Mohon tunggu...
Willi Andy
Willi Andy Mohon Tunggu... Wiraswasta - Hidup dengan cinta dan kasih sayang

Berjuang dengan sungguh-sungguh tanpa lelah dan penuh perhatian

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Eko dan Anak Kucing Jalanan

2 Mei 2022   04:12 Diperbarui: 10 Juli 2022   00:12 853
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jam sudah menunjukkan 12 siang, perut ini rasanya sangat lapar. Ingin rasanya Eko makan mi ayam. Dia terbayang-bayang akan lezatnya mi racikan Pak Husen yang ada di pojokan gang tidak jauh dari kantor dia bekerja.


Pikiran dia masih bimbang apakah dia hanya ingin makan mi polos atau dengan tambahan semangkuk bakso. Ada rasa kenyal dan enak jika mi Pak Husen ditambah beberapa butir bakso. Belum lagi ditambah dengan pangsit ayam. Ahh rasanya ingin porsi yang komplet.

Dia merogoh kantong celana jins birunya dan hanya menemukan dua belas ribu rupiah. Apa boleh buat, siang ini dia hanya bisa makan mi polos.

Bergegaslah dia pergi menyeberang dengan hati-hati ke arah gerobak mi Pak Husen. Tampaknya Pak Husen sudah menunggu si Eko seperti biasanya. Tak heran bagi Pak Husen karena Eko sudah menjadi pelanggan setia selama tiga tahun terakhir ini.

Begitu riangnya dia melihat Pak Husen yang sudah menunggunya.

“Pak Husen, saya pesan satu mangkok mi polos.”

“Siap Eko, tidak mau pakai bakso?”

“Mau sih tapi uangku tidak cukup buat semangkuk bakso.” Sambil berpikir seandainya dia punya uang lebih.

“Lima menit siap Eko. Silahkan duduk. Minumnya es teh yah?”

“Iya Pak.” Eko berpikir lagi.. untung es teh gratis kalau makan disini.

Begitu Eko duduk dan mengambil sumpit, dia melihat keluar jalanan. Berbagai mobil hiruk pikuk apalagi kendaraan bermotor yang berlalu lalang. Tetiba dia merasakan ada yang mengelus-elus kakinya.

Dia penasaran apa atau siapa yang mengelus-elus kakinya. Dia merasakan ada bulu-bulu halus yang menyentuh kulit kakinya. Karena dia penasaran, dia melihat ke bawah meja dan menemukan seekor anak kucing yang lucu dan mungil.

Anak kucing ini hanya sendirian tanpa induk. Dia juga keliatan sangat lapar. Hanya bisa mengharapkan orang untuk memberinya makan.

Eko melihat anak kucing ini berkaca-kaca sambil mengeong manja. Apa yang dia mau? Pikir si Eko. Apakah dia lapar, haus atau hanya ingin bermanja-manja?

Mangkuk penuh berisi mi dan potongan daging ayam tetiba ada di hadapan si Eko yang sibuk dengan anak kucing.

“Eko, itu mi ayam kamu.” Pak Husen mengingatkan si Eko.

“Terima kasih Pak Husen.” Eko merasa bahagia melihat mi pesanannya sudah siap.

Begitu laparnya, dia langsung saja memakai sumpit untuk memulai makan tetapi dia merasakan sesuatu yang tidak pantas. Dia merasa bagaimana dengan nasib makhluk kecil berbulu yang sedang mengeong?

Timbul simpati terhadap anak kucing tersebut. Dia berpikir untuk memberi potongan daging kepada anak kucing tapi bagaimana dengan dirinya sendiri?

Pikiran dia berkecamuk antara memberi atau menghiraukan si anak kucing. Dia melihat anak kucing itu lagi. Seakan-akan memohon untuk diberikan potongan daging.

“Anak kucing ini pasti sedang kelaparan sekali. Kemungkinan belum makan kalau dilihat dari fisiknya. Mana induknya tidak kelihatan.” Dia berpikir dan mulai merasa iba.

Seandainya si anak kucing dapat berbicara. Dia pasti akan berbicara.

“Berikanlah saya makan. Saya sangat kelaparan sejak kemarin. Kasihanilah saya. Saya adalah seekor kucing yatim piatu.”

Pikiran si Eko semakin berkecamuk sedangkan perut dia sudah berbunyi dan minta untuk diisi mi ayam favoritnya.

Tangannya sedikit gemetar menahan lapar sejak dia mulai bekerja di kantor. Dia ternyata lupa untuk sarapan pagi itu, dikarenakan terlambat bangun pagi dan terburu-buru mengejar bus.

Suara anak kucing mengeong semakin kencang di telinga si Eko. Belum lagi anak kucing tersebut terlihat lemah dan gemetaran seperti tangan Eko. Tapi fisik anak kucing tersebut lebih lemah dibandingkan dirinya.

Akhirnya si Eko hatinya tergerak, dia berpikir.

“Rasa lapar ini begitu mengganggu dan tidak menyenangkan bagiku, ini pasti juga terjadi dengan anak kucing tersebut.”

Dia berpikir lagi.

“Ya sudah, saya berkorban saja. Daging ini untuk dia dengan sedikit mi dan saya akan makan mi dan sayur saja.” Sambil dia berkata dalam hati.

Dia mengambil sendok dan menyendok semua daging ayam ke sebuah piring kecil  bekas tatakan mangkuk mi. Dia berikan kepada anak kucing yang terlihat bahagia begitu mendapatkan makanan dan langsung makan dengan lahapnya.

Sekarang mereka berdua makan. Meskipun Eko tidak kenyang sepenuhnya, dia sudah merasakan kebahagiaan yang mendalam. Kebahagiaan dalam memberi meskipun itu terhadap seekor anak kucing.

Dia juga merasa bahagia ketika melihat anak kucing itu makan. Jadi dia memiliki dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan memberi dan turut bahagia (mudita cita) dari melihat dan merasakan kucing yang bahagia.

Saat dia makan, dia teringat dengan kawannya bernama Sofi, seorang pecinta binatang. Lalu segera dia menelepon Sofi melalui telepon genggamnya.

Suara berdering di telepon genggam milik Sofi. Sofi melihat kalau Eko menelepon dan langsung mengangkat dan membalas.

“Halo Eko, apa kabar kamu? Ada apa nih kok tetiba menelepon?” Penasaran Sofi bertanya.

“Sofi, ini ada anak kucing jalanan, nampaknya tanpa induknya. Kasihan karena tidak ada yang merawatnya.”


“Baik Eko, kamu tolong awasi kucing itu dulu, sekarang saya akan meluncur disana. Kamu lagi makan mie di Pak Husen?” Sofi minta bantuan dan bertanya.


“Iya Sofi, terima kasih ya. Saya tunggu kamu di sini. Soalnya kamu tahu sendiri sekarang banyak orang jahat yang suka menyiksa anak kucing. Ingatkah kamu kalau seminggu yang lalu ada kucing yang disiksa dengan disiram minyak panas dan mendidih?”

“Iya Eko, kok tega ya mereka itu. Mereka seakan-akan tidak peduli kalau kucing atau hewan lainnya adalah makhluk hidup juga yang ingin hidup bahagia sama seperti kita.”

“Betul Sofi.” Jawab Eko.

“Ya sudah tunggu saya disana.”

“Baik Sofi.” Eko membalas sambil menutup telepon genggamnya.

Singkat cerita, Sofi sampai di sana dan membawa anak kucing tersebut ke rumah dan dirawat dengan penuh kasih sayang.

****

Moral cerita..

Cintailah semua makhluk meskipun mereka adalah hewan atau binatang.

Bedermalah kepada mereka berdasarkan cinta kasih dan belas kasihan.

Semua makhluk mendambahkan kebahagiaan seperti diri sendiri yang mendambahkan kebahagiaan.

Janganlah menyakiti mereka karena itu akan membuat mereka sangat menderita.

Jika diri sendiri tidak ingin disakiti maka jangan pernah menyakiti mereka tanpa kecuali.

Penulis: Willi Andy
Mei 2022

Terinspirasi untuk menulis karena kejamnya prilaku manusia terhadap anak kucing jalanan yang hidup tidak menentu tanpa sang induk.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun