata di negara kalian? Khususnya yang di Indonesia? Pastilah sangat unik, menarik, bermanfaat dan banyak yang ikut serta dalam memberi pada saat tradisi Pindapata berlangsung.

***

Catatan kaki:

Tradisi pindapata senantiasa dilakukan oleh setiap Buddha, para Bhikkhu dan Bhikkhuni. Hal tersebut dinyatakan oleh Buddha Gautama sewaktu beliau mengunjungi kota kelahiran beliau di Kapilavatthu.

Di hari sebelumnya, Buddha Gautama tidak mendapatkan undangan persembahan makanan di istana oleh ayahnya sendiri yaitu Raja Suddhodana. 

Maka esoknya Buddha Gautama dan beberapa Bhikkhu memasuki kota untuk mendapatkan makanan dari para penduduk. Mereka menggunakan mangkuk sebagai wadah untuk menerima makanan.

Sang Raja yang mengetahui hal tersebut menghampiri Buddha Gautama dan mengatakan bahwa para Kattiya tidak mengemis makanan. 

Ini dikarenakan Buddha Gautama adalah keturunan Kattiya (kesatria atau bangsawan) maka tidak seharusnya Buddha Gautama mengumpulkan makanan dari rumah ke rumah.

Buddha Gautama mengatakan kepada Sang Raja bahwasanya mengumpulkan makanan dari rumah ke rumah merupakan tradisi para Buddha. 

Beliau mengatakan juga menegaskan bahwasanya beliau adalah seorang Buddha dan bukan seorang pangeran lagi. Sedangkan saat itu merupakan waktu untuk mengumpulkan makanan.

Pindapata adalah suatu kata yang berasal dari bahasa Pali. Pindapata memiliki arti yaitu makanan yang jatuh ke dalam mangkuk. 

Maknanya adalah suatu tradisi yang dilakukan oleh para Buddha, Bhikkhu dan Bhikkhuni dalam hal mengumpulkan makanan dari umat awam yang dimasukkan ke dalam mangkuk yang dibawa oleh Buddha, Bhikkhu dan Bhikkhuni.

Tradisi Pindapata masih dilakukan oleh para anggota Sangha terutama di negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Buddha seperti Srilanka, Thailand dan Myanmar.

Tradisi Pindapata merupakan suatu tradisi di mana terjadi hubungan baik antara anggota Sangha dan para perumahtangga.

Umumnya para Bhikkhu menerima makanan dan minuman sewaktu berpindapata. Namun sekarang ini banyak  orang yang memberikan mereka berbagai macam kebutuhan lainnya.

Penulis: Willi Andy untuk Kompasiana.
Juli 2022.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun